Saturday, June 9, 2007

Kepri masih menunggu PP

BATAM: Segenap pelaku usaha dan pemerintahan di Batam masih menunggu diberlakukannya peraturan pemerintah (PP) yang mengatur lebih spesifik tentang status pulau Batam, Bintan, dan Karimun.
Gubernur Kepulauan Riau Ismeth Abdullah, mengatakan secara umum pemberlakuan Perppu Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas itu sudah cukup memadai.
“Sejauh ini respon dunia usaha juga positif dan sekarang sedang ditunggu PP yang menetapkan luas wilayah kawasan perdagangan bebas di BBK,” ujarnya kepada Bisnis kemarin.
Dia mengemukakan tim di daerah sedang mempelajari pasal demi pasal guna meneliti kemungkinan implementasi PP itu di tiga wilayah ini, termasuk melengkapi beberapa hal yang belum terakomodir dalam PP itu nantinya.
Sementara itu Abdullah Gosse, Wakil Ketua Bidang Perdagangan Kadin Provinsi Kepri, menegaskan tidak banyak perubahan pada Perppu FTZ ini yaitu tiga pasal dan satu pasal peralihan.
Menurut dia, setelah perppu itu diberlakukan maka selanjutnya akan dikonsultasikan apakah perlu ditingkatkan menjadi UU Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) untuk mengakomodir kepentingan percepatan pertumbuhan ekonomi di beberapa kawasan yang sudah ditunjuk termasuk BBK.
“Namun demikian, perppu ini sudah memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha dan industri di kota ini, selanjutnya tinggal menunggu keluarnya PP pada pekan depan,” papar Gosse.
Syamsul Bahrum, Asisten Bidang Ekonomi Pembangunan Pemko Batam, menyikapi pengesahan perppu ini sebagai langkah berani yang diambil pemerintah untuk percepatan pembangunan ekonomi nasional.
“Nantinya implementasi dari perppu ini diatur dalam bentuk PP. Jelas ini memberikan kepastian iklim investasi, kejelasan hubungan kerja pusat dan daerah melalui Dewan Kawasan, dan tentu saja kepastian insentif fiscal,” tuturnya.
Selain itu, perppu ini juga memberikan landasan hukum yang jelas bagi kelanjutan kerja joint steering committee (JSC) dan joint working group (JWG) dalam penyelesaian 75 rencana aksi pengembangan kawasan ekonomi khusus antara Indonesia dan Singapura.
Terlepas dari itu semua, melalui aturan baru itu diharapkan ada ketegasan antara peran daerah otomoni dengan badan pengusahaan kawasan bebas. “Sebab dalam otda, sudah diatur mengenai pembentukan kawasan-kawasan bebas,” tandas Syamsul.
Namun sikap pesimistis masih dilontarkan oleh DPR. Harry Azar Azis, anggota DPR-RI asal Provinsi Kepulauan Riau, menegaskan salah satu alasan munculnya keberatan dari kalangan dewan di DPR karena pemerintah terkesan meninggalkan peran legislative dalam penyusunan perppu tersebut.
“Masalahnya bukan di substansi tapi di mekanisme, jadi kami himbau pemerintah agar mengkonsultasikan perppu itu sebelum diberlakukan,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Dia mengatakan bila perppu itu disahkan maka hanya berlaku satu bulan sebab setelah itu harus dibahas lagi oleh DPR untuk mendapatkan rekomendasi dan bila DPR menolak perppu tersebut maka peraturan itu tidak bisa diusulkan lagi.

Wednesday, June 6, 2007

Pemerintah sahkan Perppu No. 1/2007 tentang FTZ

BATAM: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 36 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas. Penandatanganan Perppu No. 1 Tahun 2007 disikapi positif oleh kalangan pengusaha di Batam.
Johanes Kennedy Aritonang, Ketua Kadinda Provinsi Kepulauan Riau, menegaskan pengesahan perppu ini merupakan langkah maju dari pemerintah karena dengan demikian wilayah ini sudah memiliki payung hukum yang jelas.
“Kami menilai pemerintah sudah penuhi komitmennya untuk membuat landasan hukum bagi kawasan Batam-Bintan-Karimun,” ujarnya kepada Bisnis kemarin.
Mengenai substansi dari perppu itu sendiri, dia mengaku tidak mempermasalahkannya karena pengesahan perppu ini diharapkan menjawab keresahan pengusaha tentang kepastian hukum di kawasan ini.
Dia mengharapkan iklim investasi di Batam akan semakin baik dengan pemberlakuan perppu ini dan arus pemodal asing juga diharapkan terus meningkat sehingga peluang kerja bisa makin terbuka luas.
Sementara itu Jadi Rajagukguk, Wakil Ketua Bidang Promosi dan Investasi Kadinda Provinsi Kepri, menegaskan sebenarnya yang diinginkan daerah adalah aturan hukum dalam bentu undang-undang, tapi dengan diberlakukannya perppu ini setidaknya sudah menjawab keinginan dunia usaha.
“Apapun bentuknya lebih baik dijalani saja dulu, yang penting payung hukum sudah ada dan kita tunggu implementasinya di lapangan,” tuturnya.
Perppu Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas atau Free Trade Zone (FTZ) ini pada prinsipnya tidak terlalu banyak mengubah isi dari UU No.36/2000 tentang FTZ. Pasal yang berganti pun tidak substansial.
Pasal yang berubah adalah pasal 2 tentang lokasi kawasan bebas, pasal 3 tentang sektor-sektor usaha yang dapat dikembangkan dalam kawasan bebas, dan pasal 4 mengenai titik koordinat kawasan perdagangan bebas.
Implementasi dari perppu ini akan dituangkan dalam bentuk peraturan pemerintah yang akan terbit minggu depan.
Syamsul Bahrum, Asisten Bidang Ekonomi Pembangunan Pemko Batam, menyikapi pengesahan perppu ini sebagai langkah berani yang diambil pemerintah untuk percepatan pembangunan ekonomi nasional.
“Implementasi dari perppu ini diatur dalam bentuk PP. Jelas ini memberikan kepastian iklim investasi, kejelasan hubungan kerja pusat dan daerah melalui Dewan Kawasan, dan tentu saja kepastian insentif fiscal,” tuturnya.
Selain itu, perppu ini juga memberikan landasan hukum yang jelas bagi kelanjutan kerja joint steering committee (JSC) dan joint working group (JWG) dalam penyelesaian 75 rencana aksi pengembangan kawasan ekonomi khusus antara Indonesia dan Singapura.
Terlepas dari itu semua, melalui aturan baru itu diharapkan ada ketegasan antara peran daerah otomoni dengan badan pengusahaan kawasan bebas. “Sebab dalam otda, sudah diatur mengenai pembentukan kawasan-kawasan bebas,” tandas Syamsul.

Draft Perppu KEK harus dikonsultasikan

BATAM: Kalangan anggota dewan menghimbau pemerintah agar mengkonsultasikan draft Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Kawasan Ekonomi Khusus sebelum diberlakukan.
Harry Azar Azis, anggota DPR-RI asal Provinsi Kepulauan Riau, menegaskan salah satu alasan munculnya keberatan dari kalangan dewan di DPR karena pemerintah terkesan meninggalkan peran legislative dalam penyusunan perppu tersebut.
“Masalahnya bukan di substansi tapi di mekanisme, jadi kami himbau pemerintah agar mengkonsultasikan perppu itu sebelum diberlakukan,” ujarnya kepada Bisnis kemarin.
Dia mengatakan bila perppu itu disahkan maka hanya berlaku satu bulan sebab setelah itu harus dibahas lagi oleh DPR untuk mendapatkan rekomendasi dan bila DPR menolak perppu tersebut maka peraturan itu tidak bisa diusulkan lagi.
Informasi yang berkembang menyebutkan draft Perppu KEK akan segera rampung dan disahkan pada minggu pertama Juni ini. Jadwal tersebut molor dari perkiraan semua pada akhir Mei lalu.
Mengenai keengganan pemerintah mengajak DPR dalam pembahasan perppu ini, menurut Harry, disebabkan oleh ketidakyakinan pemerintah terhadap beberapa substansi krusial dalam peraturan tersebut.
“Tapi itu dugaan saja, keberatan anggota dewan akan semakin menguat bila perppu itu diberlakukan,” paparnya.
Sementara itu Abdullah Gosse, Wakil Ketua Bidang Perdagangan Kadin Provinsi Kepri, mengungkapkan perppu yang saat ini berada di meja presiden adalah Perppu Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas atau Free Trade Zone (FTZ).
“Pertimbangannya adalah perppu itu sebagai revisi dari UU No. 36/2000 tentang Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas (FTZ). Jadi itu bukan perppu KEK, seperti yang selama ini diributkan,” tuturnya.
Menurut dia, setelah perppu itu ditandatangani maka selanjutnya akan dikonsultasikan apakah perlu ditingkatkan menjadi UU Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) untuk mengakomodir kepentingan percepatan pertumbuhan ekonomi di beberapa kawasan yang sudah ditunjuk.
Nantinya, kata dia, dalam RUU KEK itu baru bisa diketahui dimana posisi Batam-Bintan-Karimun, apakah perlu diatur tersendiri dalam bentuk peraturan pemerintah atau dibuatkan UU tersendiri atau bahkan diatur dalam pasal tertentu.
“Masih perlu waktu panjang untuk mempertegas status BBK ini. Penantian Batam selama tujuh tahun akan bertambah panjang lagi,” tandas Gosse.