Friday, September 12, 2008

Masih soal PP 63 [2]

Dari beragam persoalan yang tadi saya sebutkan di artikel pertama, ada satu isu yang kini sedang hangat diperbicangkan di kalangan importir Batam, apalagi kalo bukan registrasi importer untuk mendapatkan Nomor Identitas Kepabeanan (NIK).

Beberapa importer yang saya jumpai, semua mengeluh, barang-barang tertahan di pelabuhan, tidak bisa keluar tidak bisa masuk.
"Kebijakan ini merupakan akal-akalan Bea Cukai untuk melawan FTZ yang sebentar lagi diterapkan,"demikian kata seorang pengusaha kepada saya tadi siang.

Sebenarnya registrasi importer ini bermaksud untuk menertibkan pengusaha itu sendiri. Artinya, BC ingin mendata mana perusahaan yang bertanggung jawab, lengkap alamat, dan keberadaannya. Bukan importer jadi-jadian yang bisa saja muncul seketika untuk memasukkan barang ilegal.
"Jadi bukan berarti FTZ terus importer bisa seenaknya dan merasa bebas sebebas-bebasnya. Ada aturan yang harus ditaati, agar pengusaha yang mendapat insentif merupakan perusahaan yang bertanggung jawab," ujar Aris Sudarminto, Kasi Bimbingan dan Kepatuhan KPU Bea Cukai Tipe B Batam.

Menurut dia, dengan melakukan registrasi importir ini, BC akan memberikan Batam para pelaku usaha yang patuh, jelas, bertanggung jawab, profesional, dan bukan pelaku bisnis seperti biasanya atau penjahat ekonomi [baca; penyelundup] yang memikirkan keuntungan sendiri apalagi keuntungan orang yang membekinginya.

Oke deh BC, apapun alasannya, yang jelas kini ada dua kubu yang saling bertentangan. Kubu pengusaha merasa diberatkan dengan registrasi ini dan kubu BC yang ingin menertibkan keadaan.
Pengusaha yang saya jumpai mengaku untuk melakukan registrasi ternyata tidak semudah yang dijanjikan oleh BC. "Prosesnya bahkan lebih rumit dibandingkan bila mengurus green card ke Singapura," ujar pengusaha tadi.

Walah..dalah...luar biasa..sedemikian parahkah proses administrasi di BC itu? Padahal, mereka sudah menggunakan sistem online lewat pendaftaran melalui website, tapi ya ternyata tidak jalan juga.

Bila sudah demikian, kemana para pengusaha ini harus mengadukan permasalahannya? Ke Otorita Batam kah, Pemkot Batam kah, Gubernur Kepri kah, Dewan KAwasan kah, atau ke Kadin??
Saya yakin, baik OB, Pemkot, Pemprov maupun DK tidak akan mampu menyelesaikan persoalan ini. Saya kok tidak melihat ada pejabat di tiga instansi itu yang paham dengan teknis keluar masuk barang di pelabuhan apalagi bersentuhan dengan dokumentasi BC.

Dewan Kawasan apa lagi, saya jamin tidak paham. Gimana mau paham, lha wong asyik ngurusin PP 63 doang, sehingga masalah lain terlupakan.
Jadi, ya importir paling tepat ngadu ke Kadin. Trus Kadin mau membawa masalah ini kemana. Pasti tidak ke tiga instansi di atas. Yang paling pas, Kadin buat surat ke Dirjen Bea Cukai di Jakarta untuk menyelesaikan masalah ini.

Kalo sudah demikian, lalu buat apa FTZ diimplementasikan di Pulau Batam? Betul kata seorang teman, mendingan Pulau Batam ini dijadikan daerah pabean saja, biar doing business tidak terganggu oleh aturan yang membingungkan.

C'mon pak Ismeth, wake up donk, jangan sibuk ngurus PP 63 aja..sekali2 main ke pelabuhan, lihat ada apa disana..
Maen ke BC, apakah proses yang dijalankan sudah benar dan business friendly..
Jangan anda buat bodoh para wartawan dan publik di Kepri ini dengan isu PP 63 yang sama sekali tidak relevan dengan upaya percepatan FTZ..

No comments:

Post a Comment