Wednesday, April 1, 2009

April Mop..Hari Pertama Implementasi FTZ Batam kacau balau

Tadi sore seorang teman yang bekerja di sebuah perusahaan importir alat manufaktur mengeluh. Pasalnya, perusahaan tempatnya bekerja masih nyantai aja, padahal peraturan baru ekspor impor sudah dikeluarkan. Dia khawatir, dengan peraturan baru ini, pasokan barang dari Malaysia dan Singapura akan terkendala karena perusahaan tidak punya izin khusus alias tidak terdaftar sebagai importir.

Lho, kalo begitu, selama ini bagaimana dia mengimportasi barang dari Malaysia? Nah ini dia yang menarik. Ternyata, perusahaan ini berkolaborasi dengan perusahaan forwarding untuk memasukkan barang-barang dari luar negeri khususnya Singapura dan Malaysia. Ini mudah saja dilakukan karena selama ini perusahaan forwarding bisa berperan sebagai importir dan nyambi mbawa barang dari luar.

Sejak presiden mengesahkan PP No. 2 Tahun 2009 tentang Ketentuan Keluar masuk barang di wilayah FTZ dan dilanjutkan dengan petunjuk teknis berupa tiga buah peraturan Menteri Keuangan No. 46, 47, 48 tahun 2009 dan Permendag No. 12/2009 tentang Pelimpahan Kwenangan Penerbitan Perizinan di bidang Perdagangan Luar Negeri Kepada Badan Pengusahaan Kawasan FTZ Batam, Bintan, dan Karimun, maka seluruh importir harus dan wajib mendatakan diri kepada BP Kawasan di daerah bersangkutan. Untuk Batam, harus mendaftar di BP Batam, begitu juga di Karimun dan Bintan.

Kasus di Batam ini sangat menarik. Di tengah euforia para importir dengan dicabutkan PP 63 Tahun 2003 tentang pengenaan pajak terhadap empat komoditi di Batam, alih-alih memudahkan, justru peraturan pengganti PP 63 itu justru memberikan aturan yang ketat kepada para importir.

Kini, para pengusaha perdagangan barang dan jasa yang terbiasa memasukkan barang melalui jalur ilegal terpaksa harus memperjelas status dan keberadaan perusahaannya. Selain meregistrasi dan mendaftarkan perusahaan, importir juga harus mendaftarkan jenis barang yang akan diimpor, kemana mau dipasarkan, dan berapa kuantitas barang yang diimpor.

Lebih ketat khan? Dan sudah barang tentu lebih rapi dari segi administrasi dan tentu saja lebih jelas mana importir abal-abal dan mana importir beneran.

Kembali ke persoalan temenku tadi. Jelas perusahaannya bukan importir dan harus menasbihkan diri dulu sebagai importir sebelum diperbolehkan memasukkan barang ke Batam. Dan forwarding yang biasa diajak kolaborasi juga harus memperoleh Nomor Importir Khusus (NIK) supaya proses importasi barang dari Malaysia bisa berlangsung aman tanpa dicegat Bea Cukai.

Mestinya, dengan sistem baru di Kawasan Perdagangan Bebas ini, kondisi bisa lebih baik dan lebih gampang. Tapi kenyataannya, suasana terkesan kacau balau dan dipaksakan. BP Batam hampir pasti belum siap, Bea Cukai juga sama. Akhirnya, terjadi penumpukkan barang di Pelabuhan Batu Ampar.

Kontainer yang masuk sejak tadi pagi tanggal 1 Apri ini (hari pertama berlakunya FTZ di Batam), masih menumpuk di dermaga penumpukkan karena pemilik barang tidak diperbolehkan memindahkan barang ke luar dari lokasi pelabuhan. Karena, dokumen dari importir masih bermasalah.
Alhasil, puluhan importir memadati Kantor Pelayanan Umum Bea Cukai Batam untuk mengurus re-registrasi dan verifikasi data importir supaya barang bisa segera keluar dari pelabuhan.

No comments:

Post a Comment