Tuesday, January 22, 2008

FTZ Batam, It's The Real Phobia..(2)

Dear blogger,

Lanjutan dari diskusi sehari 'Dampak dan Mitigasi Penerapan FTZ BBK' yang digelar kemarin semakin menarik setelah Johanes Kennedy, Ketua Kadin Kepri tampil sebagai pembicara dalam session kedua.

Selain menyorot soal perbandingan kinerja ekspor dan penyerapan pasar kerja antara Batam dengan Kota Jababeka-Bekasi, dia juga melihat pentingnya perhatian para pengelola FTZ nantinya dalam penyediaan SDM tingkat madya.
"Apakah kita punya kesanggupan menyedia tenaga madya ini, di saat posisi Indonesia masih dalam level penyedia pembantu rumah tangga (maid) dan tukang las (welder) di Singapura dan Malaysia," ujarnya.

Menurut dia, untuk mencetak para tenaga madya, tidak ada jalan lain selain memperkuat Politeknik yang ada. Coba lihat Singapura, pada tahun 2008 ini, negara itu baru saja meresmikan universitasnya yang ke empat setelah 40 tahun merdeka.
Artinya, selama ini mereka memang memfokuskan diri dalam penciptaan SDM tingkat madya melalui pembangunan sekolah Politeknik yang mampu menjadi tulang punggung industrialisasi negara pulau tersebut.

Coba bandingkan dengan Batam, satu-satunya Politeknik yang kita miliki malah dilebur menjadi Universitas Maritim Raja Ali Haji (Umrah). Bagaimana cara berpikir pejabat di daerah ini, yang ada diotak mereka hanya publisitas dan pamor tanpa memperhatikan substansi dari pendirian politeknik tersebut.

Tanggapan paling keras disampaikan oleh Ampuan Situmeang, Wakil Ketua Kadin Kepri bidang Hukum dan Etika Bisnis. Dia mengakui diskusi mengenai FTZ ini hanya menyisakan pemikiran hukum yang njelimet dan pesimistis.

"Apakah aturan hukum yang sudah disahkan ini bisa segera diimplementasikan atau apakah ini melanggar hukum atau tidak?" tanya dia.

Dia menilai republik ini sudah salah kaprah dalam sistem ketatanegaraannya. Bagaimana bisa sebuah Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) bisa melahirkan Peraturan Pemerintah (PP). "Walaupun Perppu No. 1/2007 sudah menjadi UU tapi itu khan lahir belakangan."

Pertanyaannya kini, mengapa aturan hukum yang sudah disahkan dan diberlakukan belum bisa menjadi landasan yang kuat dalam kelanjutan FTZ di Batam-Bintan-Karimun?
Contoh, soal Dewan Kawasan (DK) yang masih terbengkalai di Jakarta. Bagaimana FTZ bisa berjalan bila DK belum terbentuk dan Badan Pengusahaan Kawasan juga belum dibentuk.

Soal peralihan aset Otorita Batam menjadi Badan Pengusahaan Kawasan. Tidak ada aturan yang jelas baik dalam UU maupun PP No. 46/2007 yang mengatur soal peralihan aset ini. Padahal, aset OB adalah aset negara yang tercatat dalam perbendaharaan negara, tentunya perlu mekanisme yang njelimet bila akan dialihkan menjadi aset daerah.

Soal potensi konflik kewenangan antara BPK-FTZ dengan pemerintah kota/kabupaten di mana kawasan bebas itu berada. Sudahkah ini dipikirkan oleh pemerintah? Jawabannya belum.

"Yang paling ironis adalah mandeg-nya pembahasan soal FTZ ini karena adanya tarik menarik kepentingan politik di Jakarta. Bagaimana pulau ini mau maju bila pengambil kebijakan saja masih ribut," tuturnya.

Kesimpulan dari diskusi sehari itu selain soal ketakutan dan kekhawatiran akan kegagalan FTZ BBK, adalah kurangnya perhatian pemerintah pusat terhadap kelanjutan nasib BBK itu sendiri. Syamsul Bahrum, Asisten Ekonomi Pemkot Batam, menegaskan jangan tanya sebesar apa perhatian pusat terhadap FTZ Batam.

"Mereka hanya memikirkan Batam bila memang ada jadwal rapat yang membahas masalah ini, selepas itu mereka akan kembali disibukkan oleh persoalan lain yang masih menumpuk. Jadi, marilah kita sebagai penghuni Batam yang memikirkan nasib kita, jangan lagi kita berharap pada pusat," tandasnya.

1 comment:

  1. Hello. This post is likeable, and your blog is very interesting, congratulations :-). I will add in my blogroll =). If possible gives a last there on my blog, it is about the Transplante de Cabelo, I hope you enjoy. The address is http://transplante-de-cabelo.blogspot.com. A hug.

    ReplyDelete