Wednesday, October 10, 2007

DPR Sahkan Perpu I/2007 Jadi UU FTZ

Jakarta (ANTARA News) - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui pengesahan RUU tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1/2007 tentang kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas menjadi Undang-Undang (UU).Semua fraksi yang berjumlah sembilan fraksi di DPR menyetujui pengesahan RUU tersebut dalam rapat paripurna DPR, Selasa, kecuali Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP).FPDIP menyatakan tetap menolak RUU tentang Perpu No I/2007 menjadi UU karena dinilai penetapan Batam, Bintan dan Karimun menjadi kawasan perdagangan bebas (FTZ) tidak cukup dengan Peraturan Pemerintah turunan UU itu."Kami berniat mempelopori adanya landasan hukum yang kokoh atas Batam, Bintan, dan Karimun, yakni melalui Undang-Undang," kata anggota fraksi PDIP, Hasto Kristiyanto, saat membacakan pandangan fraksinya.FPDIP akan mengajukan Rancangan UU inisiatif pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)B Batam, Bintan, Karimun (BBK).RUU KEK BBK, lanjut dia, merupakan landasan hukum yang akan memberikan kepastian investasi dan akan terbentuk FTZ yang memperkuat semangat otonomi."UU itu merupakan landasan yang memungkinkan pengaturan kelembagaan dengan kejelasan urusan pemerintah pusat, pemerintah otonom Kota Batam dan kejelasan mekanisme kerja dengan Otorita Batam," jelasnya.PDIP juga menolak dilakukannya voting dan menyatakan tidak ikut dalam pengesahan UU tersebut."Dengan demikian kita tidak bertanggung jawab terhadap keputusan UU ini," ujarnya.Meski menyetujui pengesahan UU FTZ, Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) memberikan beberapa catatan dan syarat."PKS meminta pemerintah untuk sungguh-sungguh melakukan antisipasi setelah disahkannya Perppu menjadi UU," kata anggota FPKS, Refrizal.Anggota DPR dari PAN, Nasril Bahar mengatakan, pemerintah tidak boleh menerbitkan lagi Peraturan Pemerintah tentang FTZ sebelum ada UU KEK.Selain itu, pemerintah harus menyediakan kawasan khusus untuk Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam kawasan perdagangan bebas itu.Sebelumnya, Ketua Komisi VI DPR, Didik J. Rachbini menjelaskan, bahwa dalam pembahasan selama ini ada beberapa isu yang butuh perhatian pemerintah, diantaranya mengenai waktu pembahasan yang kurang dari satu bulan, penafsiran kegentingan yang memaksa dan disharmoni kebijakan."Perpu FTZ ini dibahas secara efektif dalam waktu kurang dari 1 bulan dari 14 September-4 Oktober dan ini waktu yang singkat untuk menyusun UU, namun Anggota Komisi VI menyadari bahwa FTZ penting untuk menarik investasi," ujarnya

FTZ cukup dengan PP

JAKARTA: Pembentukan kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas (free trade zone/ FTZ) yang semula harus melalui UU kini cukup dengan peraturan pemerintah (PP), menyusul disetujuinya Perppu No. 1/2007 oleh sidang paripurna DPR di Jakarta, kemarin.

"Perubahan dasar hukum itu untuk mempercepat terciptanya landasan hukum dalam membenahi iklim investasi," kata Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu ketika membacakan pandangan akhir pemerintah dalam sidang itu।

Mendag menambahkan ketidakpastian hukum akibat sejumlah perubahan pascakrisis ekonomi mengakibatkan iklim investasi di BBK makin tidak kondusif, meski pemerintah pusat dan daerah telah memperbaiki berbagai peraturan terkait investasi.

Di tempat yang sama, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Muhammad Lutfi menyatakan perubahan dasar hukum dari UU menjadi PP itu tidak akan membedakan status kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas yang ada।?

Sebab, sebelum UU tentang Penetapan Perppu No.1/2007 disepakati, Indonesia telah memiliki UU No. 36/2000 yang merupakan Penetapan Perppu No. 2/2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang menjadi UU.

"Kedudukan Batam, Bintan, dan Karimun tidak berbeda dengan Sabang।? Justru itu yang diperbaiki," tambahnya saat berkunjung ke Bisnis setelah rapat paripurna tersebut।

Karena itu, menurut dia, Perppu No.1/2007 justru membuat BBK yang jadi kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas masing-masing melalui PP No.46/2007, PP No.47/2007, dan PP No.48/2007 lebih kuat secara hukum.

Jalan pintas
Dalam sidang tersebut, satu fraksi yakni F-PDIP, ditambah dua legislator F-PAN-Dradjad H. Wibowo dan Alvin Lie-mengajukan minderheidsnota.
Juru bicara Fraksi PDIP Hasto Kristanto menyatakan catatan keberatan itu didasarkan kebutuhan atas kebijakan strategis yang terencana, final, dan menyeluruh, untuk pengelolaan BBK, bukan dengan jalan pintas, tambal sulam atau kebijakan trial and error.

Keberatan itu, sambung dia, bertolak dari pemahaman bahwa Perppu tersebut mengatur penetapan suatu daerah menjadi FTZ hanya melalui PP। Padahal, ada hal prinsip dalam FTZ, yaitu lepasnya sebagian kedaulatan negara terhadap suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu।

"Harapan kita terhadap Batam berakhir antiklimaks, bukan UU penetapan kawasan ekonomi khusus yang dikeluarkan. Tapi malah PP yang tidak cukup kokoh menyangga harapan yang begitu besar terhadap kawasan yang strategis itu."

Hasto menegaskan fraksinya tidak menolak upaya pemerintah dalam memperbaiki iklim investasi di BBK। F-PDIP justru ingin memperkuat dasar hukum perbaikan tersebut। Karena itu, cara yang ditempuh dalam menetapkan suatu kawasan FTZ harus melalui UU।

"Kami sudah siapkan RUU Inisiatif Penetapan Batam, Bintan, dan Karimun sebagai FTZ। Pada saat yang sama, kami juga akan mengajukan judicial review terhadap Perppu ini. RUU inisiatif hanya butuh 13 orang, dan kami akan fight," tegasnya.

Sementara itu, Alvin Lie mengatakan pemerintah harus sudah siap dengan skema perbaikan struktur dan sistem legalisasi investasi di BBK, termasuk membangun sistem hak atas tanah rakyat, mengembangkan usaha mikro dan kecil, serta mengantisipasi penyelundupan।

Alvin menyadari sikapnya tidak didukung penuh fraksinya। Sebab, meski mengajukan sejumlah syarat, fraksi itu tetap setuju dengan penetapan Perppu tersebut. "Saya dan Dradjad bisa memahami Perppu ini, tapi tidak dapat menerima Perppu FTZ sebagai UU," tegas Alvin.

Seusai sidang, Mendag, Lutfi, Menhuk-HAM Andi Mattalata dan Gubernur Kepri Ismeth Abdullah yang menggelar konferensi pers, menjanjikan peningkatan daya saing, penambahan ekspor dan investasi ke BBK pascapersetujuan RUU Penetapan Perppu No। 1/2007.

Lutfi mengatakan penetapan BBK sebagai FTZ akan membuka 88।000 lapangan kerja dari investasi Rp104,33 triliun. Sejak 2 Agustus, 20 perusahaan telah menyatakan minatnya berinvestasi senilai US$1,9 miliar di BBK.

Peningkatan investasi ke BBK diharapkan menaikkan ekspor dalam tiga tahun sebesar US$14,9 miliar, 14% dari total ekspor nasional. Lalu memangkas tren relokasi 26 pabrik dari kawasan tersebut yang sudah menciptakan lapangan kerja bagi 29.140 orang.