Saturday, August 30, 2008

HAPUS DOSA MENJELANG RAMADHAN



Dengan penuh kerendahan hati, izinkan saya, pengelola blog BATAMFTZPHOBIA, menyampaikan:

MOHON MAAF LAHIR BATHIN ATAS SEGALA SALAH DAN KHILAF TERUTAMA BAGI PIHAK-PIHAK YANG MERASA TERHINA, TERSINGGUNG, ATAU TERGANGGU OLEH TULISAN-TULISAN DI DALAM BLOG TERCINTA INI.. SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA RAMADHAN 1429 H. SEMOGA KITA MENJADI UMMAT YANG BERTAQWA..

Salam,

Thursday, August 28, 2008

Gawat..Badan Pengusahaan berstatus BUMD

Dear blogger,
Bagi anda yang membaca satu harian lokal pagi ini soal BPK Batam, anda pasti kaget.
Ternyata Badan Pengusahaan Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun akan berstatus badan usaha milik daerah (BUMD). Demikian pernyataan Ismeth Abdullah, Ketua DK FTZ BBK kemarin malam.

Walah walah..pernyataan ini harus disikapi dengan hati-hati, sebab seperti kita ketahui, pegawai Otorita Batam yang akan hijrah ke BPK Batam merupakan pegawai negeri sipil dari beragam departemen di pusat. Bila mereka beralih status menjadi PNS daerah, maka kemungkinan besar, alokasi penggajian mereka akan menjadi tanggung jawab daerah.

Nah lho, apakah seperti itu ya..saya sih belum terlalu paham dengan kondisi riil kepegawaian OB saat ini. Yang saya tau, mereka adalah PNS dari Departemen tertentu yang dikaryakan sebagai pegawai OB. Lihat saja, ada yang tercatat sebagai pegawai Departemen Agama, Departemen Pertanian, Pariwisata, dan sebagainya.

Yang menjadi concern saya adalah mengenai mekanisme peralihan PNS pusat menjadi PNS daerah. Trus, sebagai BUMD, apakah BPK Batam masih boleh menerima alokasi anggaran negara??

Dalam sejarah negeri ini, belum ada BUMD di daerah manapun di Indonesia yang pernah menerima alokasi dana APBN. Kalaupun ada, itu mungkin alokasi penyertaan untuk pengerjaan proyek tertentu. Yang pasti, alokasi terbesar berasal dari APBD dari kota bersangkutan. Misalnya BPK Batam maka ia dialokasikan dalam anggaran Pemkot Batam, BPK Bintan dibagi antara Pemkot Tanjung Pinang dan Pemkab Bintan, begitu juga di Karimun.

Padahal dalam laporan DK ke Menko Perekonomian beberapa waktu lalu, opsi Badan Layanan Umum (BLU) sempat mengemuka. BLU memang yang paling tepat sebagai satuan kerja salah satu instansi pusat agar bisa mengelola sumber pendanaan dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), dan penerimaan lainnya.

"Dengan kepastian status itu, maka selain soal keuangan, ada kejelasan mengenai masalah pelimpahan kewenangan dan kepegawaiannya," tambah Edy Putra Irawady, Deputi Menko yang paling concern terhadap nasib OB.

Namun, dia mengingatkan perlu masukkan dari Kantor Menpan soal kepegawaian, karena ada lebih 2000 pegawai Otorita Batam. "Apakah semuanya akan ditampung di Badan Pengusahaan Kawasan [BPK] Batam atau dibagi bagi ke BPK Karimun dan BPK Bintan. Maka yang di OB-kan sudah pengalaman mengelola kawasan, itu juga akan menghindari tambahan anggaran kepegawaian atau pesangon."

So, bila BLU menjadi pilihan yang tepat saat ini mengapa Ismeth justru lebih sreg dengan status BUMD. Apakah Ismeth lebih nyaman bila ribuan karyawan OB menjadi aset daerah sehingga nasib mereka bergantung di tangan DK semata? Wah kasian bini gua donk!!!

Berarti bener donk kekhawatiran beberapa pegawai OB yang kini mulai grasak grusuk pingin pensiun dini dan pindah ke Pemkot Batam. Bila pada saatnya nanti mereka pensiun dari OB dan masuk ke BPK yang cuma berstatus BUMD, maka besaran pesangon dipastikan lebih kecil dibandingkan bila mereka pensiun dan masuk pemkot. Bener gitu ya???

Padahal, sebagai mantan Sopir OB, Ismeth bisa lebih bijak dalam memilih status dan mestinya dia lebih tau bagaimana karakteristik pegawai OB saat ini dan tentunya memberikan pilihan terbaik bagi ribuan mantan anak buahnya itu.

Yah, namanya phobia..mana tau saja analisa saya diatas salah semua..
hehehehehehhe....

Wednesday, August 27, 2008

Selamat Bekerja BPK Bintan dan Karimun

Dewan Kawasan Perdagangan Bebas Batam Bintan Karimun membuktikan janjinya untuk membentuk Badan Pengusahaan Kawasan Bintan dan Karimun tepat waktu.

Walaupun bergeser sepekan dari jadwal 20 Agustus 2008, tepat pukul 15.00 wib pada 26 Agustus 2008, DK yang diwakili oleh Ketua Tim Percepatan FTZ BBK Suhajar Diantoro dan Kepala Disperindag Provinsi Kepulauan Riau mengumumkan susunan pengurus BPK Bintan dan Karimun di Tanjung Pinang.

Sesuai amanah Peraturan Pemerintah No. 47 dan 48 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas Bintan dan Karimun disebutkan dalam pasal 4 yang berbunyi Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan ditetapkan paling lambat satu tahun sejak PP itu diundangkan. Hal yang sama juga berlaku untuk kawasan Karimun.

Seperti yang pernah diberitakan di blog ini pada 10 Juli 2008 lalu, susunan pengurus BPK Bintan dan Karimun merupakan aparatur daerah yang ditunjuk dan bekerja rangkap di badan pengusahaan dan juga di pemerintahan setempat.

Ismeth mengemukakan personel yang akan duduk dalam struktur BPK Bintan dan Karimun terdiri dari para birokrat daerah yang berasal dari lingkungan pemda setempat. Tujuannya, agar badan tersebut bisa berjalan lancar mengingat belum ada alokasi biaya khusus untuk menunjang operasionalnya.

Alasan dipilihnya para birokrat daerah untuk menjalankan operasional BPK di Bintan dan Karimun, selain masalah biaya, juga demi terselenggaranya proses pelayanan perizinan kepada calon investor.

“Karena badan ini akan fokus dalam urusan investasi asing, makanya untuk tahap awal kami tunjuk para pejabat daerah untuk menjalankan roda organisasi. Tapi nantinya akan ada tambahan personel sesuai kebutuhan,” paparnya.

Belum tahu

Namun sejak DK mengumumkan susunan personel BPK Bintan dan Karimun kemarin, beberapa pejabat yang duduk dalam struktur badan tersebut mendadak jadi sulit dihubungi.

Ketika saya mencoba menghubungi dua pejabat di Kabupaten Karimun yaitu Taufiq Ilyas dan Muhammad Tahar, yang menjabat sebagai Kepala dan Wakil Kepala BPK Karimun, telepon seluler pejabat bersangkutan tidak aktif.

Kedua pejabat tersebut diangkat berdasarkan SK Dewan Kawasan Nomor Kpts/05/DK/VIII/2008 yang ditandatangani oleh Ismeth Abdullah, Ketua DK FTZ Batam Bintan Karimun. Beserta empat orang personel lain yang menjadi anggota yaitu Bidang Administrasi dan Penyusunan Program, Bidang Pelayanan Terpadu, Bidang Bina Sarana dan Prasarana, dan Bidang Pengendalian.

Sementara itu, beberapa pejabat eselon dua di BPK Bintan mengakui belum bisa menjelaskan rencana pengembangan ke depan karena surat keputusan pengangkatan sebagai pengurus BPK baru saja ditandatangani.

”Saya belum tahu dan belum menerima SK, SK BPK baru saja ditandatangani oleh DK,” ujar Junisman, Kepala BPK Bintan.

Hal senada juga disampaikan oleh Bupati Bintan Ansar Ahmad. Pihaknya akan terus mengomunikasikan operasional BPK Bintan nantinya kepada DK karena secara struktural badan tersebut bertanggung jawab kepada DK.

BPK Bintan sendiri dibentuk berdasarkan surat nomor Kpts/04/DK/VIII/2008. Badan tersebut dibagi dua wilayah yaitu BPK Wilayah Tanjung Pinang yang dikepalai oleh R. Izharuddin (saat ini menjabat Sekretaris Daerah) dan Wakil Kepala Herman.

Sedangkan BPK Wilayah Bintan dikepalai oleh Junisman dan wakilnya Wan Rudi Iskandar. Masing-masing badan memiliki empat anggota.

Kendati demikian, ada kesan para pejabat yang ditunjuk mengawaki BPK di dua kawasan itu belum paham dengan tugas pokok dan fungsinya setelah badan itu beroperasi nanti.

Privatisasi

Apakah memang belum ada konsolidasi antara DK dengan para personel BPK sehingga para pejabat yang sempat dihubungi mengaku belum tahu atau bahkan takut dan belum siap berbicara dengan media.

Entahlah, yang pasti pemodal asing masih menunggu gebrakan apa yang akan dibuat oleh BPK versi birokrat ini dalam memberikan kemudahan dan kenyamanan berinvestasi baik di Bintan dan Karimun.

Sepertinya DK sudah punya jawabannya. Dalam beberapa kesempatan wawancara dengan Ketua DK, diperoleh informasi target jangka pendek BPK Bintan Karimun adalah mempercepat pembangunan infrastruktur di dua wilayah tersebut.

Apalagi, kawasan bebas yang ditetapkan melalui PP No. 47/2007 tentang FTZ Bintan dan PP No. 48/2007 tentang FTZ Karimun mayoritas merupakan wilayah pengembangan baru yang butuh sentuhan sarana infrastruktur.

Lagi-lagi muncul pertanyaan, apakah para birokrat itu siap menjadi akselerator pembangunan di wilayah bebas di mana kinerja mereka pada saat duduk di pemda saja tidak terlalu menonjol.

Masih terlalu dini bila publik menilai kemampuan para birokrat yang duduk dalam BPK untuk memacu pembangunan di Bintan dan Karimun, tapi mestinya DK bisa belajar dari Kawasan Perdagangan Bebas Sabang.

Mayoritas birokrat yang duduk dalam BPK Sabang ternyata belum mampu mempercepat pembangunan di kawasan itu. Bahkan sempat muncul wacana agar Gubernur NAD yang juga ex-officio Ketua DK Sabang, menunjuk kalangan profesional dalam BPK.

Sesuai namanya, pengusahaan kawasan maka yang pantas duduk di dalamnya adalah pengusaha, bukan personal birokrat. Tugasnya pun adalah terus menerus untuk mendapatkan keuntungan (pendapatan).

Konsekuensi dari terminologi tersebut adalah sebutan ’Kepala’ untuk nama jabatan yang bemuansa birokratik sebaiknya diganti dengan sebutan ’Direktur’ agar terkesan lebih corporate.

Sebagai badan pengusahaan tentu saja ia harus seoptimal mungkin memikirkan dan berkarya dengan penuh kreatifitas untuk mendapatkan keuntungan bagi daerah dan bagi rakyatnya. Karena kalau tidak, berarti apa yang dilakukannya belum menampakkan hasil yang menggembirakan sebagaimana diharapkan rakyat.

Apakah DK BBK siap melakukan privatisasi terhadap lembaga BPK? Ismeth harus siap karena bila tidak, maka selamanya BPK akan menjadi badan layanan yang menghisap anggaran negara tanpa ada kewajiban untuk mencari keuntungan apalagi pertanggungjawaban.

Tuesday, August 26, 2008

BPK Bintan & Karimun diumumkan sore ini

Dear blogger,

Ini informasi terbaru, Dewan Kawasan FTZ Bintan & Karimun akan mengumumkan susunan pengurus Badan Pengusahaan Kawasan Bintan & Karimun sore ini sekitar jam 3 wib di Tanjung Pinang.

Ketua DK sendiri belum bisa dikonfirmasi mengenai hal ini, mungkin lagi sibuk kali ye..Tapi dua stafnya yaitu Jon Arizal, Kepala Disperindag Kepri dan M. Taufix, Kepala BPID Kepri, justru sudah membenarkan informasi tersebut.

Hmmm..kira-kira siapa saja ya yang akan duduk dalam struktur BPK itu? Apakah sama seperti yang disampaikan Ismeth beberapa hari lalu di Markas Polda Kepri atau ada nama lain yang disiapkannya?

Feeling saya sih, Sekretaris Daerah Kota Tanjung Pinang dan Kepala Badan di Bintan akan menempati posisi Kepala yang masing-masing menjadi koordinator di wilayahnya. Tapi apa mungkin ada dua Kepala, trus wakil kepala siapa yang nempati?
Nah itu dia, ga mungkin salah satu pejabat di atas jadi wakil kepala, bakal terjadi perang dunia nanti.

Tapi kita tunggu saja deh..dari pada mengkalkulasi ga tentu arah..

Semoga BPK yang terbentuk nanti, bisa membawa perubahan bagi Pulau Bintan, bukan malah kemunduran.

Tahniah buat DK, tahniah buat BPK Bintan..
We wish u all the best, but please dont make it worst..

Monday, August 25, 2008

Ternyata Dewan Kawasan FTZ BBK [masih] Ada..

Cukup menarik mengikuti perkembangan FTZ Batam, Bintan, Karimun dalam empat hari terakhir, terutama ketika Ketua Dewan Kawasan Ismeth Abdullah menyatakan akan meneken surat keputusan BPK Bintan dan Karimun pada tanggal 21 Agustus lalu, atau satu hari setelah tenggat waktu berakhir pada 20 Agustus.

Yang menarik adalah, ternyata SK Pembentukan BPK itu sendiri belum juga diteken bahkan Menteri Perekonomian juga belum mendapatkan draft usulan BPK Bintan dan Karimun dari Ketua DK.
Oke lah, mungkin its just a matter of time, kita tunggu saja gebrakan DK selanjutnya, apakah masih terus menebar retorika atau realitas untuk mempercepat implementasi FTZ di BIntan dan Karimun.
Soalnya, saya kok curiga, pernyataan DK akan meneken surat BPK Bintan dan Karimun itu tepat satu hari setelah berita di Bisnis Indonesia berjudul BPK Bintan Karimun batal dibentuk pada 20 Agustus. Jangan-jangan, DK sengaja mengeluarkan statement biar Jakarta menilai DK sudah bekerja walau kenyataannya belum. (Lha, gimana mo kerja, lha wong, ketuanya aja baru diperiksa KPK)

Lets skip the topic..Sekarang lebih baik kita mbahas soal BPK Batam aja. Lagi-lagi menurut Ketua DK Ismeth, BPK Batam akan dibentuk paling cepat September sebelum peralihan aset dan pegawai selesai dilakukan.
Menurut Ismeth, peralihan aset tidak akan menemui banyak kendala sehingga lebih baik bila lembaga BPK nya diresmikan dulu.

Hmmm...sebuah langkah bagus, tapi apakah bisa berjalan seperti yang diharapkan?
Tampaknya DK mencoba memudahkan persoalan terutama konteks peralihan aset dan pegawai OB menjadi milik BPK yang menuai kekhawatiran banyak pihak. Dengan dibentuknya BPK terlebih dahulu, maka perpindahan karyawan dan aset bisa dilakukan dengan smooth tanpa gejolak dan potensi melanggar UU.

Dengan kondisi Otorita Batam saat ini, sebenarnya langkah itu oke-oke saja. Seperti kata Mustofa Widjaja, Ketua OB, saat mengomentari penerbitan PP 46/2007 pada Agustus tahun lalu. "Nantinya, OB hanya berganti baju, sedangkan pegawai dan asetnya tetap sama."
Mudah-mudahan, harapan itu menjadi kenyataan.
Apalagi, saat upacara HUT RI di OB kemarin, sudah ada ketegasan untuk mempertahankan eselonisasi seperti saat ini. Ini artinya, dari sisi kepegawaian, tidak ada persoalan, dan mungkin, mereka sudah siap beralih ke BPK Batam. [satu orang teman di OB bahkan siap menjadi Ketua BPK bila MW mengundurkan diri, hehehehhe..just joke..]

OB sendiri memberikan kesempatan karyawannya untuk memilih, apakah mau terus berkarya di OB [baca: BPK Batam], atau pindah ke Pemkot Batam dan Pemprov Kepri, atau bahkan pensiun dari kedinasan. Dan kesempatan itu, walaupun belum diumumkan secara resmi, tapi beberapa pegawai OB sudah ada yang grasak grusuk pingin pindah ke Pemkot Batam.
Rata-rata mereka adalah golongan tua yang khawatir tidak menerima uang pesangon yang besar bila nanti mereka pensiun dari OB dan pindah ke BPK Batam. Segelintir orang ini, tampaknya ingin belajar dari kasus peralihan pegawai Pertamina ke Otorita Batam pada periode 1974-75.

Pertanyaannya kini, apakah dengan jumlah karyawan OB yang demikian besar, cukup efektif untuk duduk dalam kepengurusan BPK Batam? Menurut saya sih, saat ini saja, dengan 2.700 karyawan, OB terlalu kegemukan untuk mengerjakan satu-satunya kewenangannya dalam alokasi lahan karena memang cuma itu doang kewenangannya sejak Pemkot menarik semua kewenangan OB yang lain.

Nah, bila nanti sudah jadi BPK, tentu kewenangan lainnya akan dikembalikan. Bisa jadi, jumlah karyawannya yang sekarang bisa menangani semua kewenangan yang dikembalikan oleh Pemkot. Tapi apakah pemkot rela kehilangan taji? Pasti ga rela.
Akibatnya, masalah lagi donk..Padahal, kalo semua masalah bisa dibicarakan dan kedua pihak bisa mencapai konsensus yang mengutamakan kepentingan yang lebih besar, ketimbang sibuk memperjuangkan kepentingan kelompok dan ego sektoral semata..

Thursday, August 21, 2008

BPK Bintan & Karimun akan diteken hari ini..

Sungguh aneh bin ajaib..
Ketua Dewan Kawasan Ismeth Abdullah malah lebih lugas menyampaikan siapa Ketua Badan Pengusahaan Kawasan Batam ketimbang struktur BPK Bintan atau Karimun. Padahal, publik masih menunggu, kapan BPK Bintan & Karimun akan diumumkan dan siapa saja personelnya.

Tapi ketika didesak oleh wartawan, Ismeth justru mengungkap nama Mustofa Widjaja sebagai Kepala BPK Batam, sedangkan BPK Bintan Karimun masih dalam proses dan akan diteken dalam waktu dekat alias hari ini.

Hmmm...tampaknya Ismeth ingin bermain-main dulu..dia ingin menggugah rasa penasaran wartawan terutama pengelola blog ini.
Kita tunggu saja, bila diteken hari ini maka besok diperkirakan sudah diumumkan.

Pak Gub, jangan lupa, tolong sms ane ye..Jangan diem-diem aje..
hehehehehehe..

Mustofa Widjaja jadi Kepala BPK Batam

Akhirnya semua keragu-raguan itu terjawab sudah. Posisi Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Batam akan dijabat oleh Mustofa Widjaja, Ketua Otorita Batam saat ini. Kepastian itu disampaikan langsung oleh Ketua Dewan Kawasan Ismeth Abdullah tadi pagi.

Walaupun masih tersisa waktu empat bulan lagi, namun DK sudah menyusun para personel yang akan duduk dalam struktur BPK Batam yang kemungkinan diumumkan sebelum 31 Desember 2008.

Lalu, siapa yang akan mengisi posisi Wakil Kepala? Nah untuk posisi ini ada dua kandidat, yaitu Asyari Abbas, Asisten I Pemerintahan Pemkot Batam dan Syamsul Bahrum, Asisten Ekbang Pemkot Batam.
Asyari diusulkan untuk mewakili Pemkot Batam dalam struktur BPK karena dia memiliki wawasan dan pengetahuan luas tentang otonomi daerah. Sehingga akan lebih klop, bila semangat FTZ yang dimiliki Mustofa bisa diimbangi dengan semangat otonomi versi Asyari sehingga diharapkan bisa memberikan kontribusi positif bagi pembangunan Batam oleh BPK nantinya.

Tapi, Syamsul tidak bisa diabaikan begitu saja. Sebagai Ketua Tim FTZ Pemkot Batam, dari awal abang berpeci itu sudah sangat bersemangat untuk duduk dalam struktur BPK. Emang sih, targetnya jadi Kepala, tapi sepertinya Pak Ketua DK kurang sreg. Mungkin karena Syamsul yang lulusan Queensland dianggap terlalu pinter, sehingga Ismeth khawatir nanti malah merepotkan pula..

Siapa yang akan dipilih oleh DK untuk posisi Wakil Kepala, mari kita menunggu sampai akhir tahun nanti. Tetap pilihannya tidak jauh dari dua orang tersebut.

Selanjutnya, setelah Wakil Kepala, dibawahnya akan diisi oleh 4 - 5 Deputi. Nah, posisi ini akan dibagi antara pejabat Otorita Batam dan Pemkot Batam. Jika formasinya 4 deputi, maka 3 dari OB, 1 dari Pemkot. Tapi kalau 5 deputi, maka 3 tetap dari OB, dan 2 dari Pemkot.
Tapi itu baru tebak-tebak buah manggis lho..karena Ketua DK belum merilis pejabat yang akan mengisi posisi deputi ini.
Ya perkiraannya sih, Deputi OB saat ini akan dipindahkan menjadi Deputi BPK, sedangkan pejabat eselon dua di Pemkot akan dikaryakan mengisi dua posisi deputi di badan pengusahaan.

Untuk mengetahui jawaban pasti, ya mari kita tunggu pengumuman dari Ketua DK..sekitar awal Desember 2008..

Wednesday, August 20, 2008

BPK Bintan & Karimun terancam batal diumumkan hari ini

Hari ini tanggal 20 Agustus tepat satu tahun tenggat waktu pembentukan BPK Bintan dan Karimun, tapi belum ada sinyal apapun dari Dewan Kawasan Bintan dan Karimun terkait pembentukan badan pengusahaan tersebut.

Ada apa gerangan? Apakah karena Ketua DK yang juga Gubernur Kepulauan Riau Ismeth Abdullah diperiksa KPK selama delapan jam terkait kasus alih fungsi hutan lindung Baloi Dam?
Only God Know...

Yang jelas, pagi ini saya menerima pesan singkat dari Sang Ketua DK yang isinya justru membuat saya heran, berbunyi.."SAYA AKAN CEK DULU" Padahal, saya menanyakan apakah BPK Bintan & Karimun jadi diumumkan hari ini dan siapa saja personilnya.

Iye lah pula..Tugas Gubernur tidak cuma mengurusi soal BPK dan FTZ semata, tapi banyak tugas lain termasuk memenuhi undangan KPK untuk diperiksa perihal kasus-kasus alih fungsi hutan di Kepulauan Riau dan Batam.

Lantas, apa jadinya bila Pak Gubernur jadi tersangka dan ditahan oleh KPK? Siapa lagi yang akan mengurusi FTZ BBK? Apa mungkin DK akan diserahkan kepada pak Kapolda atau pak DanLanal? Weleh...weleh...

Inilah akibat dari hasrat ingin tampil sendiri alias one man show...tidak ada lagi pejabat di Kepri ini yang mumpuni selain Ismeth seorang. Siapa lagi pejabat yang memiliki jaringan lobi tingkat tinggi ke Jakarta selain pak Gubernur?
Negatifnya, saat sang gubernur tersandung kasus lama, maka dipastikan tidak ada lagi sopir FTZ BBK. Mau cari sopir tembak, ga mungkin, ntar malah nyungsep ke jurang.

Contohnya ya BPK Bintan & Karimun ini. Pak Gub pasti sedang pening berat memikirkan pemeriksaan kemarin, eh..si pengelola blog ini malah sibuk nanyain kapan pembentukan BPK Bintan..Mbok ya show the respect dikit lah bos..dah tau bapak kita sedang pusing diberondong pertanyaan oleh KPK..

hehehhehe..sory ya pak..

Tuesday, August 19, 2008

Besok [20 Aug] BPK Bintan & Karimun [mestinya] Terbentuk

Tak terasa, besok tanggal 20 Agustus 2008, genap satu tahun sejak pemerintah menerbitkan PP No. 46, 47, 48 Tahun 2007 tentang FTZ Batam, Bintan, dan Karimun pada tanggal 20 Agustus 2007.

Sebagaimana diatur dalam PP No. 47 dan 48, dimana Dewan Kawasan harus membentuk Badan Pengusahaan Kawasan Bintan dan Karimun pada tanggal 20 Agustus 2008 atau satu tahun sejak peraturan itu disahkan.

Seperti apa kesiapan DK [baca: Gubernur Kepulauan Riau] dalam mempersiapkan pembentukan BPK di dua kawasan bebas itu? Tampaknya tidak ada kegiatan yang terlalu signifikan. Bahkan DK Bintan yang terdiri Gubernur sebagai Ketua, Bupati Bintan dan Walikota Tanjung Pinang sebagai wakil ketua, dan anggota yang terdiri dari Danrem, Kapolda, Dan Lantamal, Kakanwil Huk&Ham, Kanwil Pajak, Kanwil Bea Cukai, dan Kepala BPK Bintan itu sendiri, belum satu kali pun menggelar rapat khusus membahas pembentukan BPK.

Hayaaa...ini DK punya ciapa ya..punya Gubernur seorang atau kolektif. Kalo melihat struktur yang ada sih, ada kesan, DK emang diciptakan untuk Gubernur seorang. Ketua merangkap wakil merangkap anggota juga. Ketua DK bukan Superman, but he is the Super Chairman..!!

Oke, besok tanggal 20 Agustus, BPK Bintan & Karimun [mestinya] sudah terbentuk dan diumumkan kepada publik. Sebagaimana pernah dijanjikan Ketua DK Ismeth Abdullah kepada saya, pembentukan BPK B&K tidak akan melenceng dari jadwal atawa tepat waktu sebagaimana diamanahkan PP.

Saya sih agak menyakini, DK sudah punya nama-nama pejabat yang akan duduk dalam BPK Bintan Karimun. Karena dalam beberapa kali perbincangan, tersirat DK sudah menyebutkan beberapa nama yang akan duduk dalam badan pengusahaan itu. Hanya saja, menjelang tenggat waktu bisa saja nama-nama itu berubah.

Emang sih, kalaupun DK urung mengumumkan personil BPK Bintan Karimun tepat pada tanggal 20 Agustus, tidak ada sanksi apapun baik dari pemerintah pusat maupun dari pengelola blog ini. Tapi yang pasti, keterlambatan mengumumkan BPK tepat waktu, sama saja mengindikasikan DK dan jajarannya tidak siap mengelola FTZ BBK.

Saya berharap tidak ada intrik politik apalagi politik dagang sapi dalam menentukan pejabat untuk duduk dalam struktur BPK Bintan Karimun. Tapi rasanya sulit untuk tidak menambahkan bumbu 'kepentingan' dalam penyusunannya.
Apalagi beberapa pekan terakhir, sudah ada sinyal dari Pemkot Tanjung Pinang yang siap menolak BPK Bintan dan mengusulkan pembentukan BPK Tanjung Pinang.

Hmmmm...mari kita tunggu, kira-kira gebrakan seperti apa yang tengah disusun oleh DK pada 20 Agustus besok.

Friday, August 15, 2008

The Investors in Batam Crying For The Change..

"Kami sudah bertemu dengan beberapa investor di sini, they all crying..," ujar Sari Wahyuni, Director of Operational and Quality Assurance Lembaga Management FT- UI saat memberi paparan awal riset Special Economic Zone-Batam Bintan Karimun kepada wartawan di Batam kemarin.

Ya, para investor meratap menanti perubahan yang tidak kunjung datang di bumi FTZ BBK. Whats the hell is going on? Kenapa pemerintah daerah begitu tuli untuk menciptakan perubahan seperti yang diinginkan para pemodal asing itu?
Mereka juga merintih atas berbagai ketidakberesan yang terjadi di wilayah perdagangan bebas ini, kok tidak seperti yang dibayangkan, kenapa tidak ada perbaikan, kok justru semakin parah?

Selama sebulan terakhir, tim riset gabungan Managament Research Centre (MRC) FE-UI bersama Lee Kwan Yew School of Public Policy National University of Singapore (NUS) sudah berkantor di Gedung Politeknik Batam, menyebar kuesioner, melakukan interview, bertemu para pimpinan perusahaan asing, berdiskusi dengan para stakeholder, dan akhirnya menyampaikan hasil awal penelitian kepada para wartawan.

Penelitian ini memang baru saja berjalan, tapi dari hasil wawancara dengan investor, terungkap apa yang menjadi pengharapan dari pemodal tersebut, mereka sangat menantikan adanya berbaikan birokrasi perizinan, kepastian hukum, dan tentunya kenyamanan berusaha.

"Mereka [investor] masih menaruh harapan besar kepada Batam, paling tidak dalam 2-3 tahun ke depan. Setelah itu, jika tetap tidak ada perbaikan, maka saya khawatir, akan terjadi aksi hengkang besar-besaran," kata Sari Wahyuni.

Tim riset mencoba menyimpulkan dua faktor utama yang menjadi concern para investor di Batam yakni tenaga kerja, perizinan one stop service, dan kelembagaan.

Dikotomi lulusan Jawa dan Luar Jawa masih mendominasi pola rekrutment pekerja industri di Batam. Perusahaan cenderung memilih lulusan Jawa karena lebih berkualitas dibandingkan lulusan luar Jawa. Di samping itu, belum tersedianya lembaga pendidikan yang mampu mencetak SDM berkualitas di pulau ini menjadi alasan kenapa perusahaan lebih tertarik mencari lulusan terbaik dari luar pulau.

Pemerintah daerah pun belum memiliki strategi yang jelas khusus disektor pendidikan. Politeknik Batam yang diharapkan menjadi sentra pendidikan tenaga siap pakai malah dijadikan ajang showbiz politik dari pemimpin wilayah ini dan akan berubah nama menjadi Fakultas Teknik Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH). Aya..aya..wae..

Bagaimana dengan perizinan di kantor pelayanan satu atap (one stop service)? Masih memprihatinkan. Layanan perizinan yang tadinya cukup diselesaikan dalam waktu 2-4 hari, kini bisa selesai 2 bulan (kalo ini mungkin kasus per kasus..!). Tapi secara umum, kantor OSS memang telah lekat stigma yang jelek, bahkan definisi OSS telah berubah menjadi one stop one service artinya, setiap setop si perusahaan harus mengeluarkan biaya ekstra untuk men-service instansi terkait.

Yang paling memprihatinkan adalah tumpang tindih kewenangan antara Otorita Batam dan Pemkot Batam. Harmonisme yang tercipta hanya dibibir pak Walikota dan Ketua OB saja, kenyataan di lapangan justru masih banyak terjadi benturan kewenangan dalam pengurusan. Yang tadinya perizinan harus melalui OB, ternyata diserahkan ke Pemkot, tapi ketika sampai ke Pemkot ternyata dilempar ke OB.

Tidak ada kesatupaduan antara dua instansi yang sebenarnya sedang 'bertikai' itu. Yang satu merasa hebat karena sudah 34 tahun membangun pulau ini, yang satunya lagi merasa paling besar karena dilindungi UU Otonom.
Mengapa dua institusi itu tidak bersatu saja, saling melengkapi, saling mengisi, toh..tidak ada yang sempurna. Dengan begitu, keluhan investor bisa segera diakomodir dengan memberikan pelayanan prima.

Kalo sudah demikian, apakah masih relevan bila kelambanan implementasi FTZ ini disebabkan oleh pemerintah pusat? Justru, kuncinya ada di daerah. Sepanjang pemerintah di daerah BBK tidak siap dan lebih memilih menjerumuskan diri dalam pertikaian politik berbingkai status FTZ.

Its so emberrassing..!!

Wednesday, August 13, 2008

Riset FTZ, Belum Terlambatkah????


Lembaga Demografi UI dan Lembaga Kemitraan baru saja menggelar round table discussion dengan para tokoh multi unsur di Batam, mulai dari pejabat kota, organisasi pengusaha, pengusaha kawasan industri, akademisi, aktivis buruh, LSM, dan jurnalis.

Walaupun belum komplit bahan yang dikumpulkan dari hasil ngalor ngidul hari Sabtu pekan lalu, tapi paling tidak para periset sudah mendapatkan sedikit masukan mengenai kondisi riil persoalan FTZ di Pulau Batam. Yang jelas, proses penelitian masih akan digelar oleh LD-UI untuk mendapatkan lebih banyak data dan informasi.

Seusai LD-UI, besok (Kamis/14 Aug) sebuah lembaga riset lainnya yaitu Management Research Centre (MRC) UI bekerjasama dengan Lee Kwan Yew School of Public Policy National University of Singapore akan menggelar konferensi pers untuk memaparkan hasil awal penelitian yang mereka lakukan sejak 2007.

Sepertinya riset kali ini lebih komprehensif karena mereka sudah melakukan wawancara dengan para pimpinan perusahaan asing seperti PT. Schneider, Batam Shipyard & Offshore Association, Batam Japanese Club, Batam Korean Club, PT. Batamindo Investment Cakrawala, Panbil serta Kabil Industrial Park. Tim riset juga telah mengirim kuesioner kepada lebih dari 100 perusahaan lainnya dan masih menunggu partisipasi 500 perusahaan asing lainnya untuk terlibat dalam riset ini.

Hmmm...usaha yang luar biasa... Saya jamin hasilnya akan benar-benar komprehensif sehingga tim riset mendapatkan apa yang mereka inginkan mengenai daya saing kawasan BBK sebagai kawasan ekonomi khusus.

Tapi yang tidak bisa saya jamin adalah hasil riset itu akan digunakan pemerintah pusat dan daerah untuk memperbaiki kebijakan sehingga implementasi KEK atawa FTZ benar-benar terealisasi dengan tepat dan cepat.

Kembali ke judul dari artikel ini? Apakah sudah terlambat menggelar riset di saat implementasi FTZ tinggal selangkah lagi di BBK? Bisa iya bisa tidak.
Iya, riset itu terlambat karena kok baru dilakukan sekarang, kenapa setelah MOU RI-Singapura diteken pada 2006 dan berbagai peraturan dikeluarkan Mengapa tidak riset dulu yang dibuat sebelum kebijakan terkait KEK ini dikeluarkan????

Tapi bisa juga tidak terlambat, mengingat sampai saat ini status FTZ or KEK BBK belum mencapai titik klimaks. DK yang dibentuk berdasarkan PP No. 9, 10, 11 Tahun 2008 masih bertungkus lumus membentuk Badan Pengusahaan di BBK. Tanggal 20 Agustus ini merupakan tenggat waktu pembentukan BPK Bintan dan Karimun, sedangkan Batam pada 31 Desember 2008.

Nah, hasil riset ini kelak bisa saja menjadi bahan pertimbangan bagi DK ataupun BPK untuk menyusun kebijakan di daerah bebas masing-masing. [Itupun kalo kedua lembaga itu mau, tapi biasanya hasil riset hanya dibaca judul dan kesimpulannya doang trus disimpan sampai berdebu di lemari buku]

Bagaimanapun juga, hasil riset ini patut dihargai karena ia merupakan karya intelektual [ liat aja, tim risetnya aja orang-orang berpendidikan tinggi bo', tamatan luar negeri lagi...] Mau dipake kek, mau dibuang kek, dia tetap menjadi dokumen sejarah yang menjadi saksi betapa fenomenalnya KEK-BBK bagi bangsa ini. [ato paling tidak, isu KEK ini telah memberikan proyek bagi lembaga riset, upsss..sorryy!]

Monday, August 11, 2008

FTZ yang bikin keki..(2)

Setahun berlalu sejak 'Tragedi UU FTZ Batam', pada Juli 2005, Menteri Keuangan Jusuf Anwar mengeluarkan dua Permenkeu No. 60 dan 61 Tahun 2005 dan satu Permendag oleh Mendag Mari Pangestu. Tiga surat keputusan itu dikenal dengan Paket Deregulasi Juli tentang Tempat Penimbunan Berikat Batam-Bintan-Karimun.

Paket Deregulasi Juli itu mengeluarkan satu istilah baru bagi Batam, yaitu Bonded Zone Plus (BZP). Embel-embel 'plus' itu berarti tidak ada lagi pemeriksaan Bea Cukai di dalam kawasan industri, pemeriksaan hanya pada satu pintu keluar di Pelabuhan Batu Ampar.
Plus yang lain, bagi perusahaan yang ingin dapat fasilitas pajak dan fiskal, maka dia harus terdaftar sebagai Perusahaan Dalam Kawasan Berikat.

"Inilah rohnya FTZ," demikian promosi Dirjen BC Eddy Abdurrahman waktu sosialisasi BZP di Gedung OB pada 2005.

Praktis sejak itu hingga tahun ini, tidak ada lagi peraturan soal pajak yang dikeluarkan pemerintah. Ini artinya, ketika UU FTZ No. 44/2007 disahkan, kemudian keluarnya PP no. 46, 47, dan 48 Tahun 2007 soal FTZ Batam, Bintan, Karimun, masih mengacu pada insentif pajak yang berlaku pada Paket Juli itu.

Bahkan PP 63 yang kontroversial pun direvisi melalui PP No. 30 Tahun 2005 dengan mencabut satu pasal soal pajak barang tidak berwujud atau PPN jasa luar negeri.

Ketika BZP diresmikan adakah investor yang hengkang rame-rame atau eksodus? Tidak ada, kalaupun ada itu juga karena masalah internal ketimbang masalah insentif dalam kawasan industri. Apakah ada investor yang komplain? Tidak ada, kalaupun ada itu komplain karena pungutan liar di instansi perizinan, di pelabuhan, dan diimigrasi, dan di dinas tenaga kerja.

So, kesimpulannya, investor masih nyaman di Batam terutama dengan berbagai insentif dalam kawasan industri yang mereka dapatkan sebagai PDKB. Tinggal bagaimana stake holder di luar kawasan untuk mereformasi diri agar tidak lagi memperburuk keadaan dengan pungli yang semakin menjadi-jadi.

Adakah status FTZ ini memberikan banyak perubahan bagi perbaikan mentalitas birokrat di Batam? Tidak ada, yang ada hanyalah salah pengertian mengenai tugas pokok dan fungsi dari para birokrat itu dalam menempatkan diri dalam status FTZ.

Bagaimana mungkin seorang Asisten Bidang Ekonomi Pemkot Batam memberikan usulan soal pencabutan PP No. 63 Tahun 2003 soal pengenaan pajak terhadap empat komoditi yakni kendaraan bermotor, rokok, mikol, dan elektronik di Batam. Apa urgensinya, dia mengusulkan hal itu? Apakah Pemkot Batam dirugikan oleh pemberlakuan PP 63 itu?
Okelah, kalo dia berpikiran investor terganggu, investor yang mana?

Jadi kalo bisa kita menarik benang merah dari sikap pesimisme dan phobia itu sebenarnya dimunculkan dari dalam diri Batam sendiri, bukan dari kebijakan.
Memang harus diakui, dari kacamata hukum, rentetan produk hukum yang dikeluarkan presiden sejak Agustus 2007 hingga 2008 ini, sangat tidak lazim dan memperkosa norma kewajaran tatanan hukum sebuah negara.

Tapi itulah kualitas pemerintah kita dengan segala keterbatasannya. Seharusnya, dengan kelemahan pemerintah itu, pemerintah daerah lah yang tampil menjadi ujung tombak untuk membuat keadaan semakin baik. Salah satunya, bersama-sama menyusun strategi di tingkat lokal untuk memberikan kenyamanan bagi investor.

Adakah itu dilakukan? Tidak ada. Pemprov Kepri dalam hal ini Ismeth Abdullah masih kebingungan dengan Dewan Kawasannya. Mau dikemanakan DK yang berisi para birokrat dan pejabat struktural. Bagaimana mungkin seorang Komandan TNI AL memikirkan FTZ yang sama sekali tidak pernah dia jumpai selama berkarir di angkatannya.

Pemkot Batam juga sama. Pak Walikota sibuk ngurusi Visit Batam Year yang tak jelas urgensinya. Pak Wakil Walikota sibuk nge-blog untuk membuktikan diri sebagai Bapak Digital Batam. FTZ, hanya dipikirkan oleh Bung Syamsul Bahrum, karena kebetulan tidak ada lagi pejabat di pemkot yang mau memikirkan isu FTZ itu dan kebetulan SyB berminat untuk selalu mengemban jabatan biar dibilang sibuk.

Otorita Batam, tak jauh beda. Institusi itu digoncang ketidakpastian. Pimpinannya pun mulai resah apakah masih dipakai atau tidak setelah DK membentuk Badan Pengusahaan. Tugas OB yang utama pun sebenarnya tinggal satu, yaitu ngurusin lahan-lahan di pulau ini [rebutan dengan para mafia yang berkeliaran di dalam tubuh OB sendiri]. Tugas lain sudah diserahkan ke Pemkot Batam, dan tugas perizinan sudah ditarik oleh pusat melalui kantor bersama BKPM di Gedung Sumatera Centre.

Tugas promosi, masih dilakukan secara periodik. Ini masih perlu, agar muncul kesan OB masih terus berupaya menarik minat investor asing walaupun negara tujuan promosinya tidak signifikan seperti kasus Polandia.

Jadi, apakah masih relevan bila DK, pemkot Batam, dan seluruh stake holder di Batam menyalahkan pemerintah pusat??
Saya kok melihat ada indikasi pulau ini dilanda syndrome 'buruk muka cermin dibelah'. Persoalan utama ada di dalam pulau ini, kok malah menyalahkan pusat.

Sayangnya, diskusi FTZ dengan Lembaga Demografi -UI itu tidak mendapatkan benang merah yang diinginkan, tidak saja oleh saya selaku jurnalis, tapi juga oleh periset itu. Ada beberapa topik yang tidak dijawab oleh peserta diskusi. Moderatornya pun tidak tegas, entah karena tidak paham dengan tema FTZ Batam ini atau apa, sehingga peserta rebutan ngomong ngalor ngidul lompat sana sini tapi tidak fokus.

Nah, pada Rabu mendatang, satu lembaga riset lagi Management Research Centre UI akan menggelar diskusi FTZ yang sama. Kebetulan saya juga diundang lagi. Saya akan pastikan untuk hadir, agar jelas, kira-kira apa sih maunya kedua lembaga riset ini terhadap isu FTZ Batam.

Apakah murni riset intelektual atau hanya sebatas proyek semata? Karena apapun hasil yang disimpulkan oleh dua riset itu, saya yakin tidak akan memberikan perubahan berarti bagi perbaikan kondisi Batam pasca FTZ.
Ia hanya akan jadi bahan bacaan di perpustaan UI, LIPI dan Bappenas, tanpa pernah jadi bahan rekomendasi dalam menyusun kebijakan oleh pemerintah.

Terakhir saya ingin mengulang sindiran dari seorang teman praktisi hukum. "Coba lihat, negara tetangga saza sudah berlari kencang, eh kita masih sebatas studi. Mau zadi apa pulau ini..?" ujarnya disertai tawa ngakak kami berdua.

FTZ yang bikin keki..

PESIMISTIS...demikian kira-kira kesimpulan Lembaga Demografi UI dan Lembaga Kemitraan setelah selama kurang lebih enam jam saya dan belasan tamu undangan dari berbagai kalangan berdiskusi mengenai status free trade zone yang disematkan kepada Batam.

Dua lembaga riset itu menilai para pejabat, pengusaha lokal, dan aktivis sudah mengalami pesimisme kompleks terhadap kelanjutan program penguatan ekonomi Batam melalui status FTZ itu. Padahal, menurut saya sih, ini bukan pesimisme lagi, tapi sudah phobia, takut, jangan-jangan FTZ hanya pemanis belaka.

Tapi apa benar demikian? Saya kok melihat, sebenarnya substansi dari permasalah FTZ kita ini bukan soal pesimisme atau phobia. Tapi lebih dari itu, komitmen dari seluruh stake holder di pulau ini untuk mempercepat pemberlakuan FTZ itu sendiri. Saat ini bola sudah berada di tangan pemerintah setempat, tinggal bagaimana mengolahnya dan terciptalah golllll...[baca: GOAL]

Kalo kita mau merunut lagi ke zaman 1971 ketika pertama kali pulau ini dibuat hingga statusnya pada 2008. Sudah bergonta ganti status, mulai dari bonded warehouse, trus ganti lagi jadi bonded zone, trus bonded island, kemudian wacana bergulir untuk mempertegas status Bonded Island menjadi FTZ seluruh pulau. [kebetulah, pada 2000, ada rencana dari pemerintah untuk memberlakukan PPN dan PPn-BM di pulau ini]

Akibatnya, seluruh tokoh berjuang ke Jakarta untuk menggolkan FTZ ini dengan harapan rencana pemberlakuan PP Pengenaan Pajak di Batam bisa ditunda. Berhasil, pengenaan pajak ditunda hingga empat kali dan terakhir ditutup pada Desember 2003 dengan keluarnya PP No. 63 Tahun 2003.

Semua terkejut, sia-sia semua perjuangan, pemerintah tetap bergeming untuk memberlakuan pajak di pulau ini, ini artinya Batam tidak ada kekhususan lagi. Tapi bukan berarti perjuangan berakhir, isu FTZ terus digulirkan dan klimaksnya pada September 2004 ketika DPR RI mengesahkan UU FTZ Batam, tapi ogah diteken oleh Bunda Megawati.
Semua tokoh perjuangan FTZ kecewa, termasuk Pak Ismeth, yang waktu itu masih ketua Otorita Batam.

Tapi ada satu hal menarik. Kendati kecewa, toh, investasi asing tidak terganggu. Tidak ada eksodus investasi asing dari Batam seperti yang ditakutkan beberapa kalangan. Mereka oke-oke saja. Walaupun dari sisi OB menilai, pengkhianatan Megawati terhadap UU FTZ Batam itu justru semakin mempersulit posisi OB terutama dalam memberikan janji-janji insentif bagi calon investor mancanegara.

"Kami jadi sulit mempromosikan Batam sebagai sebuah kawasan investasi, karena janji kami dulu bahwa Batam akan menjadi FTZ ternyata dimentahkan oleh presiden kami sendiri," demikian kira-kira gerutu Ketua OB waktu itu.

Friday, August 8, 2008

Univ. Indonesia & Lembaga KEMITRAAN gelar riset FTZ

Dear blogger,

Penetapan Pulau Batam sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas sejak Agustus 2007 lalu telah menarik perhatian lembaga-lembaga riset di Jakarta untuk menggelar studi di pulau ini. Tidak tanggung-tanggung, dua lembaga riset yakni Management Research Centre Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Lembaga KEMITRAAN serempak hadir di Batam.

MRC FE-UI bekerjasama dengan National University Singapore (NUS) akan menerjunkan timnya selama dua hari pada tanggal 13-14 Agustus 2008 mendatang. Selama dua hari itu, mereka akan menggelar focus group discussion bersama para investor dan pemerintah setempat.

Demikian juga dengan Lembaga KEMITRAAN pimpinan Mohammad Sobary. Besok--tanggal 9 Agustus 2008, mereka akan menggelar round table discussion dengan mengundang para akademisi, pemda, DPRD, pengusaha, dan LSM untuk sharing informasi mengenai implementasi FTZ beserta kendala yang dihadapi.

Kita patut mendukung kegiatan dua lembaga tersebut. Itu bukti bahwa tidak saja orang Batam yang peduli terhadap kelanjutan nasib pulau ini, tapi juga orang luar Batam. Mereka adalah para pemikir yang begitu concern dengan penetapan pulau ini sebagai kawasan ekonomi khusus yang menjadi pilot project bagi pengembangan kawasan sejenis di daerah lain di Indonesia.

Kepedulian yang diwujudkan dalam bentuk riset yang mana hasilnya akan dipublikasikan dan menjadi rekomendasi kepada pemerintah pusat. Mereka tentu ingin mendapatkan perspektif yang jernih tidak saja dari pemerintah daerah dan otoritas setempat, tapi juga masyarakat yang terdiri dari pengusaha, akademisi, dan tentu saja dari pengelola blog ini..hehehehehe..

Apapun hasil yang mereka peroleh, tentunya itu akan menjadi bahan untuk perbaikan kebijakan terhadap pulau ini. Mungkin sebagian pihak masih menilai, FTZ yang ditetapkan di Batam belum dijalankan dengan komitmen penuh. Tidak saja dari pusat, tapi juga dari daerah.

Status FTZ justru jadi ajang pertarungan politik praktis yang melibatkan segelintir pejabat elit lokal. Memang, hal ini tidak akan muncul secara kasat mata, tapi berbagai analisa praktis bisa mengarah pada kesimpulan itu. (baca blog archieve: FTZ BBK Memalukan..!!)
Semua dinilai dari kacamata kekuasaan, sehingga melupakan tujuan utama dari status FTZ ini, yakni memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pemodal yang akhirnya meningkatkan daya saing dan daya dorong Batam sebagai tujuan investasi dunia.

Masa kita kalah sama Johor yang semakin kinclong setelah Iskandar Development Region dilaunching. Singapura yang menjadi pangsa utama investasi Batam tentunya akan semakin memilah mana tempat yang paling baik.
Kendati negara pulau ini menjadi mitra Indonesia dalam pengembangan kawasan BBK, tapi bukan berarti mereka tidak bisa memilih.

Selain itu, bagaimana dengan mental aparatur daerah, apakah sudah menyiratkan perbaikan? Belum sih, dan semestinya ada arah perbaikan, bukannya malah makin memperburuk. Bagaimana dengan Otorita Batam? Hmmm, sepertinya, jajaran pemimpin OB masih mengkalkulasi, kira-kira, seperti apa tindakan yang pas dilakukan dalam waktu kurang dari enam bulan ke depan menjelang peralihan aset dan pegawainya menjadi milik Badan Pengusahaan Kawasan Batam. (untuk mengetahui cerita lengkap soal status OB, bisa dilihat di blog archieve pada bulan Juli..)

Seperti acara program yang akan digelar oleh MRC FE-UI dan Lembaga KEMITRAAN itu selama di Batam? Nantikan cerita lengkapnya di blog tercinta ini, karena saya mendapat kesempatan untuk hadir dalam forum diskusi yang digelar oleh dua lembaga itu dalam waktu yang berbeda hingga pekan depan.

Wednesday, August 6, 2008

Ketua BPK Bintan bukan Wako Pinang atau Bupati Bintan

Dear blogger,

Ketua Dewan Kawasan FTZ Bintan memastikan posisi Ketua Badan Pengusahaan Kawasan Bintan tidak akan ditempati oleh Bupati Bintan Ansar Ahmad atau Walikota Tanjung Pinang Suryatati A. Manan.

Ismeth Abdullah, sang Ketua DK, justru telah mengantongi nama pejabat struktural dari Pemkot Tj. Pinang dan Pemkab Bintan untuk menjadi koordinator dalam BPK Bintan. Pejabat itu bisa saja Sekretaris Daerah atau Kepala Dinas teknis yang terkait dalam pengembangan investasi dan perdagangan.

Hmmm...Apakah langkah DK ini cukup bijaksana ditengah perseteruan dua pejabat tinggi di Bintan itu? Saya rasa sangat bijak. Penunjukkan dua pejabat dari Pinang dan Bintan untuk menjadi koordinator bagi pengembangan wilayah masing-masing merupakan langkah efektif untuk meredam aksi saling klaim kekuasaan.

Nantinya, koordinator wilayah Tanjung Pinang akan bertanggung jawab dalam pengembangan investasi di Tanjung Pinang, demikian juga koordinator dari Bintan untuk wilayah Bintan. "Tidak mungkin pejabat dari Bintan akan mengurusi wilayah Tanjung Pinang atau sebaliknya," kata Ismeth kepada saya sekitar satu jam yang lalu.

Ismeth mengingatkan bahwa dalam implementasi FTZ di Bintan ini jangan lagi memperebutkan posisi. "Yang penting adalah kinerja, bukan jabatan. Bagaimana supaya FTZ Bintan bisa berjalan efektif," tuturnya.

Selain itu, Wako Tanjung Pinang dan Bupati Bintan khan sudah menjadi Wakil Ketua dalam Dewan Kawasan Bintan, jadi untuk apa lagi duduk sebagai Ketua BPK. Biarkanlah pejabat yang lain --walaupun belum tentu mampu-- untuk menjabat sebagai pengurus dalam BPK Bintan.

Tujuan DK menunjuk birokrat untuk mengelola BPK tak lain untuk mempercepat berjalannya fungsi dan tugas BPK dalam implementasi FTZ di pulau itu. Apalagi, pada tahap awal, BPK belum memiliki sumber pendanaan sendiri sehingga masih harus mengandalkan kucuran dana dari APBD baik Tanjung Pinagn maupun Bintan.

"Nanti, setelah BPK berjalan dan memperoleh penghasilan sendiri, maka alokasi biaya dari APBD akan dihapus, dan sepenuhnya BPK berjalan sebagai sebuah institusi profit dalam mengembangkan kawasan," tandas Ismeth.

Kami doakan semoga semua berjalan lancar ya pak..

FTZ BBK Memalukan..!!!

Memang memalukan tingkah polah para birokrat di dalam kawasan bebas ini. Belum lagi implementasi FTZ dijalankan, eh..mereka sudah sibuk berantem berebut posisi dalam Badan Pengusahaan Kawasan (BPK). Mereka itu sadar gak sih..!! Harusnya mereka malu dengan negara tetangga.

Inilah yang terjadi di Pulau Bintan, negeri segantang lada. Pulau yang ditetapkan memiliki lima kawasan perdagangan bebas itu diambang ketidakpastian. Padahal tenggat waktu pembentukan BPK FTZ Bintan tinggal 14 hari atau dua pekan lagi.

Penyebabnya adalah perseteruan antara Walikota Tanjung Pinang Suryatati Manan dan Bupati Bintan Ansar Ahmad. Wako Tj Pinang menolak bergabung dalam BPK Bintan karena mereka merasa memiliki dua wilayah FTZ dalam teritorialnya sehingga selayaknya memiliki BPK sendiri. Selain itu, bila bergabung dalam BPK Bintan, maka kedaulatan wilayah dan administrasi di bawah Pemkot Tanjung Pinang akan terancam.

Ketakukan --baca: phobia-- yang melanda Bunda Suryatati tak lain karena dari jauh hari Bang Ansar, sang bupati, sudah mengincar posisi ketua BPK Bintan, ini artinya, secara de jure, wilayah kekuasaan si abang akan semakin besar, tidak lagi seputaran Bintan Buyu, Lobam, dan Tanjung Uban, tapi sudah melebar hingga ke Tanjung Pinang, Kijang, dan Galang Batang. Gud..gud..gud..

Siapa yang salah dari perseteruan ini? Tidak ada yang salah, yang salah adalah si phobia yang bernama FTZ itu. Status FTZ itulah yang telah menebar virus phobia kepada para pejabat di lingkungan pemerintah daerah yang masuk wilayah FTZ yakni Batam-Bintan-Karimun.
Bunda Suryatati tidak bisa disalahkan, nafsu kuasa yang masih menggelora di hatinya membisikkan hasutan untuk melawan segala bentuk kebijakan yang menginginkan single authority di FTZ Bintan. It should be double authority, for Bintan and for me--Tanjung Pinang.

Padahal dalam PP No. 47 Tahun 2007 tentang FTZ Bintan, telah menegaskan pembentukan hanya satu BPK yaitu BPK Bintan yang dibentuk oleh Dewan Kawasan. Dalam hal ini, key person adalah Ismeth Abdullah, sang ketua DK.
Saya jamin, Pak Ismeth dilanda kepeningan yang amat sangat, karena perseteruan dua birokrat di bawahnya itu. Genderang perang FTZ baru akan ditabuh, eh..malah dua pejabat saling tarik menarik kekuasaan.

Jadi kesimpulannya, DK harus tegas. Sebagai penguasa tunggal FTZ BBK, dan penentu keberhasilan implementasi FTZ di BBK, Ismeth harus berani memutuskan bahwa hanya ada satu authority dalam FTZ Bintan. Desakan atau aksi merajuk khas wanita yang ingin dilakukan oleh Bunda Suryatati, harus sebisa mungkin diabaikan.

Bila DK berani membentuk dua BPK dalam satu kawasan FTZ Bintan, sudah pasti, ini akan jadi preseden yang buruk bagi kredibilitas DK itu sendiri, disamping potensi pelanggaran terhadap peraturan negara yakni PP karena DK berani melanggar ketentuan dalam PP 47.

Nah, kalo sudah menyentuh wilayah hukum dan pelanggaran ketentuan, saya jamin Ismeth tidak berani terutama soal FTZ yang sedang disorot banyak orang. Kalo masih seputar hutan lindung Baloi atau mobil pemadam kebakaran sih oke lah..dia masih bisa berkelit. Tapi bila ada pelanggaran UU dalam implementasi FTZ ini, maka bisa-bisa dia 'dikeroyok' rame-rame oleh kelompok oposisi yang selama ini menolak FTZ diberlakukan di Batam.

So, lets us waiting for the next episode of FTZ..less than two weeks from now..


Tuesday, August 5, 2008

Digital Island or Intelligent Island, mau yang mana?? (2)

Digital or intelligent island di Batam memang masih sebatas wacana. Komitmen nyata baru muncul dari para operator seperti Telkom dan Indosat. Sedangkan pemerintah setempat hanya baru bisa ngomong doang. Bagaimana mau ngurusin soal intelijensi atau digitalisasi sebuah pulau, lha wong ngurus jalan aja belum mampu.

Tapi ada baiknya bila saya berbagi informasi sedikit mengenai penyiapan manajemen infrastruktur berbasis IT dalam sebuah kota. Saat berkunjung ke Bandar Baru Nusajaya - Johor Bahru, akhir pekan lalu, terlihat bagaimana kesiapan mereka membangun sebuah kota lengkap dengan konsep kota pintar alias intelligent city.

Ada empat strategic initiative yang mereka dalam membangun sistem dan proses sebuah kota pintar yaitu: intelligent city management platform, safety and security, multi-telco environment, dan eco-Nusajaya.

Pertama, intelligent city management platform terdiri dari city management system yang meliputi beberapa kebijakan penyediaan sarana publik seperti air bersih, transportasi, telekomunikasi, keamanan, energi, kesehatan, pengolahan limbah, dan lingkungan. Kemudian application and services yang meliputi penyediaan e-government, city management, city planning, facilities management, safe city, emergency response, e-services, crisis management, dan marketing.

Kedua platform itu teraplikasi secara terstruktur dalam portal utama Nusajaya dimana nantinya para pebisnis, penduduk kota, pemerintah, dan para pengunjung/pelancong bisa mengakses semua kebutuhannya secara online dan real time melalui portal tersebut.

Kedua, safety and security. Pengembang bandar baru Nusajaya ini akan menerapkan sebuah konsep pencegahan terhadap tindakan kejahatan yang mungkin akan terjadi dalam kawasan kota baru tersebut. Namanya Crime Prevention through Environmental Design (CPTED). Sistem ini akan diaplikasikan dalam tiga metode yakni Natural Territorial Reinforcement, Natural Surveillance Control, dan Natural Access Control yang semuanya berbasis IT dan terencana.
Aplikasi konsep yang terintegrasi di atas dikenal dengan nama Civil Command, Control, Communications, Computers and Intelligence atau Civil C4i.

Ketiga, multi-telco environment, dimana penyediaan sarana infrastruktur dan jaringan telekomunikasi berbasis layanan, menjadi keharusan dalam pencapaian kota pintar di Nusajaya.
Keempat, eco-Nusajaya, mengimplementasikan kegiatan pembangunan yang ramah lingkungan mulai dari penyediaan air baku, pengolahan limbah, manajemen energi, dan konservasi.

Keempat strategic initiative itulah yang kini sedang diaplikasikan oleh UEM Land Bhd, dan Pemerintah Johor Bahru dalam pembangunan bandar baru Nusajaya. Jika lancar, maka pada 2011, konsep tersebut akan terealisasi.

Nah, apa korelasinya dengan pencanangan Batam Digital Island? Tidak ada, sebab Batam dan Nusajaya berbeda ruang dan waktu (kita beda satu jam lho..). Yang menyamakan adalah kita sama-sama sebuah kota. Yang membedakan, Batam dulu tumbuh melalui perencanaan tapi kini berkembang seperti tanpa rencana, sedangkan Nusajaya memang direncanakan menjadi sebuah kota.

Apa cukup pencanangan tanpa ada perencanaan dan disain? Ya jelas tidak donk, kalo memang pemkot serius mau mengembangkan menjadi pulau pintar dan digital, paling tidak kita--rakyatnya yang awam ini--bisa tahu bagaimana disain untuk menjadi sebuah pulau pintar. Bukan sekedar pencanangan tanpa dasar. Kasian deh..

Digital Island or Intelligent Island, mau yang mana??

Dear blogger,

Pagi ini kita sama-sama baca berita mengenai cita-cita PemKot Batam untuk mewujudkan Batam Digital Island yang akan dilaunching bertepatan dengan ICT Expo 2008 di Mega Mall tanggal 7 Agustus mendatang.

Sebenarnya apa sih yang ingin dicari dari pencanangan-pencanangan seperti itu? Belum lagi cita-cita Batam Intelligent Island terwujud, trus ada lagi Batam Digital Island. Maunya apa sih, yang satu belum tuntas sudah sibuk mau buat gebrakan baru.

Saya sih ga ambil pusing, mau digital kek, intelligent kek, hi-tech kek, atau apalah, yang penting adalah apa manfaat dari pencanangan itu, tidak saja bagi masyarakat tapi juga manfaat bagi pemodal dan dunia usaha.

Menyiapkan Batam sebagai pulau digital ataupun pulau intelligent tidak cukup dengan bermodal laptop, blog, dan komunikator doank, tapi lebih dari itu, infrastruktur dasar sebuah kawasan yang berbasis IT harus dipersiapkan.

Kita mesti berterima kasih kepada Telkom dan Indosat yang telah membangun jaringan broadband dan fiber optic di sekeliling pulau Batam dalam mendukung cita-cita sebagai pulau intelligent itu. Telkom Speedy juga sudah ekspansi mulai cafe, hotel, RS, kantor, dan ruang publik untuk memberikan akses internet cepat kepada masyarakat.

Nah, dimana peran pemerintah daerah. Otorita Batam sudah menyiapkan semua. Bermodal dana hutangan dari Korea senilai US$26 juta, OB tengah membangun infrastruktur e-gov untuk Batam. Ini pun tak jelas, untuk siapa proyek e-gov itu, apakah pemkot juga dilibatkan atau OB doank.
Pemkot Batam juga katanya menyiapkan e-gov, tapi e-gov nya seperti apa juga tidak jelas. Apakah dengan membuat website sendiri, lantas e-gov sudah jalan? Sementara hubungan antar instansi masih lelet dan mengandalkan praktek kolutif. Hmm..lagi-lagi pikiran picik yang ada.

Jadi kesimpulannya, pemkot jangan ikut-ikutan sibuk soal digital atau intelligent deh, masih banyak tugas pemkot yang belum selesai, terlalu tinggi bila pemkot ikut ngurusin soal digitalisasi pulau ini.

Atau jangan-jangan, pencanangan Batam Digital Island oleh pemkot ini hanya ajang gagah-gagahan karena Otorita Batam sudah lebih dulu mencanangkan Batam Intelligent Island pada tahun 2000?? Hmmm...

Monday, August 4, 2008

Iskandar Development Region, Memberikan Bukti..


Dear blogger,

Pada tanggal 01 Agustus 2008 lalu, saya berkesempatan melihat langsung kesiapan pembangunan kawasan Iskandar Development Region (IDR) - Johor Bahru menjadi kawasan investasi dan perdagangan terbesar di wilayah Asia Tenggara. Konon, IDR bakal menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru regional mengalahkan Singapura.

Hmmm..IDR memang sedang bermimpi, tapi bukan mimpi di siang bolong. Pemerintah Malaysia telah menyiapkan segala sesuatunya untuk mewujudkan mimpinya tersebut. Uang miliaran Ringgit pun digelontorkan untuk membangun sarana prasarana fisik untuk mengukuhkan cita-cita tersebut.

Memang benar, Malaysia (pemerintahan kerajaan Johor Bahru) tidak sedang main-main. Aroma pembangunan dan keseriusan pun sudah tercium saat kaki menginjakkan Negeri Johor. Jalanan yang mulus di seluruh pelosok negeri, menjadi bukti keseriusan itu. Jalan yang saling terhubung antara satu kawasan dengan kawasan lain, seolah menyambut kedatangan para investor untuk memilih JB sebagai tujuan investasi.

Ya, kita tidak perlu mencari pembanding lain. Dari pembangunan jalan saja, sudah jelas tekad sebenarnya dari pengelola negeri itu untuk membangun IDR sebagai the most attractive investment destination in the region. Forget about Batam..!!

IDR memang tidak gembar gembor soal status free trade zone, mereka hanya punya satu tujuan, memberikan kemudahan dan pelayanan arus keluar masuk barang melalui wilayah itu. Tentunya dengan jaminan infrastruktur yang kualitas dunia, mulai dari Pelabuhan Tanjung Pelepas, hingga jalan raya dan lebuh raya (tol) yang menghubungkan pelabuhan dengan kawasan industri dan bandar udara.

Sebenarnya, IDR bukanlah sebuah kawasan baru. Ia merupakan penggabungan lima kawasan pertumbuhan di Johor Bahru, yakni Western Gate Development (Port of Tanjung Pelepas), Bandar Baru Nusajaya, JB City Centre, Senai Air Port, dan Eastern Gate Development (Pasir Gudang Port). Total luas IDR sendiri mencapai luas 2.217 kilometer persegi atau tiga kali luas Singapura.

Dari kelima kawasan itu, hanya Nusajaya yang merupakan kawasan yang dikembangkan dari sebuah areal hijau. Pengembang Nusajaya, UEM Land Bhd dipercaya untuk membangun sebuah bandar baru di luar pusat kota Johor. Nantinya, Nusajaya akan menjadi pusat pemerintahan, perdagangan/investasi, residensial, pendidikan, dan entertainment.

Perjalanan kami ke Nusajaya pun lancar karena jalanan yang mulus. Walaupun pembangunan dan konstruksi masih berlangsung di sana-sini, namun pengembang sudah menyiapkan jalanan yang berkualitas. Tidak ada lubang, semua mulus dan lebar.

Mengapa saya lebih fokus pada jalan, ya karena dari jalan saja, sudah jelas apa yang diinginkan oleh si pengembang Nusajaya atau bahkan pemerintah Johor Bahru. Pemodal bisa melihat mana pengelola kawasan yang serius atau tidak dari pembangunan jalannya.

Saat makan siang, seorang teman yang ikut rombongan ke Nusajaya berkata," apa sih yang spesial dari Johor Bahru ini, kok terlihat biasa aja?"
Saya langsung jawab," Upsss..anda salah, kalo kita ingin bandingkan Nusajaya dengan Batam, liat satu indikator saja.. JALAN RAYA..Betapa hebatnya mereka membangun jalan, sehingga rasanya Batam Free Trade Zone tidak ada apa-apanya."

Hehehehe...bukan maksud hati membesar-besarkan Johor dengan IDR nya, tapi begitulah kenyataannya. Pengelola Batam ini hanya OMONG DOANG, ngakunya kawasan bebas, tapi membangun jalan yang bermutu saja tidak mampu, bagaimana mau membangun sebuah kawasan pertumbuhan baru.

Nah, saat saya ngobrol dengan pengelola IDR, jelas sekali posisi Batam di mata mereka. Batam FTZ bukanlah ancaman bagi IDR, mereka hanya membandingkan Iskandar dengan Singapura, Hongkong, dan Dubai. Which mean, Batam is nothing..

(so, nantikan ulasan berikutnya soal posisi Batam dan Singapura di mata IDR)