Tuesday, July 17, 2007

Kenaikan Tariff Air Batam menuai Kontroversi

Sekelompok anak muda bermandikan cat warna hitam tampak beradegan teatrikal di depan gedung Otorita Batam. Seorang pemuda mengalungkan tali seolah-olah sedang gantung diri, yang seorang lagi berdiri mematung, juga berlumuran cat hitam.
Sementara itu dua orang lagi, satu memakai topeng hantu dengan dada bertuliskan “OB” dan satunya lagi memakai baju bertuliskan “ATB”, dia juga bertopeng hantu. Tak jauh dari tempat mereka berteatrikal, belasan spanduk bernada protes bertebaran di sekitar taman.
Aksi protes itu merupakan buntut dari rencana OB dan PT Adhya Tirta Batam (ATB) untuk menaikkan tariff air di kota ini. Rencana yang sejak beberapa bulan terakhir sudah menuai kecaman itu mencapai puncaknya ketika BPP-SPAM merekomendasikan kenaikan tariff tersebut.
Sosialisasi yang digelar lembaga tersebut di gedung OB pun tidak berjalan lancar. Puluhan massa dari Koalisi LSM Menolak Kenaikan Tarif Air memadati gerbang gedung OB pada Kamis pekan lalu.
Kenaikan tarif air ini bermula ketika PT ATB mengusulkan kenaikan tarif air rata-rata 30% untuk semua kategori pelanggan kecuali industri. Salah satu perusahaan air minum terbaik di Indonesia itu beralasan bahwa mereka butuh pendanaan yang cukup untuk melakukan ekspansi jaringan.
Namun usulan itu mendapat penolakkan dari dewan dan segera disikapi dengan menyusun tim panitia khusus yang meninjau kembali berbagai unsur dalam sistem pentarifan air di perusahaan tersebut.
”Usulan kenaikan air bersih oleh PT ATB sudah selesai kami bahas dan kini prosesnya dilanjutkan oleh Badan Pendukung Pengembangan Sarana Penyediaan Air Minum (BPP SPAM) di Jakarta,” papar Chablullah Wibisono, Wakil Ketua DPRD Batam beberapa waktu lalu.
Setelah kurang lebih dua bulan melakukan pembahasan di Jakarta, akhirnya BPP-SPAM mengeluarkan rekomendasi yang pada intinya mendukung rencana kenaikan tarif ini kecuali untuk pelanggan industri.
Tapi apa daya, rekomendasi ini mendapat perlawanan dari kalangan LSM yang menilai kenaikan tarif air akan berdampak terhadap kenaikan kebutuhan hidup lainnya seperti sembako dan tempat tinggal.
Aksi protes pun sudah digelar hampir satu minggu, berlokasi di bundaran taman OB. Ada yang mendirikan tenda, ada yang beradegan teatrikal, bagi-bagi selebaran, dan orasi.
Sayang, aksi tersebut tidak mendapat respon dari para pemimpin kota ini. Baik Ketua Otorita Batam, Walikota Batam, dan Ketua DPRD Batam, belum satu pun yang mengeluarkan pernyataan.
Kenaikan
Hasil rekomendasi yang dikeluarkan BPP-SPAM menetapkan kenaikan tarif air sebesar rata-rata 20%, angka ini lebih rendah dibandingkan usulan ATB sebesar 30%. Rekomendasi yang terlampir dalam surat nomor 45/BPPSPAM/IV/2007 dan perubahan Keputusan Ketua Otorita Batam Nomor 27/KPTS/VII/2002 itu menyebutkan tarif air non niaga termasuk sektor rumah tangga mengalami kenaikan 21,42% hingga 46,66%.
Kenaikan 21,42% tersebut, dihitung berdasarkan pemakaian air terendah 0-10 meter kubik. Jika tarif lama untuk pemakaian 0-10 m3 sebesar Rp1.400 per m3, kini mengalami kenaikan menjadi Rp1.700 per m3.
Tapi pemakaian sektor rumah tangga biasanya berada pada kisaran 21-40 m3, yang berarti mengalami kenaikan 46,66% dari tarif sebelumnya Rp3.750 menjadi Rp5.500. Sedangkan sektor industri, sama sekali tidak mengalami kenaikan.
Untuk kelompok pelanggan sosial mengalami kenaikan paling tinggi yakni 95,6% menjadi Rp1.800 per m3 untuk pemakaian lebih dari 40 m3 dibandingkan tarif sebelumnya sebesar Rp920.
Rekomendasi itu berlaku sejak 1 Juni 2007 dan akan masuk dalam nota tagihan bulan Juli mendatang. Walaupun sudah dipastikan berlaku, namun ATB belum bisa merealisasikan kenaikan itu karena harus menunggu surat keputusan yang ditandatangani Ketua OB.
Di tengah berbagai kontroversi itu, apakah sudah layak bagi ATB untuk menaikkan tarif airnya, lantas bagaimana kualitas pelayanannya selama ini kepada pelanggan terutama pelanggan baru?
Rentetan pertanyaan itu sebenarnya sudah dijawab oleh BPPSPAM sebagai lembaga independen yang melakukan kajian berdasarkan kondisi riil di lapangan dan karakteristik konsumen air di pulau ini. Sehingga keluarlah angka rata-rata 20%.
Imbalo Iman Sakti, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Muslim Batam (YLKMB), menegaskan tidak ada satu pun alasan kuat yang bisa dijadikan dasar bagi penyesuaian tarif air oleh ATB.
”Yang namanya penyesuaian bukan berarti harus naik, tapi bisa juga turun. Selain itu, selama ini ATB sudah untung jadi tidak perlu menaikkan tarif,” ujarnya.
Semua pihak mesti terbuka, karena ini menyangkut kepentingan publik. Apalagi, ATB merupakan satu-satunya perusahaan air yang memegang hak monopoli dan ini dibolehkan karena semata-mata demi kepentingan publik.
Kenaikan tarif ini, meskipun dinilai tidak akan terlalu menambah kas ATB, tapi tetap harus disikapi dengan bijak oleh semua pihak. Apa jadinya bila kualitas air tidak meningkat gara-gara ATB tidak mampu mengelola air minum dengan baik.
Konsesi
PT ATB merupakan perusahaan pengelolaan air bersih pertama di Indonesia yang berstatus swasta. Perusahaan yang dimiliki oleh swasta asing Cascal BV dari Inggris dengan swasta nasional PT Bangun Cipta Kontraktor ini mengelola air minum di Batam berdasarkan sistem konsesi dari Otorita Batam selama 25 tahun, mulai 1995 hingga 2020.
Berdasarkan prediksi sementara, sejak 1997 hingga 2008 nanti perusahaan itu akan mengalokasikan investasi jangka panjang mencapai Rp324,8 miliar.
Biaya investasi sebesar itu akan digunakan untuk optimalisasi kapasitas produksi direncanakan untuk pengembangan instalasi pengolahan air (IPA) Duriangkang tahap III. Adapun tahap I dan II sudah dalam pengerjaan sehingga nantinya dam tersebut mampu memproduksi 3.000 liter per detik.
Saat ini total produksi air PT ATB sebesar 2.195 liter per detik yang dihasilkan dari IPA Duriangkang 1.000 liter perdetik, IPA Tanjung Piayu 235 liter, IPA Sei Ladi 300 liter, IPA Muka Kuning 340 liter, IPA Sei Harapan 210 liter, dan IPA Nongsa 110 liter.
Imbalo menilai perusahaan itu cukup beruntung karena tidak perlu repot-repot mencari sumber air. OB sejak 1970-an sudah menyiapkan tujuh waduk sebagai sumber air baku lengkap dengan jaringan pipa. ATB hanya tinggal menambahkan jaringan baru dan mengolah air untuk disalurkan kepada pelanggan.
Kehadiran perusahaan itu pun dinilai berhasil mengatasi keterbatasan akses air bersih kepada masyarakat, di mana terjadi peningkatan jumlah pelanggan yang tadinya sebanyak 93.000 sambungan pada 2004 menjadi 120.000 sambungan pada 2007 ini.
Namun Imbalo melihat keberadaan ATB belum terlalu optimal karena ada kesepakatan dan perjanjian konsesi dengan OB yang belum direalisasikan oleh perusahaan tersebut.
”Dalam perjanjian disepakai ATB harus menyediakan air bersih yang bisa langsung diminum, tapi apa kenyataannya, perusahaan itu telah membohongi publik,” kata dia.
Kendati dirundung kontroversi dan penolakkan dari seluruh elemen, namun rekomendasi BPP-SPAM tidak serta merta bisa diimplementasikan dalam sistem pentarifan Juni ini.
Suara wakil rakyat dari DPRD Batam menuntut OB dan ATB agar membawa hasil rekomendasi itu ke sidang paripurna dewan untuk mendapatkan rekomendasi dari legislatif dan Pemko Batam.
Sementara itu Adang Gumilar, humas PT ATB, menegaskan pihaknya menyambut baik hasil rekomendasi yang dikeluarkan oleh BPP SPAM mengenai penyesuaian tarif ini.
”Kami hanya perlu menegaskan bahwa mengelola layanan publik itu tidak gampang, tidak semua orang bisa dan mau mengerjakannya,” ujarnya.
Penegasan Adang itu ada benarnya, tapi harus diingat satu hal, perusahaan penyelenggara layanan publik harus bersiap-siap rugi. Hak monopoli yang mereka peroleh tidak serta merta jadi jalan untuk menumpuk keuntungan besar dengan mengorbankan pelayanan kepada publik.
ATB harus bijak mendengar suara rakyat dan konsumen. Bila kenaikan ini justru memicu suasana makin ricuh maka sebaiknya ditunda saja. Perusahaan harus berani membuka laporan keuangannya secara lengkap dengan prediksi kenaikan maupun tanpa kenaikan tarif.
Selain itu, sosialisasi juga harus dilakukan agar publik mengerti kesulitan apa yang dihadapi oleh ATB terutama dalam kaitannya dalam pengembangan jaringan baru dan ekspansi lainnya.
”Memperoleh uang tunai untuk ekspansi tidak harus dengan menaikkan tarif, pemegang saham harusnya bisa menyetor modal baru untuk investasi,” tandas Imbalo.
Penolakkan masih terus berlanjut. Aksi teatrikal masih terus bergulir, warna cat si pelakon pun sudah berubah jadi putih dengan adegan yang masih sama. Publik masih menunggu, sampai kapan kontroversi ini akan berakhir, jangan sampai konsumen kembali jadi pihak yang dirugikan.

No comments:

Post a Comment