Monday, January 21, 2008

FTZ Batam, it's the real phobia (1)


dear blogger,

Ternyata benar, gak salah bila blog ini bernama Batam FTZ Phobia, karena memang ketakutan dan kekhawatiran saja yang tersisa sejak pemerintah pusat mengesahkan pulau Batam-Bintan-Karimun sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas alias free trade zone (FTZ).

Kesimpulan ini yang bisa dipetik dalam Diskusi Sehari 'Dampak dan Mitigasi Penerapan FTZ BBK' di Bandung Resto, tadi pagi hingga siang. Pembicara yang hadir antara lain: Syamsul Bahrum, Asisten Ekonomi Pemkot Batam, Rusliden Hutagaol, Kabiro Humas dan Pemasaran OB, dan Daeng Salamuddin, Direktur Institute for Global Justice-Jakarta.

Dalam sesi pertama diskusi, Syamsul dengan gamblang memaparkan berbagai tugas dan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah pusat pasca pemberlakuan UU No. 44 Tahun 2007 tentang FTZ dan PP No. 46-47-48 Tahun 2007 tentang FTZ BBK.
Diantaranya soal regulasi yang belum tuntas, baik mengenai pembagian kewenangan antara Badan Pengusahaan Kawasan FTZ dengan Pemkot Batam, posisi pemkot sebagai representasi Otonomi Daerah dalam kawasan bebas, status lahan di Pulau Rempang-Galang, dan sebagainya.

"Dengan sistem eselonisasi saat ini, jelas posisi Badan Otorita Batam lebih tinggi satu tingkat dibandingkan pemkab/kota di Kepri, nah, apakah nanti setelah OB beralih menjadi BPK FTZ akan berada dibawah Pemkot Batam atau sejajar atau lebih tinggi? Ini harus diklarifikasi oleh pemerintah," ujar Syamsul yang juga menjabat Founding Centre Study for Public Policy (CSPP).

Selain soal regulasi, dia juga menyorot soal kewenangan antar institusi, zonasi kawasan bebas, insentif ekonomi yang belum tertuang jelas dalam UU dan PP, implikasi dari FTZ, dan ketersediaan sarana infrastruktur yang memadai seperti pelabuhan, bandara, air minum, listrik, dan sebagainya.

Dia pesimis dengan berbagai kondisi ini sehingga muncul kekhawatiran, bila nantinya FTZ Batam gagal menjadi motor pertumbuhan dan lokomotif ekonomi nasional maka bisa saja pemerintah mencabut status itu karena hanya ditetapkan dengan sebuah Peraturan Pemerintah (PP).

Hal yang sama juga dilontarkan oleh Rusliden Hutagaol. Menurut dia, bila status FTZ ini tidak kunjung diimplementasikan maka bukan tidak mungkin semua PMA yang ada di Pulau Batam akan hengkang dan pemodal akan berpikir dua kali untuk masuk ke Batam.

Johanes Kennedy, Ketua Kadin Provinsi Kepri yang menjadi pembicara pada sessi kedua, menegaskan dibandingkan Kawasan Jababeka di Bekasi, sebenarnya Batam masih jauh tertinggal.

"Dilihat dari kinerja ekspor dan angkatan kerja yang terserap, sebenarnya Batam belum ada apa-apanya dibandingkan Jababeka. Jadi, kita harus buktikan dulu bahwa status FTZ Batam ini benar-benar bisa memberikan manfaat bagi negara," ujarnya. (bersambung)

No comments:

Post a Comment