Tuesday, July 17, 2007

Pungutan PPN ganda masih berlaku di Batam

BATAM: Pelaku industri pendukung sector perminyakan di Kawasan Industri Kabil masih mengeluhkan pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) ganda padahal pengelola kawasan sudah mengirimkan surat keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Penetapan status Batam sebagai kawasan perdagangan bebas (free trade zone/FTZ) diharapkan bisa menghapus berbagai hambatan kepabeanan yang cenderung mengganggu kelancaran usaha para perusahaan asing di kota ini.
OK Simatupang, General Manager Kawasan Industri Kabil, menegaskan keluhan yang disampaikan kepada instansi terkait sepertinya tidak pernah ada penyelesaian dan masih berlangsung hingga kini.
“Bahkan kami sudah menyurati Menteri Keuangan, tapi pungutan PPN ganda masih saja terjadi,” ujarnya kepada Bisnis kemarin.
Dia mengharapkan implementasi FTZ Batam nantinya bisa memberikan penyelesaian atas hambatan kepabeanan yang dialami oleh pemodal di pulau ini.
Masalah kepabeanan memang menjadi sorotan utama dari para tenant yang beroperasi di Kawasan Industri Kabil, Batam. Ketika kabar tentang FTZ Batam mencuat, para tenant yang kebanyakan berasal dari Singapura langsung memberikan ragam masukan kepada pengelola KI tersebut.
“Sebagian besar para PMA di sini menyoroti masalah kepabeanan. Saya yakin perubahan saat FTZ diperlakukan akan memberikan kemudahan bagi para pelaku industri di sini,” papar Simatupang.
Kontroversi pungutan PPN ganda ini sempat mencuat pada awal 2006 lalu, ternyata setelah ditelusuri, sebenarnya isu PPN ganda ini terkait dengan fasilitas Master List (ML) yang diberikan pemerintah kepada pengusaha yang terlibat dalam impor barang bagi keperluan eksplorasi minyak dan gas oleh pemegang kontrak bagi hasil (production sharing contract).
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.010/2005 tentang pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor tidak dipungut atas impor barang berdasarkan kontrak bagi hasil (production sharing contract) minyak dan gas bumi.
Tapi kenyataannya, PPN impor tetap dipungut saat barang masuk dan pungutan juga dicantumkan dalam invoice saat barang terkirim.
“Saya berharap PP mengenai FTZ Batam bisa segera disahkan namun saya juga khawatir aturan dalam PP itu belum terlalu kuat mengalahkan UU Pajak dan Kepabeanan,” tuturnya.
Simatupang menegaskan masalah kepabeanan merupakan factor vital yang harus dibenahi dalam implementasi FTZ Batam nantinya.
Dia mengusulkan agar Batam dipisahkan dari wilayah pabean Indonesia lainnya dengan perlakuan kepabeanan dan perpajakan khusus. “Jika isu ini sudah diatur dengan jelas dalam PP maka saya yakin banyak hal yang akan terselesaikan.”

No comments:

Post a Comment