Friday, June 4, 2010

Jabatan Ketua DK tanpa batas waktu...

Tampaknya diskursus tentang posisi Ketua Dewan Kawasan FTZ Batam Bintan Karimun ini semakin menarik untuk dikupas lebih lanjut.

Pada postingan sebelumnya kita sudah mendapatkan pencerahan mengenai posisi Gubernur Kepri dan Ketua Dewan Kawasan, maka pada postingan ini kita akan mencoba mengurai isi dari Surat Keputusan Presiden No. 9/2008 tentang Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam yang disahkan tanggal 7 Mei 2008.

Pertimbangan penerbitan keppres itu disebutkan dalam poin c bahwa Gubernur Kepulauan Riau bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kepulauan Riau sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang, telah mengusulkan susunan Organisasi Dewan Kawasan pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan, dan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun kepada Presiden.

Jadi sudah jelas disini bahwa struktur DK itu diusulkan oleh Gubernur dan DPRD untuk ditetapkan oleh presiden melalui Keppres, dalam hal ini tentu saja Gubernur dan DPRD Kepri.

Semestinya, gubernur bisa saja mengusulkan nama lain sebagai pengurus DK tapi tampaknya pada waktu itu Ismeth Abdullah mengusulkan dirinya atas nama gubernur aktif bersama walikota/bupati dan jajaran muspida. Berikut susunannya;

Ketua merangkap anggota: Gubernur Kepri
Wakil Ketua merangkap anggota: Walikota Batam
Anggota:
1. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Provinsi Kepulauan Riau;
2. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Pajak Provinsi Kepulauan Riau;
3. Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Provinsi Kepulauan Riau;
4. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kepulauan Riau;
5. Kepala Kepolisian Daerah Kepulauan Riau;
6. Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Kepulauan Riau;
7. Komandan Pangkalan Utama Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut IV;
8. Komandan Gugus Keamanan Laut Wilayah Barat;
9. Komandan Komando Resort Militer 033/WIRAPRATAMA;
10. Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam

Ada yang rancu disini: Pertama: Keppres ini tidak mencantumkan nama sebagai pengurus Dewan Kawasan melainkan hanya nama jabatan. Berarti, siapapun orangnya sepanjang jabatannya masih tercantum dalam keppres ini maka dia berhak menjadi pengurus DK.

Kedua: Keppres ini dibuat tanpa ada batas waktu masa tugas para pengurus DK padahal sesuai ketentuan dalam pasal 6 ayat 3 UU No. 36/2000 secara jelas disebutkan masa tugas DK adalah lima tahun dan bisa diangkat kembali. Penjelasan mengenai jangka waktu ini tertera dalam ketentuan Kelima disebutkan Dewan Kawasan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Presiden secara berkala setiap 6 (enam) bulan atau sewaktu-waktu bila diperlukan.

Bisa diasumsikan, kepengurusan DK tidak memiliki batas waktu alias selamanya selama masih ada gubernur dan jajaran pimpinan horizontal di daerah. Ini aneh dan bisa dikatakan tidak mengacu pada undang-undang.

Dari dua kerancuan itu bisa disimpulkan bahwa presiden seolah tidak ingin repot gonta-ganti keppres. Karena jika pengurus DK ditetapkan menggunakan nama pejabatnya maka bisa dipastikan terjadi pergantian keppres setiap saat, tapi dengan format keppres seperti ini maka ia bisa kekal sepanjang masa.

Kerancuan ketiga adalah keppres ini tidak mengatur mekanisme penggantian pengurus DK bilamana ada salah satu anggotanya berhalangan. Contoh kasus, setelah Ismeth Abdullah tidak menjabat lagi sebagai gubernur, apakah otomatis dia tidak lagi menjabat sebagai Ketua DK? Padahal, posisi Ketua DK ini diusulkan oleh gubernur dan tidak mengangkat dirinya secara otomatis.
Apakah perlu ada keppres baru lagi yang menetapkan bahwa kepengurusan DK periode ini tidak berlaku lagi? Sementara dalam keppres sebelumnya tidak menjelaskan jangka waktu masa tugas.

Karena posisi Ketua DK bukan ex-officio, berarti M. Sani, sang gubernur terpilih tidak otomatis jadi Ketua DK. Dengan kewenangannya, mestinya M. Sani bisa mengusulkan struktur DK yang baru kepada presiden. Tapi dengan kerancuan diatas, saya rasa bakal banyak muncul kebingungan dalam penerapannya di lapangan.

Atau justru saya saja yang membuatnya jadi rancu dan membingungkan???
Hmmm..entahlah..saya pun bingung nih..hihihihihihi

No comments:

Post a Comment