Tuesday, August 14, 2007

Badan Pengelola FTZ Batam butuh CEO

Pengelola kawasan industri di Batam mengharapkan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Batam melibatkan para pengusaha, professional, dan akademisi.
Fungsi badan ini sendiri harus berorientasi bisnis dan jauh dari pertentangan politik sektoral di daerah.

O. K. Simatupang, General Manager PT Kabil Indonusa Estate, pengelola KI Kabil, menegaskan sudah saatnya pemerintah membuat aturan tegas mengenai personil yang bakal mengisi jajaran Badan Pengusahaan FTZ Batam.

“Jangan lagi diserahkan kepada birokrat, tapi berikan porsi yang besar kepada pengusaha, professional, dan akademisi untuk mengurus FTZ Batam,” ujarnya kepada Bisnis kemarin.
Menurut dia, untuk mengerti apa yang dibutuhkan oleh investor adalah pengusaha dan professional yang sudah berpengalaman dibidangnya. Sebab sehebat apapun peraturan yang diberikan tapi investor tidak mau masuk maka percuma saja.

Dia mengaku prihatin melihat wakil-wakil birokrat daerah yang terlibat dalam forum joint working group (JWG)-EDB sama sekali tidak bisa memberikan kontribusi berarti.
“Kami ingin agar Badan Pengusahaan ini dipimpin oleh seorang chief executive officer (CEO), memiliki visi bisnis yang jelas untuk mengembangkan badan pengusahaan yang berorientasi profit,” papar O. K.

Namun Johanes Kennedy Aritonang, Presiden Direktur PT Nusatama Properta Panbil, pengelola KI Panbil, menegaskan pengusaha tidak akan mencampuri komposisi personil dalam badan pengusahaan ini.

Menurut dia, pengusaha akan tetap berjalan sesuai kapasitasnya dan menolak untuk terlibat dalam konflik kepentingan dalam badan tersebut.
“Saya mendengar adanya usulan memasukkan wakil pengusaha dalam komposisi badan pengusahaan ini, tapi bagi saya yang penting, badan ini memiliki otoritas mutlak untuk mengembangkan FTZ Batam,” tuturnya.

Dia menjelaskan jiwa dari FTZ ini adalah memperpendek jalur birokrasi, dengan demikian badan ini—apapun namanya—harus efektif mengakomodir kepentingan pengusaha dalam menggairahkan iklim investasi di kawasan ini.

Johanes tidak ingin badan pengusahaan itu nantinya lemah dalam implementasi kebijakan karena tidak memiliki otoritas mutlak. Padahal, badan tersebut harus merupakan perpanjangan tangan pusat di daerah, sebagaimana posisi Otorita Batam sebelum era otonomi daerah.

Birokrat
Pada kesempatan terpisah, Syamsul Bahrum, Asisten Ekonomi Pemkot Batam, mengusulkan agar posisi Ketua Badan Pengusahaan FTZ Batam diserahkan kepada Walikota Batam sebagai representasi pengusaha wilayah otonom Batam.

“Saya menilai dalam konteks otonomi daerah maka sudah sewajarnya bila walikota juga menjadi pemimpin badan pengelola kawasan bebas ini,” tuturnya.

Sementara itu Abidin Hasibuan, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam, mendesak para elit birokrat di daerah agar mementingkan kepentingan masyarakat dan dunia usaha dalam mempercepat penetapan status FTZ Batam.

“Saya melihat indikasi masalah FTZ mengarah pada konflik politik antar elit birokrat di daerah. Saya ingatkan agar para birokrat untuk tidak mengacaukan kondisi yang sudah mulai kondusif,” tegasnya.

Apindo Batam sendiri sudah mengusulkan dua orang calon dari kelompok pengusaha untuk duduk dalam komposisi Dewan Kawasan FTZ Batam-Bintan-Karimun.

No comments:

Post a Comment