Monday, November 24, 2008

China the best producer of steam power engine, but Siemens is the most

Siapa produsen mesin pembangkit berbahan bakar batu bara terbaik di dunia?
Jawabnya, pasti China. Negara berpenduduk lebih dari satu miliar jiwa itu memiliki banyak perusahaan yang memproduksi teknologi baru mesin pembangkit batu bara.

Mungkin atas pertimbangan itulah, Head of Power Generation Division PT Siemens Indonesia, Jochen Overberg, pada 2006 pernah mengakui, perusahaan China adalah yang terbaik di dunia untuk mesin-mesin pembangkit berbahan bakar batu bara.
Namun, ada dua masalah penting yang harus diantisipasi, yakni emisi karbon ke lingkungan dan efisiensi pembangkit setelah dioperasikan.
Untuk dua persoalan ini, sepertinya tidak perlu terlalu dipusingkan, karena Indonesia masih cukup 'ramah' untuk setiap pencemaran lingkungan.

Tapi anda tau gak, walaupun China the best producer of steam power engine, justru Siemens merupakan the best of the best untuk teknologi terbaru mesin pembangkit uap ini. Berkat teknologi terbaru Siemens yang diaplikasikan disejumlah pembangkit di China, now power generation in the People’s Republic is becoming increasingly efficient, environmentally compatible, and sustainable.

Komitmen China untuk menerapkan komitmen efisien, ramah lingkungan, dan sustainable ini sudah dimulai di Provinsi Zhejiang, sebelah selatan Shanghai, tempat dimana beroperasinya pembangkit listrik paling moderen di China.

PLTU Yuhuan terdiri dari empat turbin berkapasitas masing-masing 1.000 MW, yang mana Unit 3 dan 4 akan diresmikan pengoperasiannya pada akhir November ini. Fasilitas pembangkit itu mampu meningkatkan efisiensi hingga 45% dan melebihi standard internasional.
Saat ini, rata-rata efisiensi mesin pembangkit di China sekitar 30%. Pencapaian di PLTU Yuhuan itu menyamai standard efisiensi di Amerika Serikat dan bahkan melebihi standard di Eropa yang hanya 38%.

PLTU Yuhuan dioperasikan oleh Huaneng Power International Inc. dan keberhasilan angka efisiensi itu tak lepas dari kontribusi Siemens yang memperkenalkan mesin ultra supercritical steam turbine yang mampu memproduksi dalam temperatur 600 °C dan tekanan 262.5 bar pada mesin uap utama. Generator itu pun diproduksi oleh Siemens.

"Saya telah melihat banyak sekali mesin pembangkit dalam kurun waktu 25 tahun terakhir, tapi disain dan performa yang dimiliki mesin PLTU Yuhuan sangat spesial," ujar Lothar Balling, Vice President Steam Power Plants Siemens.

Operator Yuhuan juga sependapat dengan pernyataan itu, "Kami mengetahui sejak lama, Siemens telah memasok teknologi terkini dan sistem berkualitas tinggi. Huaneng butuh pengembangan teknologi seperti ini untuk membantu mengembangkan perusahaan," ujar Fan Fan XiaXia, Vice President of Huaneng Power International Inc.

Keberhasilan Huaneng dalam mengelola PLTU Yuhuan telah memacu kebijakan pemerintah China untuk memperbaiki kualitas generator pembangkit di seluruh negeri itu. Kini, peningkatan efisiensi, environmental compatibility, dan sustainability merupakan sebuah keharusan bagi industri kelistrikan di China.
"Pemerintah China menegaskan ekonomi negara itu tidak akan bisa tumbuh dengan mengorbankan lingkungan. Itu sebabnya, dalam rencana Five - Year Plan ke 11 berisi target yang sangat ketat dalam mengurangi polusi dan memperbaiki efisiensi energi," ujar Hu Shihai, Assistant General Manager at China Huaneng Group.

Saat ini, 73% produksi listrik China diperoleh dari pembangkit batu bara, satu-satunya sumber energi yang dimiliki negara itu dalam jumlah besar sehingga tidak perlu lagi mengimpor dengan harga tinggi. Pada tahun 2007, sekitar 1,5 miliar ton batu bara dibakar di seluruh pembangkit uap di China.
Setiap perbaikan efisiensi pembangkit akan memberikan dampak yang cukup substansial bagi konsumsi sumber daya alam negara itu, biaya bahan bakar, dan emisi gas rumah kaca. Faktanya, peningkatan setiap poin persentasi efisiensi berdampak pada penurunan ongkos bahan bakar sebesar 2,5% poin. Untuk pembangkit ukuran menengah berkapasitas 700 MW dan beroperasi selama 7.000 jam per tahun bisa mengurangi 100.000 ton karbondioksida setiap tahunnya.

"Efisiensi dan teknologi pembangkit yang ramah lingkungan telah memainkan peran utama dalam upaya mengurangi emisi CO2. Tujuan kami adalah untuk menyadarkan dunia akan masalah ini," ujar Balling.

Pendekatan yang digunakan Siemens ternyata sejalan dengan strategi politik China. Negara itu bertekad mengalahkan Amerika sebagai negara produsen gas rumah kaca dan terkait dengan keputusan Kyoto-Protocol, China semakin serius untuk mengantisipasi ancaman pemanasan global.

So, bila China saja bisa berubah, bagaimana dengan Indonesia. Negara yang juga kaya batu bara ini mestinya bisa mengaplikasikan teknologi pembangkit ramah lingkungan dalam setiap pembangunan PLTU di Indonesia termasuk di Batam.
Sudah menjadi tugas operator pembangkit untuk mengkampanyekan kepada masyarakat akan efek dari gas buang mesin pembangkit ini. Masyarakat berhak tahu, dampak negatif dari PLTU selain juga dampak positif yang dihasilkannya.

Ratusan Ribu Buruh di Batam terancam PHK

Kalangan pengusaha Batam mengancam melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal pada tahun depan jika pemerintah pusat tidak merevisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 33/2008 tentang Harga Jual Listrik Batam.

"Akibat kenaikan listrik dan krisis ekonomi global, industri manufaktur dan shipyard terseok-seok. Mulai tahun depan pengusaha bisa melakukan PHK sampai 100.000 orang," tegas Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepulauan Riau Abidin Hasibuan, kemarin.

Kenaikan tarif listrik industri di Batam sebesar 14,3% dinilai sangat memberatkan dunia usaha karena akan mengakibatkan pembengkakan beban biaya hingga 53%.Para pelaku usaha dan industri di Batam sebelumnya mengancam boikot tidak bersedia membayar tarif baru yang berlaku efektif per 1 November.

Hal itu, ternyata tidak cukup untuk membatalkan pemberlakukan kenaikan tarif listrik baru itu.Pemutusan hubungan kerja itu, ungkap Abidin, terpaksa dilakukan oleh pengusaha guna mengurangi beban biaya operasional. Akumulasi beban mencapai puncaknya pada Juni atau Juli 2009.Kondisi itu akan semakin parah akibat penurunan aktivitas ekspor Batam yang mulai terjadi saat ini hingga 40% akibat penurunan order pekerjaan dari luar negeri.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Batam Sigit Budiarso mengatakan sebelum tarif listrik naik, hotel-hotel di kota itu mengalokasikan 14%-18% dari pendapatannya untuk membayar tagihan listrik.

"Dengan kenaikan ini, pembengkakan pengeluaran untuk biaya listrik mencapai 20%-40%. Kondisi ini tentu sangat memberatkan industri perhotelan sementara tingkat okupansi hotel masih stagnan," ungkapnya.

Pelaku usaha ritel juga mengeluarkan sedikitnya 30% dari total pengeluaran beban operasional sebelum tarif listrik naik. Menurut Dolly, pemilik grup ritel Top 100, kenaikan tarif listrik industri tersebut membuat pengelola pusat perbelanjaan harus menanggung lonjakan pengeluaran biaya listrik sebesar 55%-60%.Dolly memastikan pengelola pusat perbelanjaan akan menaikkan biaya sewa kepada penyewa sehingga akan berdampak pada kenaikan harga berbagai produk yang dijual kepada masyarakat.

Sementara itu, Gubernur Kepulauan Riau Ismeth Abdullah meminta kepada Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro agar meninjau kembali Permen No. 33/2008 guna mengurangi beban operasional dunia industri.

"Kita lihat ketentuan-ketentuan yang ada di PLN seperti apa. Macam-macam peluangnya, apakah akan direvisi. Apakah kenaikannya bertahap atau dilakukan penundaan," ujarnya.Ismeth menilai kenaikan tarif listrik industri di Batam saat ini kurang tepat dilakukan oleh pemerintah pusat.

Industri di Batam sedang mengalami kelesuan akibat krisis ekonomi global.Menurut dia, jika tidak ada krisis seperti sekarang ini, mungkin tidak ada masalah. Namun, saat ini penerimaan dunia usaha sangat menurun. "Kami akan cari titik temunya. Jadi, kami minta masing-masing pihak untuk menahan diri.

Oleh karena itu, dia dapat memahami reaksi dari sejumlah asosiasi pengusaha di Batam yang menolak kenaikan tarif listrik dengan berbagai sikap, termasuk tidak bersedia membayar tagihan berdasarkan tarif listrik baru. Dalam surat yang akan dilayangkannya kepada Menteri EDM itu, Ismeth juga akan meminta agar Menteri ESDM bersedia menerima perwakilan dari asosiasi pengusaha di Batam. Selama ini, imbuhnya, para pengusaha sebatas bertemu dengan pejabat setingkat direktur dan belum pernah bertemu dengan Dirjen atau Menteri ESDM secara langsung.

UMK deadlock

Pada perkembangan lain, setelah 7 kali melakukan pembahasan upah minimum kota (UMK) Batam 2009, akhirnya forum tripartit memutuskan untuk menyerahkan penetapan besaran upah kepada Gubernur Kepulauan Riau.Keputusan ini diambil kembali karena terjadi deadlock. Perwakilan pekerja dan pengusaha gagal menyepakati besaran UMK.

"Ini pertemuan terakhir, pihak pekerja dan pengusaha sepakat untuk tidak sepakat," ujar Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Batam Rudi Syakiakirti, seusai rapat pembahasan UMK, kemarin.Menurut dia, pada rapat terakhir itu tidak ada perkembangan sama sekali. Perwakilan pengusaha tetap bertahan pada angka Rp960.000 dan pekerja juga bersikukuh dengan besaran Rp1,35 juta.

Dinas Tenaga Kerja Kota Batam, ujar Rudi, selaku perwakilan dari Pemkot Batam dapat memberikan usulan besaran UMK karena hanya memosisikan diri sebagai fasilitator.Pemkot Batam akan memberikan usulan besaran UMK kepada Gubernur Kepulauan Riau secara langsung setelah terlebih dahulu Disnaker memberikan laporan proses pembahasan UMK tersebut kepada wali kota Batam

Pembangkit Uap siap beroperasi di Batam pada 2011

Tarif listrik di Batam diperkirakan akan turun pada tahun 2011 mendatang, seiring dengan beroperasinya satu pembangkit tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara. Tapi tunggu dulu, dengan catatan bila harga batu bara tidak melonjak tinggi seperti ketika minyak meroket tak terkendali.

Tapi paling tidak, PT Tanjung Kasam Power (TJK Power), selaku pemilik PLTU Kasam masih berkomitmen untuk menyelesaikan pembangunan PLTU itu dengan menandatangani kontrak dengan China Huadian Engineering Co. Ltd (CHEC)senilai US$130 juta untuk rekayasa, pengadaan, dan konstruksi .

Penandatanganan kerja sama itu sekaligus merupakan bukti komitmen kelanjutan pembangunan PLTU yang sempat macet akibat mundurnya mitra lama Dongfang Electric Corporation. Perusahaan itu menyatakan tidak mampu melaksanakan perjanjian sesuai dengan jadwal.Keputusan PT TJK Power menggandeng CHEC itu setelah dilakukan evaluasi teknis dan keuangan pada pelaksanaan pembangunan PLTU berkapasitas 2x55 megawatt (MW) tersebut.

Margamulia Arifin, Direktur Utama PT TJK Power, menjelaskan untuk pendanaan proyek tersebut akan didukung oleh China Exim Bank sebagai pemilik dana, sedangkan pemasok kredit oleh Sinosure China."Kesepakatan finansial diperkirakan terealisasi dalam 3-4 bulan mendatang setelah semua syarat administratif terpenuhi," ujarnya seusai penandatanganan kontrak engineering, procurement, and construction (EPC) di Jakarta, pekan lalu.

Dia mengatakan selama kurun waktu tersebut, kedua pihak akan memulai tahap desain, pematangan lahan, mobilisasi pekerja, peralatan, serta pembangunan fasilitas di lokasi seperti instalasi listrik, air, mess, dan kantor proyek.Penandatanganan kontrak EPC ini sekaligus memberikan angin segar bagi kelanjutan pembangunan pembangkit listrik dalam upaya mengantisipasi ancaman krisis listrik yang mungkin terjadi pada 2009.

PT PLN Batam yang menjadi salah satu pemegang saham dalam TJK Power akan mendapatkan tambahan energi listrik dari pembangkit uap yang diperkirakan beroperasi pada 2011.Rencana pembangunan PLTU Tanjung Kasam ini sebenarnya sudah dimulai sejak 2003 setelah perusahaan melakukan pelelangan proyek. Saat itu diputuskan pemenangnya adalah Dongfang Electric asal China.Namun, pada perkembangannya Dongfang gagal melanjutkan pembangunan sesuai dengan jadwal karena mengalami banyak persoalan di antaranya gempa bumi di Sinchuan dan kenaikan harga material.Pada beauty contest yang dilakukan pihak TJK Power pada akhir Agustus 2008, perusahaan memutuskan China Huadian Engineering Co. Ltd untuk menggantikan posisi Dongfang dalam melanjutkan pembangunan PLTU tersebut karena sudah tertunda sekian lama.

"Pihak CHEC sudah mengonfirmasi pembangunan pembangkit akan selesai dalam waktu 24 bulan," tutur Margamulia.

Dua pembangkit uap
Jika jadwal pembangunan tidak berubah, pada 2011 mendatang sebanyak dua pembangkit uap buatan China akan beroperasi di Pulau Batam. Pertama, PLTU Tanjung Kasam kapasitas 2x55 MW yang dibangun oleh China Huadian. Kedua, PLTU Kabil kapasitas 4x25 MW yang dibangun oleh Shandong Machinery Import and Export Group. Operator PLTU Kabil adalah PT Tria Talang Mas yang merupakan perusahaan penanaman modal asing asal Malaysia.

Kendati dua pembangkit uap menggunakan mesin China tetapi pendanaannya berasal dari sindikasi yang berbeda. PLTU Kabil dibiayai oleh konsorsium empat bank asing, yakni Islamic Development Bank (IDB) dan tiga bank Malaysia yaitu Exim Bank Sdn. Bhd, Bank Muamalat Malaysia Bhd, dan RHB Bank Group dengan total pendanaan sebesar US$170 juta. Adapun PLTU Tanjung Kasam didukung oleh China Exim Bank.Kehadiran 2 PLTU di Kabil itu dinilai sangat positif sehingga pelanggan semakin mendapat jaminan pasokan energi.

Tuesday, November 18, 2008

Pelabuhan Liar terbanyak di Indonesia itu berada di Kepulauan Riau

Baru-baru ini Departemen Perhubungan merilis sebuah data tentang pelabuhan-pelabuhan liar [baca: tikus] di Indonesia. Informasi itu saya baca pada sebuah running text di sebuah TV berita nasional. Jumlahnya ada 46 pelabuhan liar, dan tau gak, sebagian besar dari pelabuhan liar itu ternyata berada di Batam dan Kepulauan Riau.

Terus terang, saya sih ga terlalu kaget dengan data itu. Sejak dulu kala, wilayah ini memang sudah menjadi epicentrum pelabuhan ilegal. Nah, ketika Batam menjadi pusat pertumbuhan ekonomi Kepri lah, eksistensi pelabuhan ilegal itu menjadi perhatian pemerintah karena keberadaannya tidak relevan lagi dengan semangat menyukseskan status free trade zone di kawasan ini.

Bicara soal pelabuhan liar atau tikus, itu bukan domain-nya Batam saja, tapi seluruh kabupaten kota yang ada di provinsi ini. Baik di Karimun, Bintan, Lingga, dan Natuna. Wilayah yang terdiri dari kepulauan menjadi salah satu faktor mengapa pelabuhan liar bisa tumbuh subur.
Kata seorang pejabat, "Harap maklum saja, pelabuhan liar itu khan untuk menopang distribusi barang kebutuhan pokok masyarakat."

What d hell? Kok bisa kita disuruh maklum. Okelah, mungkin dalam tataran hukum normatif, keberadaan pelabuhan liar itu sudah salah kaprah, tapi ada hukum yang berlaku di tengah masyarakat yang bersifat permisif atau membolehkan segala cara. Seolah-olah, tanpa keberadaan pelabuhan liar itu maka akan mengganggu tatanan hidup bermasyarakat. hehehehhe..aneh bin ajaib.

Yang pasti, dengan status FTZ, keberadaan pelabuhan liar itu harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan pri keadilan..hayahhh..kok jadi preambule UUD 45 sih..
Gini aja deh, sampai kapanpun, pelabuan liar di Kepri tidak akan pernah ditutup. Seperti yang sudah saya katakan di atas, sulit untuk menertibkannya karena memang dikelola oleh masyarakat setempat dengan berbagai alasan.
Dan yang paling utama, aparat bea cukai kesulitan orang untuk mengawasi ratusan pulau di Kepri ini yang bisa dijadikan pintu masuk barang-barang ilegal.

Memang sih, secara parsial, ada saja yang tertangkap baik oleh TNI AL, Pol Airud, dan Bea Cukai, serta Satpol PP [kalo suatu saat nanti mereka diberi kapal patroli]. Tapi dari sekian banyak yang tertangkap, juga masih banyak yang tidak tertangkap..
Kesimpulannya, ya..masalah ini tidak akan pernah selesai..selain hanya jadi pemanis diskusi saja..termasuk dalam blog ini..
Jadi, nikmati saja..hehehehhee

Monday, November 17, 2008

Meredam 'isu panas' di sektor perbankan

Jelang akhir pekan lalu, tersiar e-mail dan sms gelap mengenai sejumlah bank publik yang sakit, sehingga akan terjadi rush menyusul kabar kalah (telat) kliring Bank Century. Kabar itu membuat pelaku pasar, Bank Indonesia, otoritas pasar modal (Bapepam-Lembaga Keuangan dan Bursa Efek Indonesia), dan kepolisian pun sibuk.
Polisi kemudian menangkap Erick Adriansjah pada Sabtu malam. Analis PT Bahana Sekuritas ini diketahui sebagai pengirim e-mail ke sejumlah investor mengenai analisisnya terhadap beberapa bank yang kesulitan likuiditas.
Namun, analisis itu dibantah pemilik dan pengelola bank.
Situasi panik tampaknya mulai melanda masyarakat. Namun, syukur Alhamdulillah, masyarakat sudah makin terdidik dan tidak serta-merta memercayai isu tersebut. Bahkan tidak sedikit warga masyarakat yang melaporkan ke otoritas perbankan dan polisi ketika menerima e-mail dan SMS tentang isu rush di perbankan.
Pemerintah dan otoritas perbankan kemudian meminta masyarakat agar tidak panik, karena kondisi perbankan nasional cukup solid dan telah dilakukan berbagai penyesuaian tata atur pengelolaan bank.
Hingga Agustus 2008, kondisi kecukupan modal perbankan nasional mencapai 16%. Bahkan hingga September 2008, terdapat kenaikan dana pihak ketiga sedikitnya Rp30 triliun dan kredit sebesar Rp13 triliun dengan angka kredit bermasalah sebesar 4%.
Sikap panik masyarakat yang berlebihan justru akan menyeret menjadi kenyataan. Oleh karena itu, saat ini pemerintah, otoritas perbankan, serta pemilik dan manajemen bank perlu duduk bersama jika satu bank mengalami persoalan.
Diperlukan pula pemikiran jernih untuk membedakan persoalan yang dihadapi perbankan, apakah berupa masalah likuiditas atau solvabilitas. Jika masalah solvabilitas, penutupan bank tentu akan terjadi.
Namun, penutupan bank tampaknya akan dihindari, mengingat kondisi saat ini tidak menguntungkan dan memungkinkan munculnya efek negatif yang dapat merembet ke situasi perekonomian nasional.
Kabar mengenai penutupan satu bank pun akan menyebar ke seluruh penjuru dunia dan pelosok desa. Oleh karena itu, upaya penyelamatan ekstra perlu dilakukan.
Untuk menghindari agar satu bank ditutup, diperlukan penguatan modal lewat pencarian investor baru, baik melalui merger maupun akuisisi. Namun, jika satu bank mengalami masalah likuiditas karena dana tidak mencukupi akibat rush, masih ada beberapa solusi yang dapat ditawarkan lewat berbagai kebijakan yang responsif, bahkan pre-emptive.
Terjadinya kalah kliring pada satu bank belum tentu semata-mata disebabkan oleh kondisi likuiditas perbankan nasional yang kering. Ini karena likuiditas pada dasarnya cukup, tetapi tidak merata ke seluruh bank, sehingga suku bunga antarbank meningkat pesat.
Bank yang memiliki likuiditas berlebih malas memberikan pinjaman ke bank lain, karena ia khawatir peminjam tidak mampu melunasi akibat krisis kepercayaan. Akibat lanjutannya, pasar uang antarbank (PUAB) menjadi tersegmentasi, sehingga kemungkinan satu bank kalah kliring akan terjadi.
Antisipasi BI
Upaya yang dilakukan BI guna memberikan sedikit kelonggaran ruang gerak kepada perbankan diberlakukan secara bertahap dan cukup responsif terhadap kejadian global dan lokal. Bahkan langkah pengaturan yang diambil mungkin dilakukan dalam hitungan harian, bahkan jam.
Penerapan crisis management protocol begitu penting dengan adanya pertemuan yang cukup intensif tanpa kenal waktu di kantor bank sentral guna menerapkan kebijakan yang bersifat responsif, tetapi dengan skala jangka panjang (pre-emptive). Untuk itu, ada beberapa penyesuaian kebijakan yang dilakukan bank sentral.
Pertama, menjaga ketersediaan fasilitas likuiditas di pasar uang (standing facility). Tidak dipungkiri bahwa selama ini bank kecil sulit mendapatkan fasilitas pinjaman antarbank.
Dengan kata lain, PUAB tersegmentasi, sehingga belum tentu bank yang memiliki likuiditas berlebih bersedia memberi pinjaman kepada bank yang kekurangan likuiditas jangka pendek. Oleh karena itu, ditempuh dengan fasilitas pinjaman jangka pendek dari BI. Bahkan tercetus ide pooling fund dalam PUAB.
Kedua, dilakukan pula kegiatan operasi pasar melalui lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Utang Negara (SUN) repo dalam jangka waktu dari 14 hari menjadi 3 bulan. Langkah ini akan memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi manajemen likuiditas.
Bank pun diperbolehkan memindahkan portofolio SUN dari kategori diperdagangkan (SUN trading) dan ketersediaan dijual (SUN available for sale) hingga jatuh tempo. Hal ini pun sesuai dengan Peraturan Standar Akuntansi No. 55.
Ketiga, pengaktifan transaksi forex swap (repo atau gadai rupiah dan valas dari BI) dalam operasi pasar di pasar valas paling lama dari 7 hari menjadi 1 bulan. Langkah ini untuk memenuhi permintaan valas yang sifatnya temporer, sehingga memberikan waktu penyesuaian yang cukup bagi bank sebelum benar-benar merealisasikan penyesuaian portofolionya.
Suku bunga repo juga mengalami penyesuaian dari semula BI Rate +300 bps menjadi BI Rate +100 bps dan menyesuaian dengan suku bunga FASBI dari semula BI Rate -200 bps menjadi BI Rate -100 bps.
Keempat, pengetatan pasokan valas, baik bagi individu maupun perusahaan, lewat berbagai persyaratan di antaranya nomor pokok wajib pajak (NPWP), surat tanda jatuh tempo suatu kewajiban, dan sebagainya. Selain itu, batas saldo pinjaman luar negeri diperlonggar menjadi maksimum 30% dari modal.
Juga dilakukan pencabutan batasan posisi saldo harian pinjaman luar negeri jangka pendek dengan meniadakan batasan posisi saldo harian guna mengurangi tekanan pembelian valas, karena adanya pengalihan rekening dari mata uang lokal ke valas.
Kelima, menurunkan rasio giro wajib minimum (GWM) valas dari 3% menjadi hanya 1%. Penyederhanaan perhitungan GWM rupiah menjadi 7,5% berupa GWM utama dalam bentuk simpanan giro di BI sebesar 5% dan GWM sekunder dalam bentuk SBI dan atau SUN dan atau simpanan giro di BI sebesar 2,5%.
Keenam, mengubah peraturan agunan yang dapat digunakan bank untuk memperoleh fasilitas pinjaman dari semula hanya SBI menjadi ditambah dengan kredit kolektibilitas lancar.
Langkah pemerintah
Tidak kalah menariknya, pemerintah juga sangat tanggap sasmita terhadap kemungkinan dampak negatif dari krisis global dalam pasar finansial lokal dan akhirnya kondisi perekonomian nasional, dengan menerapkan sejumlah jurus.
Pertama, Bapepam-LK menghentikan perdagangan bursa saham setelah indeks harga saham gabungan (IHSG) anjlok lebih dari 20% dalam tiga hari berurut-turut.
Kedua, menerapkan pembebasan kewajiban mark to market untuk efek yang dimiliki perbankan dan produk baru Reksadana Terproteksi guna memberi keleluasaan kepada bank dalam menilai efek yang dimiliki. Misalnya dengan metode discounted cash flow.
Ketiga, menaikkan penjaminan dana simpanan dari Rp100 juta menjadi maksimal Rp2 miliar per nasabah.
Keempat, menetapkan peraturan Jaring Pengaman Sistem Keuangan guna mengantisipasi gejolak perekonomian.
Sebagaimana diketahui, krisis keuangan di AS membawa implikasi luas, termasuk kepada Indonesia. Dampaknya diyakini memang tidak begitu signifikan bagi perbankan nasional, karena hanya segelintir bank yang memiliki eksposure surat utang di perusahaan finansial AS.
Namun, dalam perkembangannya setelah pasar modal terkena gejolak, pada gilirannya perbankan ikut mengalami kontraksi. Apa yang kita lihat sekarang adalah dampak dari gelembung pasar uang yang pecah. Dimulai dari AS yang merembet ke Eropa, Asia, dan ke hampir semua negara.
Langkah lanjutan
Beberapa penyesuaian kebijakan responsif pun dilakukan untuk menangkal kemungkinan kontraksi yang lebih dalam. Bagaimanapun persoalan ketersediaan likuiditas dan kredit, terutama devisa, masih akan terkontraksi sekitar 6 bulan sampai 1 tahun ke depan.
Selain itu, persoalan likuiditas dapat memengaruhi akses dan beban bagi pembiayaan APBN. Maka diperlukan beberapa langkah.
Pertama, pengawasan yang lebih ketat dan ekstra hati-hati secara intensif terhadap individual bank, terutama menyangkut kondisi likuiditas perbankan global, regional dan nasional, kualitas kredit, dan ketersediaan likuiditas yang cukup untuk operasi sehari-hari perbankan.
Kedua, adanya kepuguhan kebijakan manajemen likuiditas guna mengatur kecukupan likuiditas dalam jangka pendek, baik untuk denominasi mata uang lokal maupun valuta asing, terutama dolar AS.
Ketiga, perlu realisasi yang kontinu atas ketersediaan valas di pasar uang dan menjaga kondisi PUAB tetap berfungsi dan mendistorsi segmentasi yang terjadi.
Keempat, adanya pengejawantahan penerimaan yang jernih atas kondisi terakhir dan upaya penyesuaian bersama pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Diperlukan kejelian dan kejituan dalam mengelola ekspektasi sekaligus manajemen rumors atau isu negatif.
Kelima, koordinasi yang nyata agar bisa selamat dari krisis finansial dan krisis ekonomi, sehingga perekonomian nasional menjadi lebih kuat.
Kita tentu tidak ingin krisis ekonomi terulang. Kita justru mengharapkan masyarakat makin dewasa untuk tidak panik.
Pengusaha dan pejabat pun sudah tidak menjadi tren lagi bila melakukan tunneling dalam menjalankan usaha mereka. Pada akhirnya kita semua harus menjaga momentum.
---------------------------------------------------------
Penulis: Rofikoh Rokhim, ekonom Bisnis Indonesia

Batam, the island of alcohol??

dear all blogger on earth..

long time no see ya..hampir dua minggu halaman blog ini kosong ga pernah diupdate lagi..
maklum lah, lagi sibuk mencari sesuap nasi dan segenggam berlian..
Tapi itu bukan berarti perhatian saya terhadap isu FTZ di kota ini berkurang lho..bukan berarti saya expert, tapi memang isu ini sangat menarik untuk dikupas dan dikomentari..

Dalam posting terdahulu mengenai Otorita Batam belum bubar, saya kok merasa lega ya, karena media di Batam sudah mulai paham dan mengerti mengenai posisi OB dan Badan Pengusahaan Kawasan Batam. Tidak ada diantara dua institusi itu yang saling menghilangkan, artinya, dua-duanya tetap beroperasi hingga kini.
Well done..!!! finally, they [the journalist] are back on track..

Nah, kini isu hangat yang jadi pemberitaan media adalah membanjirnya minuman beralkohol ilegal di Pulau Batam. Saya bersyukur isu ini diangkat dan di blow up besar-besaran di koran, agar publik mengerti, bahwa pulau ini bukan sarang minuman keras. Batam was not the island of alcohol.

Bisa kita bayangkan, dengan masih berlakunya PP No 63 Tahun 2003 yang mengatur pengenaan pajak bagi minuman beralkohol saja distribusi minuman beralkohol (mikol) sudah seperti ini, apalagi bila PP itu dihilangkan??

Jadi jelas sudah, kepada siapa pemerintah daerah [baca: Dewan Kawasan] berpihak dengan diusulkannya pencabutan PP 63 ini. Ya, para pengusaha mikol dan para penyelundup yang enggan membayar cukai yang mestinya jadi penerimaan negara.

Ketua DK FTZ Batam berulang kali mengatakan, pencabutan PP 63 akan dibarengi dengan mengatur tata niaga minuman beralkohol, mobil, elektronik, dan rokok di Pulau Batam. Hmmm..bagaimana caranya ya pak.??
Ngomong-ngomong soal tata niaga atau pembatasan impor kok terdengar seperti sebuah retorika dan pemanis bibir saja ya..Dalam konteks negara saja, Indonesia belum berhasil menggelar tata niaga komoditi yang baik, apalagi dalam konteks pulau Batam.

Jadi, sekali lagi, mau dibawa kemana FTZ Batam ini bila importasi [baca: konsumsi produk yang tidak relevan dengna kebutuhan masyarakat] masih selalu diperdebatkan. Apakah Batam mau dijadikan sarang mikol, rokok, dan elektronik bajakan dari China?? Atau kita ingin Batam kembali dibanjiri mobil bekas asal Singapura dan Malaysia?

Mengapa ya para pemangku kebijakan itu tidak pernah mau maju pola berpikirnya. Keinginan untuk kembali pada romantisme masa silam sebelum PP 63 diberlakukan sama saja dengan langkah mundur yang tidak baik bagi pembelajaran dan proses pembangunan ke depan. Mengapa tidak kita jual saja manfaat dan keunggulan kompetitif yang dimiliki pulau ini tanpa embel-embel PP 63.

We must step forward,
Jangan lagi lihat ke belakang karena masih banyak tantangan yang harus diselesaikan di depan kita. Sebab masa silam adalah sejarah yang tidak perlu diulang tapi dijadikan pengalaman.
Saya yakin, Batam tetap lebih baik dan menarik tanpa perlu mempersoalkan PP 63.

Tuesday, November 4, 2008

Anggaran OB bisa buat BP Kawasan Batam?

Beberapa waktu belakangan muncul wacana mengenai anggaran APBN yang dialokasikan untuk Otorita Batam, ternyata tidak bisa digunakan oleh Badan Pengusahaan Kawasan FTZ Batam. Jelas, ini membuat pak Ketua Dewan Kawasan agak uring-uringan, mengapa tidak bisa??

Dalam Surat Keputusan DK FTZ Batam nomor Kpts/6/DK/IX/2008 tentang Penetapan Personel Badan Pengusahaan Kawasan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, dijelaskan dalam butir KETIGA: "Pembiayaan dalam pelaksanaan tugas-tugas BP Kawasan FTZ Batam dapat bersumber dari sumber pendapatan sendiri, APBD Batam, APBD Provinsi Kepri, APBN, serta sumber-sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku."

Nah lho, sudah jelas dalam surat keputusan itu BP Kawasan Batam bisa memanfaatkan dana dari APBN untuk operasionalnya, tapi kenapa lembaga baru itu tidak bisa menggunakan alokasi dana dari OB??

Jawabnya ya jelas tidak bisa donk, lha OB dan BP Kawasan itu khan dua lembaga berbeda. Ini dulu yang harus diklarifikasi. Kedua lembaga berbeda zaman itu dibentuk dengan dasar hukum yang berbeda.
Dalam catatan Bappenas, uang negara yang dikucurkan itu diberikan atas nama Otorita Batam, bukan atas nama BP Kawasan. Jadi, ya pastilah tidak bisa digunakan untuk lembaga lain, karena pimpinan OB saat ini yang harus mempertanggungjawabkan penggunaan dana itu.

Lalu, bagaimana bila para pejabat eselon I di OB juga duduk dalam struktur BP Kawasan?
Nah ini yang menarik untuk diulas. Secara norma hukum, jelas OB tidak bisa mengucurkan dana untuk BP Kawasan, tapi pimpinan BP Kawasan yang notabene pimpinan OB, tentu masih bisa bekerja menggunakan fasilitas yang ada, sebelum proses peralihan dari OB ke BP berjalan.

Jadi, walaupun secara hukum belum ada peralihan atau perubahan nama dari OB ke BP Kawasan, tapi secara kinerja dan operasional, OB bisa mengatasnamakan BP Kawasan dalam bekerja. Itu sebabnya, BP Kawasan masih diisi oleh lima pejabat saja. Artinya, ya hanya pentolannya saja dulu, berikutnya, bila semua proses sudah clear, barulah, ribuan karyawan OB bermigrasi ke BP.

So, kapan semua prosesnya clear?? Ya, nunggu semua ketentuan peralihannya selesai dulu, mulai dari peralihan pegawai PNS OB ke BP Kawasan, aset-aset, pengalokasian anggaran, hingga soal status dari BP itu sendiri.

Dalam SK yang diteken DK tgl 25 Sept lalu, tidak dijelaskan sedikitpun soal status BP Kawasan Batam setelah berdiri, apakah BLU atau BUMD. Tapi, dalam diskusi pagi yang digelar Kadin Kepri dan Bisnis Indonesia di Novotel pekan lalu, jelas sekali keinginan Ketua BP Kawasan Mustofa Widjaja, bahwa status BP mestinya BLU.

Dengan status BLU inilah, maka pembiayaan yang diamanatkan dalam butir KETIGA surat keputusan itu bisa direalisasikan. Artinya, BP lebih fleksibel dalam menerima alokasi anggaran.

Tapi dalam penerawangan saya, sepertinya, BP Kawasan hanya akan mendapat alokasi anggaran APBN saja, sedangkan alokasi APBD Batam dan Kepri kayaknya kok akan menemui banyak batu sandungan. Walaupun dalam konstituen dasar hukum penerbitan SK BPK Batam itu jelas mencantumkan PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

Sebab, dalam struktur hierarki organisasi Muspida Kota sendiri, letak BP Kawasan masih abu-abu mau ditempatkan di mana. Apakah lebih rendah dari Pemkot, sejajar, atau malah lebih tinggi??
Seorang pejabat pernah nyeletuk, ah, macam hebat saje OB itu, nanti pun BP Kawasan akan setingkat dengan Kepala Dinas saje. Hayaaaa... mana ada kantor dinas di dunia ini yang berisi kalyawan 2.000 olang..

Kesimpulannya, bila status BLU ini sudah ditetapkan, maka selanjutnya operasional BP akan tetap berjalan seperti biasa ketika OB masih ada. Hanya saja, anggaran APBD harus rebutan dulu dengan kepentingan oknum di pemkot dan DPRD.

Tapi saran saya, lebih baik BP jangan mengemis ke APBD, biarkan saja pemprov, pemkot dan dewan saja yang bergelimang dosa merampok uang rakyat. BP Kawasan tetap dikhitahnya bekerja secara profesional.
Dengan sumber penerimaan yang ada saat ini plus alokasi APBN, saya rasa sudah cukup untuk menghidupi organisasi. Asal tidak ikut-ikutan merampok uang rakyat juga..