Thursday, September 11, 2008

Desakan Pencabutan PP 63 kembali mencuat..

Dear blogger,

Detik-detik menjelang pengesahan Badan Pengusahaan Kawasan Batam (BPK Batam) kembali dimeriahkan oleh desakan Ketua Dewan Kawasan atawa Gubernur Kepulauan Riau Ismeth Abdullah agar PP 63/2003 tentang Pengenaan PPN, PPn BM terhadap 4 komoditi di Batam dicabut.

Bahkan, Sang Maha Ketua mengancam akan menggunakan kekuatannya sebagai Maha Ketua di FTZ BBK untuk mencabut sendiri PP 63 tersebut bila Presiden EsBeYe tidak juga mencabutnya.
Mantabbb tenan pak Ketua...Mentang-mentang Maha Ketua udah maen ancam aja, dan ngerasa paling kuasa pula..

Tapi ini menarik untuk dikupas, apakah kapasitas beliau sebagai Ketua DK bisa mencabut sebuah Peraturan Pemerintah atau ketentuan lain yang --menurut dia sih..-- bertentangan dengan semangat FTZ Batam.

Kira-kira dimana ya letak kewenangan DK itu? Apalagi kalo kita lihat dalam Keppres no. 9, 10, dan 11 tentang Dewan Kawasan BBK, sama sekali tidak dijelaskan kewenangan DK dalam membatalkan atau mencabut sebuah PP.
Dalam Keppres No. 9/2008 tentang DK Batam, dalam enam pasal yang tertera tidak satupun yang menegaskan wewenang DK dalam membatalkan sebuah PP. Dalam pasal empat, disebutkan 'dalam pelaksanaan tugasnya, DK memperhatikan kebijakan umum Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.'
Pasal lima, berbunyi 'DK melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Presiden secara berkala setiap enam bulan atau sewaktu-waktu diperlukan.'

Nah, bila dalam Keppres saja tidak mengatur soal kewenangan, trus mengapa Sang Maha Ketua merasa punya kewenangan lebih dalam mencabut PP yang kedudukan sedikit lebih tinggi dibandingkan Keppres?? Entahlah, hanya Tuhan yang tahu..

Dalam beberapa ulasan yang saya tampilkan dalam blog ini, sebenarnya hanya ada satu pertanyaan mengapa DK begitu ngotot untuk mencabut PP 63? Okelah, memang PP 63 telah bertentangan dengan semangat FTZ menyeluruh yang ditetapkan untuk Batam. Tapi khan, urgensinya bukan disitu.!!

Coba kita pikir, apakah Ismeth mau mengembalikan Batam seperti dulu lagi, ketika pulau ini banjir mobil, rokok, minuman beralkohol, dan elektronik?? Itu sama saja dengan menghidupkan para macan penyelundup.

Apakah Ismeth pikir, rakyat Batam sudah demikian merana sehingga perlu diberikan lagi fasilitas kebebasan pajak untuk empat komoditi itu? Sementara saat ini fokus masyarakat bukan lagi ingin memiliki mobil, tapi bagaimana bisa mendapatkan sembako murah dan harga tetap stabil.

Ahhh..entahlah, ..Pengusaha golongan mana yang diperjuangkan oleh DK ini? Padahal, DK perlu turun ke lapangan, menanyakan langsung ke para investor asing yang sudah lama maupun baru, apakah PP 63 sudah mengganggu operasionalnya atau belum?
Tim Riset FE UI sudah ada jawabannya. Dari sekian banyak pengusaha asing yang diwawancarai ternyata concern mereka bukan di PP 63, tapi soal tenaga kerja dan birokrasi perizinan yang tidak kunjung diperbaiki.

Lantas, bila pengusaha asing saja tidak merasakan dampak negatif dari PP 63, justru kok kalangan birokrat [baca: ISMETH dan JON ARIZAL] yang ngotot minta PP 63 dicabut segera?? Hahahahaha...kagak nyambung man....

No comments:

Post a Comment