Monday, August 11, 2008

FTZ yang bikin keki..

PESIMISTIS...demikian kira-kira kesimpulan Lembaga Demografi UI dan Lembaga Kemitraan setelah selama kurang lebih enam jam saya dan belasan tamu undangan dari berbagai kalangan berdiskusi mengenai status free trade zone yang disematkan kepada Batam.

Dua lembaga riset itu menilai para pejabat, pengusaha lokal, dan aktivis sudah mengalami pesimisme kompleks terhadap kelanjutan program penguatan ekonomi Batam melalui status FTZ itu. Padahal, menurut saya sih, ini bukan pesimisme lagi, tapi sudah phobia, takut, jangan-jangan FTZ hanya pemanis belaka.

Tapi apa benar demikian? Saya kok melihat, sebenarnya substansi dari permasalah FTZ kita ini bukan soal pesimisme atau phobia. Tapi lebih dari itu, komitmen dari seluruh stake holder di pulau ini untuk mempercepat pemberlakuan FTZ itu sendiri. Saat ini bola sudah berada di tangan pemerintah setempat, tinggal bagaimana mengolahnya dan terciptalah golllll...[baca: GOAL]

Kalo kita mau merunut lagi ke zaman 1971 ketika pertama kali pulau ini dibuat hingga statusnya pada 2008. Sudah bergonta ganti status, mulai dari bonded warehouse, trus ganti lagi jadi bonded zone, trus bonded island, kemudian wacana bergulir untuk mempertegas status Bonded Island menjadi FTZ seluruh pulau. [kebetulah, pada 2000, ada rencana dari pemerintah untuk memberlakukan PPN dan PPn-BM di pulau ini]

Akibatnya, seluruh tokoh berjuang ke Jakarta untuk menggolkan FTZ ini dengan harapan rencana pemberlakuan PP Pengenaan Pajak di Batam bisa ditunda. Berhasil, pengenaan pajak ditunda hingga empat kali dan terakhir ditutup pada Desember 2003 dengan keluarnya PP No. 63 Tahun 2003.

Semua terkejut, sia-sia semua perjuangan, pemerintah tetap bergeming untuk memberlakuan pajak di pulau ini, ini artinya Batam tidak ada kekhususan lagi. Tapi bukan berarti perjuangan berakhir, isu FTZ terus digulirkan dan klimaksnya pada September 2004 ketika DPR RI mengesahkan UU FTZ Batam, tapi ogah diteken oleh Bunda Megawati.
Semua tokoh perjuangan FTZ kecewa, termasuk Pak Ismeth, yang waktu itu masih ketua Otorita Batam.

Tapi ada satu hal menarik. Kendati kecewa, toh, investasi asing tidak terganggu. Tidak ada eksodus investasi asing dari Batam seperti yang ditakutkan beberapa kalangan. Mereka oke-oke saja. Walaupun dari sisi OB menilai, pengkhianatan Megawati terhadap UU FTZ Batam itu justru semakin mempersulit posisi OB terutama dalam memberikan janji-janji insentif bagi calon investor mancanegara.

"Kami jadi sulit mempromosikan Batam sebagai sebuah kawasan investasi, karena janji kami dulu bahwa Batam akan menjadi FTZ ternyata dimentahkan oleh presiden kami sendiri," demikian kira-kira gerutu Ketua OB waktu itu.

No comments:

Post a Comment