Monday, August 13, 2007

FTZ Barelang rawan potensi konflik

Penerapan status kawasan perdagangan bebas (free trade zone/FTZ) di Pulau Batam-Rempang-Galang diprediksikan rawan konflik horizontal antara Pemerintah Kota Batam dan Badan Pengusahaan Kawasan.

Irwansyah, Ketua DPD Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Provinsi Kepulauan Riau menilai potensi konflik ini harus diantisipasi oleh pemerintah karena bisa mempengaruhi roda pembangunan kawasan bebas.

“Kami berharap pemerintah pusat memusatkan perhatian pada potensi konflik ini dengan segera mengesahkan peraturan pemerintah yang mengatur hubungan kerja Otorita Batam-Pemkot Batam,” ujarnya kepada Bisnis kemarin.

PP tentang FTZ Batam sendiri rencananya akan disahkan pada akhir Agustus ini, dan sepertinya Otorita Batam akan berubah menjadi Badan Pengusahaan FTZ Batam. Tapi, indikasi itu bakal ditentang oleh Pemkot Batam karena secara hokum pembentukan pemkot lebih tinggi
karena berdasarkan undang-undang.

Selain itu, otomatis akan terjadi pelimpahan wewenang dari Pemkot Batam kepada Badan Pengusahaan FTZ Batam terutama 11 kewenangan pusat yang sebelumnya sudah dilimpahkan ke daerah sesuai aturan dalam UU Otonomi Daerah.
“Bila ini terjadi ini maka implementasi FTZ tidak akan berhasil karena tarik menarik kewenangan tadi,” papar Irwansyah.

Dia melihat adanya segelintir oknum birokrat di daerah yang melakukan manuver-manuver politik di pusat agar peran Pemkot Batam dalam kawasan FTZ tidak berkurang.
Walaupun dinilai wajar, menurut dia, pemerintah pusat juga harus memperhatikan kerawanan ini agar jangan sampai demi kepentingan segelintir oknum mengakibatkan implementasi kebijakan FTZ menjadi terkendala.

“Pusat juga harus tegas, bila keputusan FTZ menyeluruh sudah ditetapkan maka segera disahkan dalam produk hokum. Jangan ragu dan ditunda-tunda lagi,” tuturnya.
Hal senada juga disampaikan Abidin Hasibuan, Ketua Apindo Provinsi Kepulauan Riau. Dia mendapat sinyalemen oknum birokrat yang mencoba menggiring isu FTZ masuk dalam ranah politik elit pusat dan daerah.

“Saya mengimbau para oknum birokrat agar lebih mengedepankan kepentingan masyarakat dari pada kepentingan kelompok dan pribadi. Batam sudah terlalu lama menunggu disahkannya status ini,” tegas dia.

Pemko-OB
Irwansyah yang juga menjabat Ketua Komisi III DPRD Batam mengingatkan pemerintah agar segera menerbitkan PP tentang harmonisasi hubungan OB-Pemko Batam. Sebab aturan tersebut merupakan amanat dari UU No. 53/1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Selama delapan tahun sejak Otda bergulir dan Pemkot Batam sudah hadir di pulau ini, namun PP mengenai hubungan kerja itu belum juga disahkan.
Hubungan kedua instansi sempat memanas pada periode 2000-2004 sampai akhirnya kedua institusi—difasilitasi DPRD Batam—menandatangani nota kesepakatan mengenai pembagian tugas dan wewenang dalam pembangunan kota Batam.

Kendati sudah sepakat tapi MOU itu belum mengikat secara hokum apalagi jika akhirnya OB menjadi Badan Pengusahaan sehingga peran dan fungsinya jauh lebih kuat dibandingkan Pemkot Batam.

No comments:

Post a Comment