Apa yang membedakan antara Dewan Kawasan FTZ Batam (DK) dengan Badan Pengusahaan Kawasan FTZ Batam (BP Batam)? DK adalah lembaga yang menetapkan kebijakan umum, membina, mengawasi dan mengkoordinasikan BP Batam, sedangkan BP Batam berwenang mengelola, mengembangkan, dan membangun kawasan perdagangan bebas Batam sesuai dengan fungsi-fungsi FTZ.
Dalam Perppu No. 1/2000 jo UU No. 36/2000 tentang FTZ memang telah diatur tugas dan wewenang kedua lembaga tersebut termasuk juga kewenangan bagi Gubernur di daerah terkait dalam mengusulkan siapa saja personel yang layak duduk dalam struktur DK dan BP.
Namun ada yang sedikit aneh dan menggugah naluri kewartawanan saya untuk mengupas lebih lanjut, mengapa ketika mengusulkan personel yang akan duduk dalam struktur DK, Gubernur Kepri Ismeth Abdullah cenderung menunjuk nama jabatan sedangkan ketika menetapkan personel BP Batam, Bintan, dan Karimun justru menunjuk nama individu atau pejabat terkait di masing-masing daerah?
Dalam Keppres No. 9, 10, dan 11 Tahun 2008 telah ditetapkan struktur DK FTZ BBK yang diketuai oleh Gubernur Kepri, wakil ketua adalah masing-masing walikota dan bupati, dan anggotanya Kanwil BC, Pajak, Hukum dan HAM, Danlanal, Danrem, Kapolda, dan ketua BP di BBK.
Keppres itu tidak menetapkan nama personel yang duduk di DK tapi nama jabatannya yang berarti siapapun pejabatnya maka dia lah yang akan duduk di DK. Tapi mengapa ketika Ketua DK Ismeth Abdullah menetapkan struktur BP, dia menunjuk nama pejabatnya?
Apa yang membuat kedua lembaga yang mengacu pada UU yang sama tapi dalam implementasinya berbeda interpretasi. Apakah presiden menilai personel DK hanya diisi oleh jajaran muspida saja sehingga tidak perlu sebut nama, dan Ketua DK sebagai pihak yang berwenang menetapkan personel BP justru merasa lebih penting untuk menetapkan nama pejabat.
Apa motif dibalik ini semua? Jelas ada keanehan. Sebab, DK sebagai lembaga mirip regulator yang menetapkan kebijakan dalam wilayah FTZ mestinya diisi oleh pejabat atau kalangan profesional yang paham dan mengerti bagaimana mendisain kebijakan umum di wilayah FTZ untuk selanjutnya dilaksanakan oleh BP. Demikianlah kira-kira hierarki tugasnya.
Tapi dengan melihat struktur DK saat ini, apa yang bisa dibuat? Terbukti, selama dua tahun terakhir, DK ibarat macan ompong yang enggan menunjukkan superioritasnya sebagai lembaga tertinggi dalam wilayah FTZ. Penyebabnya, karena dia diisi oleh institusi bukan oleh personel yang profesional dibidangnya.
Dan disamping itu, DK memang sengaja dibuat ompong dan tidak bertaring. Baik dari struktur personelnya maupun dalam kewenangannya. Sudah jelas dalam UU, DK itu menetapkan kebijakan umum, membina, dan mengawasi, tapi dalam kenyataannya tiga fungsi itu tidak berjalan. Di lapangan, kebijakan umum masih menunggu dari pusat, pembinaan juga, pengawasan pun masih ditangan Bea Cukai. So, tugas DK hanya administratif aja. Rapat ke sana kemari, isi absen, terima anggaran, dan entah untuk apa!
No comments:
Post a Comment