Wednesday, August 29, 2007

FTZ Phobia @ BBK

Tanggal 28 Agustus lalu, saya dihubungi oleh seorang anggota DPR-RI dari Komisi VI bernama Irmady Lubis. Dia juga anggota Fraksi PDI-Perjuangan. Kami ngobrol seputar Perppu No. 1 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas serta PP no. 46-47-48 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan, dan Karimun.

Apa yang mengejutkan saya dari obrolan itu adalah ternyata kepastian hukum yang dijanjikan pemerintah melalui empat produk hukum itu justru semakin memberikan ketidakpastian kepada calon investor.
Pasalnya, DPR menilai perppu tersebut telah melanggar konstitusi dan berpotensi untuk dibatalkan dalam persidangan mendatang. Selain itu, PP yang diterbitkan itu juga cacat hukum karena mestinya berdasarkan UU bukan perppu.
"Bagaimana presiden bisa mengesahkan sebuah PP, sementara perppu nya saja belum disahkan menjadi UU?" tukas Irmady.

Obrolan kami semakin memanas. Ada indikasi Presiden SBY telah dijebak dan masuk dalam pusaran politicking. Perppu No. 1 Tahun 2007 telah melanggar konstitusi pasal 22 UUD 1945.

Memang, Irmady tidak mempersoalkan kebijakan pemerintah membentuh sebuah kawasan ekonomi khusus, tapi apapun alasannya, pemerintah tidak boleh menggampangkan suatu persoalan dengan mengabaikan prosedur ketatanegaraan yang berlaku.

Eksekutif telah mengajukan agenda pembahasan perppu tersebut menjadi UU. Dan bila DPR menolak maka perppu itu harus dicabut dan ini artinya status FTZ BBK akan dicabut kembali. Sia-sialah semua jika ini sampai terjadi.

So, jangan terlalu bergembira dulu..
Nasib BBK kembali berada di tangan DPR.

Ini mengingatkan memori ketika DPR mengesahkan UU FTZ Batam pada September 2004, secara sepihak. Sebab, Presiden Megawati waktu itu enggan menandatangani UU yang disahkan DPR tersebut.
DPR meradang, marwah wakil rakyat seolah dilangkahi secara sewenang-wenang oleh eksekutif.

Pertanyaannya kini, apakah 'dendam' tiga tahun lalu itu akan muncul kembali? Apakah DPR akan membalas pemerintah dengan tidak menyetujui pembahasan perppu menjadi UU, sebagaimana yang dilakukan pemerintahan Megawati dulu?

Analisa ini bisa benar bisa salah. Semoga saja tidak ada dendam politik, apalagi anggota dewan yang membahasnya juga banyak mengalami perubahan.
Tapi persoalannya bisa lain bila sudah mengarah pada masalah konstitusi.
"Bukan karena kami dari PDI-P sebagai partai oposisi, tapi cara-cara seperti ini tidak bisa dibenarkan. Konstitusi harus ditegakkan," ujar Irmady.

Ternyata masalah FTZ ini belum berakhir ya..
Tetap jadi phobia..

Batam Centre, 29 Agustus 2007

No comments:

Post a Comment