Thursday, May 22, 2008

Otorita Batam bisa jadi BPK sementara waktu

Otorita Batam (OB) dinilai perlu melaksanakan fungsi sebagai Badan Pengusahaan Kawasan (BPK) untuk sementara waktu, dan melaporkannya kepada Dewan Kawasan serta Dewan Nasional, menyusul belum adanya ketentuan peralihan pasca UU No. 44/2007 dan PP No. 46/2007.

"Rekomendasi Tim Teknis dalam penyesuaian peraturan dan pengawasan keluar masuk barang di KPBPB memerlukan kehati-hatian, termasuk dalam peralihan kewenangan OB ke Badan Pengusahaan. Oleh sebab itu, untuk sementara OB bisa menjalankan fungsi itu," ungkap Edy Putra Irawady Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan, kemarin.

Hasil tindak lanjut Rakortas akhir pekan lalu, menugaskan Tim Teknis segera menyelesaikan kebijkan yang diperlukan untuk implementasi UU No. 44/2007 dan peraturan pelaksanaan tentang Kawasan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas (KPBPB) setelah adanya Dewan Nasional dan Dewan Kawasan."

Edy menjelaskan, Rakortas meminta penyelesaian masalah preaktik dengan fokus yang terjadi di Batam karena setelah UU No. 44/2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1/2007 terkait Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB), dan pemberlakuan Batam, Bintan, Karimun (BBK) sejak 1 November 2007, serta PP 46/2007 tentang KPBPB Batam, tidak ketentuan peralihannya.

"Padahal banyak hal yang harus diawasi. Misalnya, dari mulai kelancaran pemasukan dan pengeluaran barang, perizinan, pengeluaran, pelimpahan ke BP, dokumen (surat keterangan asal/ SKA), dan point kewajiban lainnya," jelasnya.

Edy menambahkan masalah fasilitas pajak seperti yang dituangkan dalam PP No. 63 dan SK Menteri Keuangan No. 60/2003 juga masih berlaku, kendati sudah ada UU No. 44/2007 dan sejumlah PP lainnya yang terbit pada 7 Mei 2008.

Kejelasan status

Sementara itu, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional tidak akan mengucurkan dana operasional bagi OB untuk 2009 sebelum ada kejelasan status bagi badan itu.

"BPK dan Bappenas, sudah menegaskan OB hanya bisa menggunakan anggaran negara sampai 31 Desember 2008. Tahun depan sudah tidak bisa lagi, selama OB belum menjadi badan yang jelas."

Edy menegaskan tim teknis masih mengkaji badan seperti apa yang layak menggantikan organisasi OB dalam menjalankan fungsi sebagai badan pengelolaan kawasan bebas.

Tahun ini, OB menerima alokasi dana APBN sebesar Rp160 miliar. Biaya rutin yang diperoleh dari unit usaha pelabuhan laut, bandara, rumah sakit, dan pengelolaan lahan sebesar Rp300-an miliar sehingga total anggaran belanja dan pendapatan OB mencapai Rp460-an miliar.

Pada 31 Desember merupakan tenggat bagi OB menjadi badan pengusahaan kawasan sesuai amanat PP No. 46/2007 tentang FTZ Batam. Proses pengalihan badan itu menjadi badan pengelolaan tidak segampang yang diperkirakan.

Menurut Edy, ada beberapa peraturan perundangan yang harus diperhatikan oleh Dewan Kawasan sebelum membentuk BP KPBPB Batam terutama soal peralihan aset dan pegawai seperti diatur dalam UU Perbendaharaan, UU Kepegawaian, dan UU Kekayaan Negara.

No comments:

Post a Comment