Tuesday, April 7, 2009

FTZ Batam..kawasan yang aneh!!!

Kemarin sore aku sempat chating dengan seorang temen yang lagi bete, dari obrolan itu banyak informasi penting yang muncul terutama menyangkut soal implementasi FTZ oleh Badan Pengusahaan Batam (BP Batam).

Hal pertama yang aku tangkap adalah keberadaan BP Batam sebagai titik sentral dalam implementasi ini. Karena instansi itulah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pemberian izin, dan mengawal pembangunan di pulau bebas ini.
Tapi, kendati sebagai instansi vital, BP Batam tidak mendapatkan kewenangan sebagaimana yang dijanjikan dalam UU FTZ dan PP No. 2 Tahun 2009. Ternyata ada instansi lain yang masih belum rela melepas sebagaian kewenangannya kepada BP Batam.

Siapa insatnsi itu, ialah Pemkot Batam. Anda bisa bayangkan, bila 172 kewenangan diserahkan ke BP Batam, maka Pemkot Batam hanya tinggal kolor doang. Cuma berhak mengurus KTP, Akte KElahiran, dan Surat Kematian, serta aktivitas sosial belaka.
Anda bayangkan, dengan 2.000 lebih PNS di bawah Pemkot Batam, mau dikemanain bila sudah tidak ada kerjaan lagi.

So, akhirnya, tarik menarik kewenangan mulai terlihat. Saat ini, BP Batam baru mengeluarkan izin usaha impor untuk industri plastik, besi-baja, dan cakram optik. Sisanya, masih dikompromikan dengan Pemkot Batam.

Itu dari sisi perizinan, bagaimana dengan sektor lain. Hal kedua yang aku tangkap dari obrolan kemarin adalah permainan instansi horizontal dalam pengawasan pelabuhan tidak resmi.
Pemkot Batam adalah pihak yang paling pertama maju menolak penutupan pelabuhan tikus dan tidak resmi di luar tiga pelabuhan FTZ Batam (Batu Ampar, Sekupang, dan Kabil). MEreka beralasan, Kawasan Batam dengan 300-an pulau masih membutuhkan pelabuhan rakyat ini sebagai akses mengatasi keterisolasian dari daerah lain.

Bah, alasan apa pula itu? Mengatasnamakan rakyat, padahal, pelabuhan rakyat dan pelabuhan tikus itu selama ini menjadi akses penyelundupan barang bekas dari Singapura. Barang bekas yang menurut Pemkot Batam menguasai nadi perekonomian masyarakat kelas bawah.

Sebuah pembenaran yang salah kaprah di wilayah FTZ. Bagaimana mungkin sebuah kawasan yang sudah menjadi FTZ tapi membolehkan akses pelabuhan yang tidak resmi yang sudah diketahui bersama sebagai akses penyelundupan dan praktik perdagangan ilegal.

Dan BP Batam, tidak bisa berbuat banyak. Mereka saat ini masih sibuk mengurusi izin import bagi perusahaan asing yang jumlahnya 800-an. Mereka berupaya agar kejadian 1 April tidak terulang, sebisa mungkin barang bisa dikeluarkan dan tidak terjadi hambatan di pelabuhan.

Trus bagaimana donk tugas mengawasi pelabuhan tikus yang "dilindungi" Pemkot Batam itu? ah, nanti dulu lah..masih banyak kerjaan nih..demikian kira2 jawaban BP Batam. Bisa jadi mereka juga enggan bersinggungan secara langsung dengan Pemkot Batam atau instansi lain yang bermain dalam praktek ilegal.
Kalo sudah begitu, apakah FTZ seperti ini yang diharapkan dan ditunggu-tunggu selama ini? Bagi para smuggler, ya inilah yang kita harapkan..Batam harus kembali bebas seperti dulu lagi, tanpa pengawasan, tanpa pajak, bebas merdeka, bagi praktek liar dan ilegal..

No comments:

Post a Comment