Thursday, July 7, 2011

Semua serba tidak jelas..!!

Masih seputar rapat gabungan antara Tim Asistensi Ekonomi Provinsi Kepri dengan Kadin Kepri dan Apindo Kepri.

Dalam paparannya, Ir. Cahya, Ketua Apindo Kepri menyampaikan yang paling utama yang harus dilakukan oleh Gubernur adalah menciptakan iklim usaha yang sehat di wilayah ini.

Tapi kesulitannya adalah ketika Gubernur harus berkoordinasi dengan Walikota dan Bupati di kabupaten/kota. Sebagai contoh, ketika rancangan peraturan daerah tentang pajak daerah dan beberapa retribusi lainnya dibahas di DPRD.

"Kami secara tegas menolak kenaikan pajak daerah karena sudah pasti akan menciptakan iklim usaha yang tidak kondusif dan kompetitif di Kepri. Walaupun akhirnya kami harus tawar menawar, pajak daerah tidak naik tapi pajak penerangan naik," ujarnya.

Dia menegaskan apa yang diperjuangkan Apindo adalah agar permasalahan riil yang dijumpai di lapangan bisa diselesaikan. Pengusaha ingin ketenangan dalam berusaha, biarlah perizinan sulit asalkan pengusaha tidak diganggu dengan berbagai pungutan yang tidak jelas.

Secara makro, Johanes Kennedy, Ketua Kadin Kepri, menyampaikan enam sektor andalan Kepri yaitu manufaktur, shipyard, pariwisata, perdagangan, properti, dan industri pendukung oil and gas.

"Jika kita bisa mengatasi hambatan yang dialami enam sektor andalan ini maka saya yakin ekonomi Kepri bisa melesat melebihi 8% pada tahun ini," ujarnya.

Tapi tentu itu bukan hal gampang. Hambatan di sektor kepabeanan dan regulasi FTZ masih menjadi kendala bagi pengembangan sektor andalan ini untuk bergerak kencang. Tidak cukup seorang gubernur untuk mengatasinya, tapi harus seorang menteri khusus yang bisa mengkoordinasi semua instansi terkait untuk memberikan perhatian serius terhadap pengembangan FTZ BBK ke depan.

Jika semua bermuara pada ketidakjelasan dan kesulitan, lantas bagaimana ekonomi Kepri ini bisa tumbuh pesat hingga mencapai 8-10%?

Hanya mukjizat yang bisa melakukannya. Toh, selama ini pun, sektor galangan kapal berkembang tanpa campur tangan pemerintah baik di daerah (termasuk BP Batam) maupun pusat.

Semua sektor industri berkembang sendiri. Perdagangan berkembang karena mengikuti sektor industri yang membutuhkan pasokan suplai barang dan jasa. Pariwisata berkembang karena menopang sektor industri yang ada. Sektor supporting oil and gas berkembang karena ada industri yang mendukungnya.

Dengan ongkos promosi sekecil-kecilnya, pemerintah berharap investasi masuk sebesar-besarnya. Sebuah strategi aneh yang jarang diterapkan didunia manapun di jagad ini. Tanpa insentif yang jelas, bagaimana mungkin investor bisa masuk ke kawasan ini.

Sebagai contoh, hanya gara-gara permainan mafia lahan di BP Batam, akhirnya investor senilai US$150 juta mengurungkan niatnya untuk masuk ke Batam. Ketidakjelasan status dan pungutan lahan di pulau ini membuat investor ragu untuk masuk dan berinvestasi.

Ketika OB bertransformasi menjadi BP Batam pun sebenarnya tidak banyak perubahan. Justru instansi itu berjalan dengan beban pegawai yang sangat berat, yang menggerogoti anggaran lembaga tersebut.

Begitu juga Pemkot Batam. Dengan anggaran hampir Rp1,2 triliun tapi tidak mampu menyuguhkan sebuah kota yang menarik dan teratur. Duit rakyat hanya dihabiskan untuk menggaji pegawai dan biaya rutin pejabat, bukannya dikembalikan kepada rakyat berupa pelayanan publik dan infrastruktur.

Ahhh..jadi ngelantur nih..
Whatever will be lah..

Tim Ekonomi Gubernur Kepri berkeluh kesah

Tim Asistensi Pengembangan Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau melakukan rapat kerja gabungan bersama Kadin Provinsi Kepri dan Apindo Kepri di Turi Beach Resort, Nongsa, Batam, tadi pagi.

Tim Asistensi ini atau kerennya disebut Dewan Ekonomi Kepri merupakan sebuah tim yang terdiri dari 10 orang pengusaha di Kepri yang dibentuk oleh Gubernur Kepri M. Sani sebagai tim asistensi yang akan memberikan masukan dan kajian pengembangan ekonomi Kepri pada lima tahun mendatang.

Ketua Tim Ekonomi ini adalah Kris Wiluan, bos Citramas Grup yang membawahi beberapa perusahaan besar diantaranya PT Citra Tubindo Tbk, dan kawasan pariwisata terpadu Nongsa, Kawasan Industri Citranusa Kabil, dan beberapa perusahaan supporting oil and gas.

Anggota tim diantaranya ada Ketua Apindo Kepri Ir. Cahya, GM Batamindo John Sulistyawan, Suhendro Gautama, Hengky Suryawan, Kasimun, dan Ibnu Arif dari Kadin Kepri.

Dalam rapat kali ini, Kris menyampaikan kegundahannya karena masukan yang pernah mereka sampaikan kepada Gubernur Kepri belum satu pun yang dijalankan. Padahal, tim tersebut sudah menyusun berbagai masalah dan solusi yang bisa menjadi dasar bagi Gubernur dan jajarannya untuk memperbaiki keadaan.

"Apakah keberadaan tim ini hanya formalitas saja tanpa bisa memberikan kontribusi positif terhadap perbaikan ekonomi wilayah ini?" tukas Kris.

Kris Wiluan wajar bisa gundah. Sebagai pengusaha senior di Kepri ini, tentu dia sangat paham bagaimana menyusun sebuah strategi memajukan perekonomi provinsi ini dengan mensinergikan berbagai keunggulan yang menjadi andalan ekonomi daerah ini.

Tapi jika strategi itu tidak dijalankan tentu sama saja dengan pekerjaan sia - sia. Ketika pengusaha sudah meluangkan waktu tapi tidak ada keinginan yang kuat untuk melaksanakan program tersebut, maka untuk apa ada Tim Ekonomi tersebut.

Ibnu Arif, Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Kepri yang menjadi salah satu anggota Tim Ekonomi Gubernur itu juga menyampaikan kegelisahannya. Sejak tim itu terbentuk pada 2010 lalu, dia merasa belum ada aturan main yang jelas dari tim tersebut terutama mengenai mekanisme penyampaian usulan atau masukan atau program percepatan pembangunan kepada Gubernur.

Bagaimana sinergi Tim Ekonomi ini dengan jajaran SKPD (Dinas terkait) dalam merealisasikan program percepatan pembangunan yang direkomendasikan oleh Tim Ekonomi. Serta sejauh mana komitmen Gubernur untuk menggunakan rekomendasi Tim Ekonomi dalam melaksanakan program pembangunan Pemerintah Provinsi Kepri?

Tentu saja, dalam konteks ini Gubernur tidak bisa sepenuhnya disalahkan sebab keberadaannya melulu ngurusin soal ekonomi tapi juga soal sosial, budaya, politik, dan sebagainya. Akibatnya, rekomendasi Tim Ekonomi terkesan seperti pepesan kosong yang tidak mendapatkan perhatian.

Nah, supaya Tim Ekonomi lebih bertenaga, maka satu - satunya cara adalah menyusun agenda kerja dan rencana aksi yang jelas terutama dalam menyusun kerangka program percepatan pembangunan berdasarkan masukan dari para pengusaha lintas organisasi baik Kadin maupun Apindo.

Misalnya, setelah rapat hari ini, apalagi agenda dari tim ekonomi. Apakah mau ketemu gubernur atau mematangkan kembali berbagai rekomendasi yang sudah dibuat agar menjadi sebuah landasan kebijakan bagi Gubernur bersama jajaran SKPD.

Sudah saatnya Tim Ekonomi yang didukung Kadin dan Apindo untuk pro aktif mendesak Gubernur agar lebih membuka mata terhadap kerja keras tim bentukannya. Bahwa, berbagai hambatan yang dijumpai di lapangan sudah mendesak di atasi dan hanya melalui ketegasan sikap Gubernur segala hambatan itu bisa diselesaikan.

Please Mr Governor, do something!!!

Thursday, February 10, 2011

A Great Tourism Complex to be Built in Kish by a Foreign Investor

A Turkish investment company has signed an agreement with Kish Free Zone Organization on building tourism, commercial, airline and maritime services complexes.

According to the Public Relations of Kish Free Zone Organization, the Board of Investment of Turkey in cooperation with an Iranian Investment company intends to have a joint investment and to perform different projects in Kish.

on the memorandum of understanding which has been signed between this consortium and Kish Free Zone Organization construction of great recreational, residential, tourism complex and commercial, economical complexes and establishing active financial institutions related to business development and commercial services are anticipated.

Constructing a modern health center, establishing an airline company with direct flights between Kish and this country and also providing marine and relief services using modern equipment, will be other measures of this foreign investor.

Turkish side while visiting the tourist attractions and economic capacities of the region, expressed interest to develop trade and economic relationship between his country and Kish and plans for holding various seminars in Kish and Istanbul to introduce the tourist and commercial attractions of this free zone.

It is supposed that the studies on how to implement the agreement and the executive plans of the company begin after three months.

Abu Dhabi Crown Prince To Launch KLIFD Project In June

The Crown Prince of Abu Dhabi, Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan, is expected to visit Malaysia in June during which he will jointly launch the Kuala Lumpur International Financial District (KLIFD) project with Prime Minister Datuk Seri Najib Tun Razak.

Najib, who held talks with Mubadala Development Corporation chief executive Khaldoon Khalifa Al Mubarak here Sunday, said Mubadala had reiterated its commitment to the KLIFD, a proposed US$8 billion joint property development between 1Malaysia Development Berhad and the Abu Dhabi-based Mubadala.

"They're also willing to pick a leading Abu Dhabi financial institution as the anchor bank in KLIFD," he told the Malaysian media after the meeting.

Najib had earlier launched the "Invest Malaysia 2011" magazine and forum, where he promoted Malaysia as an investment destination to potential Gulf investors.

The Emiratis, Najib said, were also keen on Malaysia's oil and gas, real estate and energy sectors.

"They're looking at the possibility of developing and owning a five-star hotel in Malaysia," he said.

Mubadala is also leading a consortium in investing US$720 million in Medini Iskandar Malaysia in the southern Malaysian state of Johor.

Najib observed that all this reflected Abu Dhabi's as well as the United Arab Emirates' (UAE) growing interest in Malaysia.

According to Najib, the Arabs seemed to be willing to widen their investment horizons to include Asian countries like Malaysia rather than focusing more on the West.

The prime minister also commented on the signing of a framework agreement between Malaysia and the Gulf Cooperation Council (GCC) seen as a precursor to a free trade agreement (FTA) between both parties.

Najib disclosed that the framework agreement was hammered out within six weeks, which he described as an "extraordinary commitment".

"We expect the negotiations to start in March and that the FTA may be concluded within a year or a year-and-a-half," he said.

He was hopeful that the FTA would bring more benefits to Malaysia in terms of opportunities for trade and investment activities.

Malaysia Rolls Out Red Carpet For Gulf Investors

Malaysia has thrown its doors wide open to potential Gulf investors, with Prime Minister Datuk Seri Najib Tun Razak saying that there is enormous potential in the country to forge new bonds that will be mutually beneficial.

In a 30-minute keynote address when opening the "Invest Malaysia 2011" forum here Sunday, Najib presented a strong case for Gulf investors to choose Malaysia as an investment destination.

"Our economy offers great depth and breadth in opportunities for investors who are both visionary and competitive," he said as he bid "Selamat Datang" (welcome) to potential investors.

He touted Malaysia's business-friendly environment and highlighted possible areas for business ventures to hundreds of Gulf businessmen gathered at the ballroom of the colossal Emirates Palace hotel overlooking the Arabian Gulf.

Later, Najib witnessed the signing of a framework agreement on economic, commercial, investment and technical cooperation between Malaysia and the Gulf Cooperation Council (GCC) which groups Saudi Arabia, the United Arab Emirates (UAE), Qatar, Kuwait, Bahrain and Oman.

Describing the pact as a significant milestone in ties between Malaysia and the GCC, the prime minister said both parties were committed towards commencing negotiations for a proposed free trade agreement by March 2011.

The ceremony was also witnessed by Khaldoon Khalifa Al Mubarak, chairman of the Abu Dhabi Executive Affairs Authority and chief executive of Mubadala Development Corporation.

Present at the opening of Invest Malaysia were Najib's wife Datin Seri Rosmah Mansor, International Trade and Industry Minister Datuk Seri Mustapa Mohamed, UAE's Economy Minister Sultan Saeed Al-Mansoori, GCC secretary-general Abdul Rahman bin Hamad Al-Attiyah and other senior government officials.

In his speech, Najib said the Malaysian government had taken steps to foster a conducive investment climate through a policy of gradual liberalisation and attracting high-value sources of growth.

"We're targeting industries in which Malaysia has distinct advantages, such as ecotourism, medical tourism, financial services, education, telecommunications and green technology, including renewable energy," he said.

Malaysia, he noted, was also working to attract regional headquarters, procurement operations and regional distribution centres to its shores.

Najib pointed out that government policies such as the New Economic Model, 10th Malaysia Plan and Economic Transformation Programme had propelled Malaysia forward and helped the nation recover quickly from the global economic slowdown.

"Over the next 10 years, the manufacturing and service sectors will assume a greater role in our economy. These are attractive areas where foreign investment can support economic growth," he said.

The prime minister also shared with his audience Malaysia's strength in Islamic finance, noting that Malaysia was poised to become one of the largest Islamic financial hubs in the world.

"In terms of rankings for sukuk (Islamic Bond), Malaysia is in the top position, followed by the UAE, Saudi Arabia, Indonesia and Bahrain," he said, adding that Malaysia now accounted for more than 50 per cent of the US$144 billion in Islamic bonds outstanding worldwide.

The prime minister told the Abu Dhabi gathering that Malaysia's economic strategy involved new debt offerings and the introduction of innovative Islamic banking products, such as structured deposits, derivatives and hedging products.

"We're also attracting investors and issuers to our domestic bond market through tax incentives," he said.

Najib noted that Malaysia enjoyed renewed foreign investment in 2010, with the figure for manufacturing sector growing from US$7.2 billion in 2009 to US$9.5 billion in 2010.

The United States was Malaysia's largest source of foreign direct investment in manufacturing last year, with 47 projects, totalling US$4 billion in approved investments. Japan came in second with 61 projects

Monday, February 7, 2011

Pengukuhan dari yang belum kukuh

Tadi pagi sekitar pukul 10.00 wib, Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Bintan Karimun (DK BBK) mengukuhkan struktur personel Badan Pengusahaan Kawasan FTZ Batam Bintan Karimun dan Tanjung Pinang di Ruang Balairungsari BP Batam.

Ada dua hal menarik dari pengukuhan tersebut yaitu:
1) Setelah hampir dua tahun disahkan kepengurusan BP BBK melalui SK Dewan Kawasan Nomor 1 tahun 2008 tentang BP Bintan, SK DK Nomor 2/2008 tentang BP Karimun, dan SK DK Nomor 3/2008 tentang BP Batam, ternyata baru hari ini tiga institusi itu dikukuhkan dan dilantik secara resmi,
2) Ternyata pengukuhan tiga BP itu dilakukan oleh sebuah institusi yang sampai hari ini belum dikukuhkan oleh yang membentuknya yaitu Presiden. Ya, Dewan Kawasan dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) No. 9, 10, 11 tahun 2008 tentang Susunan Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan, dan Karimun. Sejak Ketuanya masih diisi oleh Ismeth Abdullah (ketika masih menjabat sebagai Gubernur Kepri) hingga posisinya digantikan oleh M. Sani, institusi DK belum pernah diresmikan dan dikukuhkan oleh Presiden SBY.

Lantas, ketika DK saja belum dikukuhkan, mengapa dia malah mengukuhkan lembaga yang dibentuknya? Hmmmm...agak lucu aja walaupun dari sisi legal formal tidak ada yang salah atau dilanggar oleh DK.

Namun dari sisi kepantasan, bukankah lebih bagus jika DK sebagai institusi tertinggi di wilayah FTZ dilantik terlebih dulu, baru kemudian melantik institusi yang berada di bawahnya.

Entahlah..tidak jelas..dan republik ini sejak dipimpin presiden baru ini memang tidak ada yang jelas. Ntah mau kemana dibawa FTZ ini. Walaupun tiga BP telah dikukuhkan namun itu bukan jaminan bahwa kawasan FTZ ini akan semakin menarik bagi investor.

Ada sebuah cerita menarik ketika Ketua Umum Kadin Provinsi Kepri Johanes Kennedy bertemu dengan Menteri Perdagangan Mari Pangestu di Jakarta beberapa waktu lalu. Mendag yang merupakan salah satu pembina mendapat pertanyaan dari Johanes, "Bu Menteri, sebenarnya apa rencana pemerintah terhadap FTZ BBK ini?"

Dan sambil tersipu malu, Bu Menteri menjawab sambil berbisik, "pak John, sebenarnya saya malu kalo ngomongin soal FTZ BBK, ibarat bayi yang baru dilahirkan tapi ga bisa besar-besar!"

Jawaban pendek tapi sarat makna..semoga menjadi perhatian kita semua!