Thursday, May 15, 2008

Ismeth Sukses Lobi SBY

Apa maksud judul di atas? Tak lain adalah wujud kekaguman atas kehebatan Gubernur Kepri Ismeth Abdullah melobi Presiden SBY guna mempertahankan usulannya atas struktur Dewan Kawasan FTZ BBK.

Lewat Keppres No. 9, 10, 11 Tahun 2008 tentang DK FTZ BBK, susunan komposisi pejabat dalam DK tidak jauh berbeda dengan susunan yang diusulkan Ismeth beberapa bulan sebelumnya. Disitu ada Kepolisian Daerah, Kejaksaan Tinggi, Bea Cukai, Korem, Guskamla TNI AL, Lantamal TNI AL, dan sebagainya.

Padahal, tiga bulan lalu ketika Wapres Jusuf Kalla datang ke Batam, sudah ditegaskan bahwa pemerintah sedang menggodok usulan Gubernur mengenai struktur DK, dan dipastikan ada pengurangan atau bahkan penggantian personel dari yang diusulkan.
Tapi siapa menyangka, setelah perpres itu terbit, ternyata isinya sama saja alias persis dengan yang diusulkan. Yang dicoret hanya pejabat setingkat dinas dan wakil gubernur serta Ketua DPRD saja.

Hebat...sekali lagi selamat buat pak Gubernur..
Rombongan 'lenong' yang masuk dalam struktur DK itu jelas tidak pro pasar. Bukan pada tempatnya memposisikan aparat keamanan sebagai anggota Dewan Kawasan FTZ yang fungsinya menjadi badan regulator dan pengawas dalam implementasi FTZ di Batam-Bintan-Karimun.

Aparat keamanan baik polisi dan TNI, sejatinya memiliki tugas, pokok, fungsi (tupoksi) sebagai penjaga keamanan di darat, laut, dan udara. Tanpa perlu duduk dalam DK pun, mereka wajib menjaga keamanan dan kedaulatan wilayah RI baik dari serangan perampok, penyelundup, dan koruptor. Begitu juga, aparat Bea Cukai.
Memang sih, maksud Ismeth menempatkan aparat keamanan dalam DK supaya investor mendapatkan jaminan keamanan dan kenyamanan dalam menjalan operasi usahanya di Batam Bintan Karimun.

Dalam dokumen Perpres yang saya terima, disebutkan untuk DK Batam sebanyak 12 orang pejabat struktural masuk dalam komposisi, DK Bintan sebanyak 13 orang, dan DK Karimun 12 orang. Gubernur Kepri menjad Ketua merangkap Anggota. Kemudian, di masing-masing wilayah FTZ, walikota dan bupati menjabat wakil ketua merangkap anggota, diikuti oleh pejabat struktural (Muspida) di daerah masing-masing.
Khusus FTZ Bintan, Bupati Bintan dan Walikota Tanjung Pinang mendapatkan tempat sebagai wakil ketua merangkap anggota.

Bisa dikatakan, struktur DK FTZ BBK terlalu 'gemuk' atau bisa dibilang kegemukan. Mengapa harus semua unsur Muspida dimasukkan dalam struktur? Ya, itulah Ismeth, sang gubernur yang punya politik akomodatif. Dengan begitu, dia bisa memberikan pekerjaan baru bagi para birokrat di luar aktivitas rutinnya.

Coba, kita lihat Dewan Kawasan Sabang (DKS). Kawasan FTZ yang pertama kali dibentuk di republik ini. Hanya ada tiga pejabat, Ketua DKS dijabat Gubernur NAD, Wakil Ketua: Walikota Sabang dan Bupati Aceh Besar. Sudah, cukup...tidak ada anggota dan aparat keamanan di dalamnya.
Memang, dibandingkan dengan Batam, Sabang masih kalah. Tapi setidaknya efektifitas struktur organisasi di DKS bisa jadi bahan bagi DK Batam. Publik bukanlah anak sekolah yang bodoh dan bisa dibohongi. Masyarakat akhirnya bisa mengerti betapa penguasa hanya menginginkan lahan kekuasaan dari pada niat membangun negeri.

Kita tunggu saja, mau dibawa kemana pulau ini oleh DK Yang Terhormat.

No comments:

Post a Comment