Tuesday, October 28, 2008

Otorita Batam belum bubar..

Pagi tadi, Kadin Kepulauan Riau bekerjasama dengan Harian Bisnis Indonesia menggelar diskusi pagi bertema "Peluang dan Hambatan di Era Batam FTZ", yang menghadirkan pembicara a.l. Ketua Kadin Kepri Johanes Kennedy, Kepala BP Kawasan Batam/Ketua OB Mustofa Widjaja, dan Pimpinan Bank Indonesia Irwan Lubis. Bertindak sebagai moderator; ya saya sendiri..

Acara itu cukup menarik karena digelar tak lama setelah Otorita Batam berulang tahun ke37 dan beberapa minggu setelah Dewan Kawasan menetapkan personel BP Kawasan Batam. Dan tujuan utama dari diskusi itu tentu saja ditujukan kepada para wartawan di Batam agar memiliki landasan berpikir yang sama agar tidak salah dalam pemberitaan.

Mengapa masalah pola pikir ini menjadi concern yang cukup besar?? Mungkin kita pernah membaca di beberapa media mengenai pemberitaan soal bubarnya Otorita Batam setelah terbentuk BP Kawasan Batam.
Wacana ini memang membingungkan, karena faktanya, tidak ada satupun peraturan yang dikeluarkan yang menegaskan pembubaran OB bahkan setelah disahkannya BP Kawasan Batam.
Dalam UU FTZ, mengatur soal pembentukan BPK beserta struktur organisasinya. Dalam PP 46, juga mengatur soal peralihan aset dan pegawai OB kepada BP Kawasan. Jadi, mengapa wartawan punya pemahaman yang lain mengenai keberadaan institusi OB??

Nah disinilah perlu diluruskan. Wacana itu lebih tepat disebut opini dari masing-masing media untuk menarik minat pembaca dengan menyebar berita belum tentu benar.

Dalam diskusi pagi tadi, Pak Mus menjelaskan OB yang dibentuk dengan Keppres dan diperpanjang terus hingga tahun 2005 lalu tetap berdiri dan beroperasi seperti biasa. Tidak Keppres yang diterbitkan hingga hari ini yang menegaskan penutupan atau penghentian operasi institusi yang kemarin berultah ke 37.

Begitu juga dengan BP Kawasan Batam, setelah dibentuk melalui surat keputusan DK FTZ Batam pada akhir bulan lalu, juga sama sekali tidak mengatur soal pembubaran OB atau pun pengalihan.

Jadi kesimpulannya, ya OB belum bubar atau dengan kata lain, Pak Mus masih menjabat dua posisi ya sebagai Ketua OB dan Kepala BP Kawasan Batam. Bahkan, sampai akhir tahun ini, OB masih menerima kucuran dana dari APBN, pegawainya pun masih tercatat sebagai PNS pusat termasuk eselonisasi, dan aset-asetnya pun masih tetap dikendalikan OB.

Semoga saja, rekan-rekan media bisa berpikir jernih memandang isu OB dan BP Kawasan ini. Lebih baik tidak menebar wacana yang belum tentu benar sebelum kita memahami betul apa esensi dari isu yang ingin digarap. Apalagi, isu FTZ Batam termasuk isu yang terbuka, maksudnya, semua orang merasa paling tahu tentang FTZ, padahal kenyataannya, ada banyak cerita dibalik berita yang tidak semua orang paham untuk mencernanya.

Apakah wartawan yang hadir tadi pagi bisa memahami maksud yang disampaikan pak Mus soal eksistensi OB? Mari kita tunggu berita yang akan terbit besok. Keberhasilan diskusi tadi pagi tergantung pada berita yang akan dimuat besok pagi..

Saturday, October 25, 2008

HAPPY 37th ANNIVERSARY TO OTORITA BATAM

Pengelola Blog ini mengucapkan:

SELAMAT ULANG TAHUN KE 37 OTORITA BATAM (baca: BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN FTZ BATAM)

SEMOGA MAKIN DEWASA, MAKIN BERWIBAWA, MAKIN PROFESIONAL, DAN TAMBAH SUKSES DALAM MENCIPTAKAN PERUBAHAN BAGI KEMASLAHATAN PULAU BATAM KE DEPAN...

TAHNIAH..

Friday, October 24, 2008

Personal Guarantee dari Ismeth Abdullah

"If you have any problem, our door were open 24 hours a day, but before come to my door, you must go to Bupati's door first," ujar Ismeth Abdullah, Ketua Dewan Kawasan FTZ Batam, Bintan, Karimun yang juga Gubernur Kepulauan Riau.

Ismeth tidak sedang berbasa basi. Pernyataan itu disampaikannya di hadapan jajaran manajemen PT Saipem Indonesia saat penandatanganan nota kesepahaman dengan Pemerintah Kabupaten Karimun di KBRI Singapura.

Penegasan itu merupakan wujud komitmen pribadinya atau kalo bisa dibilang personal guarantee dalam mendukung kelancaran investasi asing PT Saipem Indonesia di Kabupaten Karimun senilai US$450 juta.
PT Saipem adalah perusahaan PMA yang didirikan di Indonesia sejak 1995, bergerak dalam bidang penunjang industri minyak dan gas. Investasi perusahaan asal Italia itu dalah untuk pengembangan suatu galangan fabrikasi di Tanjung Pangaru, Desa Pangke, Kec. Meral, Kab. Karimun.
Galangan ini akan digunakan untuk kegiatan fabrikasi struktur on and off shore. Untuk tahap pertama pengembangan, akan menyerap investasi sebesar US$450 juta dengan target penyerapan tenaga kerja sebanyak 5.000 orang.

Galangan ini akan menjadi pusat kegiatan fabrikasi dan basis logistik bagi kegiatan Saipem Group di Asia Pasifik. Perusahaan ini merupakan anak perusahaan Saipem Group yang berpusat di Italia, selaku perusahaan jasa penunjang dan kontraktor industri minyak dan gas di mana 43% sahamnya dimiliki oleh Eni Group, Italia.

Perhatian Ismeth kepada Saipem bisa dibilang sangat besar. Wajar saja, dengan nilai sebesar hampir Rp4 triliun, kehadiran Saipem di Karimun diharapkan bisa memicu percepatan pembangunan ekonomi di kabupaten tersebut. Itu sebabnya, apapun yang dibutuhkan oleh Saipem, Pemprov Kepri dan Pemkab Karimun siap membantu.

Sebelum memutuskan berinvestasi di Karimun, Saipem sebenarnya sempat mengkaji beberapa lokasi di Asia seperti China, Vietnam, Thailand, Filipina, Malaysia, dan Batam. Namun atas upaya keras dari Mr Ismeth dan Bupati Karimun Nurdin Basirun, akhirnya Saipem memutuskan untuk berinvestasi di Karimun.

Keputusan itu sebenarnya mengundang kecurigaan oleh Singapura. Sangat jarang, investasi sebesar itu bisa datang sendiri tanpa ada campur tangan makelar dari Singapura. Dan Singapura wajar saja merasa kecolongan, karena negara itu melalui Sembawang Corp sudah membangun kawasan galangan kapal di Karimun.
Mestinya, bila saja Saipem mau lewat Singapura, paling tidak, perusahaan Italia itu bisa beroperasi di dalam kawasan Sembawang.

So, what we can say here is, kehadiran Saipem sangat fenomenal dalam sejarah investasi di Karimun dan juga Kepulauan Riau. Makanya, tidak salah, bila Ismeth membuka pintu lebar-lebar bagi manajemen Saipem bila tersandung masalah.

Untung saja, masalah pembebasan lahan yang terjadi beberapa bulan terakhir, tidak mengganggu kelancaran investasi Saipem di wilayah itu. Dan komitmen Nurdin Basirun pun sangat kuat dengan mengorbankan aparat di bawahnya yang mata duitan bermain-main dengan anggaran.

Saya pribadi sangat yakin, FTZ Karimun akan menjadi kawasan pertumbuhan baru bila komitmen dari pemerintah daerahnya tetap kuat seperti ini. Dan sosok Nurdin memang beda dibandingkan Walikota Tanjung Pinang, Bupati Bintan, dan Walikota Batam.
Tiga nama terakhir lebih banyak ngorok di ruang kerja karena terlena oleh keberhasilan daerahnya, padahal tidak satu pun itu hasil dari keringat mereka.

Tema HUT OB Ke 37, rada aneh..!!

Tadi pagi sebuah undangan datang ke kantor, ternyata dari Panitia HUT OB Ke 37. Mereka mengundang saya untuk hadir dalam acara syukuran peringatan hari ulang tahun instansi itu untuk yang terakhir kalinya. (maksudnya terakhir dengan nama OB).

Namun, perhatian agak terfokus pada tulisan tema HUT tahun ini yang tercantum dalam undangan berbunyi: "MELALUI HUT OTORITA BATAM KE 37, KITA TINGKATKAN PROFESIONALISME MENUJU IMPLEMENTASI BATAM E-GOVERNMENT"

Memang sih, ga ada yang salah dengan tema itu, tapi kenapa kok tema mengarah ke E-GOVERNMENT??
Ibarat telur dan ayam, mana yang lebih dulu, begitu juga dengan profesionalitas dan implementasi e-gov. Apakah profesionalisme dulu yang ditingkatkan baru implementasi e-gov bisa berjalan, atau implementasi e-gov untuk meningkatkan profesionalitas.
Berarti, kalau profesionalisme tidak meningkat, batam e-gov gagal diimplementasikan??

Saya curiga, tema Batam E-gov ini sengaja dikedepankan karena Otorita Batam kadung sudah berutang dengan Korea Selatan senilai US$20 juta untuk proyek e-gov ini. Bahkan sebagian uangnya sudah digunakan untuk jalan-jalan sebagian pejabatnya berdalih studi banding.

Apa yang ingin diraih dari sebuah proyek e-gov yang diperoleh dari dana utangan?? Apakah proyek itu bisa menghasilkan pendapatan sehingga bisa dijadikan cicilan utang? Saya kok melihat, belum ada indikasi proyek e-gov di Batam ini yang bisa dijadikan profit centre. Siapa yang mau membeli jasa yang disediakan??

Ujung-ujungnya, anggaran negara (baca: anggaran BPK Batam/OB) juga yang akan dikeruk untuk membayar cicilan utang ke Korsel. Karena tidak ada kewajiban untuk mencari sumber pendapatan untuk menutup cicilan, akhirnya, pemimpin instansi itu dengan gampangnya menghambur-hamburkan uang dengan dalih studi banding dan pelatihan ke Seoul.

Bila tidak ada halangan, minggu ini, rombongan pejabat eselon OB akan bertolak ke Korea untuk mengikuti pelatihan e-gov. Selain untuk jalan-jalan, dana utangan itu juga sudah dipakai untuk membangun gedung e-gov baru dan membeli peralatan, padahal, Otorita Batam masih memiliki bangunan tidak terpakai yang ditinggalkan Polda Kepri.

Informasi lain, dalam dokumen usulan rencana anggaran, OB juga mengusulkan penambahan anggaran e-gov kepada Departemen Keuangan senilai ratusan miliar di luar dana utangan Korea yang nilainya kurang lebih Rp180 miliar itu.

Kira-kira kemana uang itu mengalir ya??? Mestinya KPK cepat tanggap menyikapi masalah ini...

Thursday, October 23, 2008

Bintan Industrial Estate: FTZ di Bintan masih gelap..!

Senyap, demikian gambaran pertama ketika saya menginjakkan kaki ke kawasan industri Bintan yang dikelola oleh PT Bintan Inti Industrial Estate di Lobam, Kabupaten Bintan. Apalagi ketika saya berkesempatan berkeliling kawasan, suasana semakin sunyi.

Terlihat deretan bangunan pabrik yang kosong ditinggal penghuninya. Dari 30-an tenant yang sempat beroperasi dalam kawasan itu, kini hanya tinggal separuhnya saja. Puluhan ribu tenaga kerja dulu sempat meramaikan BIIE, tapi kini pekerja pabrik berangsur-angsur berkurang seiring tutupnya pabrik.

Ada banyak faktor yang memicu tutupnya pabrik itu dari BIIE, mulai dari krisis ekonomi global, penurunan order, kondisi internal perusahaan, hingga masalah birokrasi perizinan, peraturan, dan dinamika buruh yang tidak bersahabat.

Kondisi BIIE memang terus merosot, selain tenant yang terus berkurang, manajemen pengelola kawasan industri itu pun dihadapkan oleh beban operasional perusahaan dipicu oleh kenaikan harga minyak dunia.

Bintan Industrial bisa dikatakan sebagai kawasan industri satu-satunya di Indonesia yang paling lengkap fasilitasnya. Mulai dari pelabuhan khusus ekspor, pembangkit listrik independen, pengolah air bersih, telekomunikasi, dormitory, dan expatriat complex. Termasuk juga, sarana jalan dan drainase yang kualitas dunia.

Namun, berkurangnya jumlah tenant tentunya memicu berkurangnya aktivitas ekspor di pelabuhan khusus Bintan itu. Ini mengakibatkan biaya operasional pelabuhan tetap harus dikeluarkan sementara penggunaannya tidak maksimal.
Begitu juga dengan pembangkit listrik. Dengan kapasitas terpasang 30 megawatt, BIIE bisa dikatakan memiliki kemampuan menerangi seluruh kota Tanjung Uban. Kota yang paling dekat dengan kawasan itu.

Lagi-lagi, kapasitas sebesar itu tidak lagi bisa diproduksi karena pemakaian dalam kawasan masih sedikit dan biaya yang harus dikeluarkan untuk memproduksi listrik juga semakin tinggi akibat harga minyak solar melonjak naik.
Kesimpulannya, BIIE berusaha untuk terus berjalan memberikan pelayanan terbaik walaupun iklim investasi dalam kawasan itu belum sepenuhnya sehat. Arus investasi masuk tidak sekencang arus pemodal yang hengkang.

Harapan kembali muncul ketika Bintan disahkan sebagai kawasan perdagangan bebas (FTZ) termasuk juga Lobam, Lagoi dan beberapa wilayah lainnya di pulau Bintan. Tapi, berbulan-bulan sejak status itu diberikan, belum ada perubahan signifikan terutama dari pemerintah daerah.

Pengelola BIIE masih bingung dan gelap, insentif seperti apa yang akan diberikan dan perubahan apa yang akan dilakukan oleh pemangku kebijakan FTZ di wilayah itu dalam hal ini BPK Bintan??

Jangankan pengelola kawasan industri, BPK Bintan pun juga masih gelap harus ngapain dan melakukan apa untuk mempercepat FTZ di wilayah itu. Memang belum ada rancangan kebijakan strategis yang bisa dijalankan oleh BPK baik di Bintan dan Tanjung Pinang untuk menarik investor dalam waktu dekat.

Padahal, pengelola kawasan sudah menjerit menanti adanya insentif yang bisa membawa perubahan bagi kawasan. Manajemen BIIE tentu berharap investor semakin ramai masuk ke Lobam agar wilayah itu bisa dikembangkan. Bayangkan saja, dari 4.000 hektar lahan yang dialokasikan untuk BIIE, hingga kini baru 100-an hektar yang tergarap.

Bila pengelola saja masih binggung, lantas bagaimana mereka bisa menjelaskan kondisi riil yang ada di FTZ Bintan kepada calon investor di luar negeri. Apakah cukup dengan PP 47 saja, tanpa ada tindak lanjut kebijakan yang lebih konkret untuk menarik minat mereka masuk ke dalam kawasan??

Masih butuh waktu lebih lama lagi untuk menunggu beresnya kantor Badan Pengelola Kawasan FTZ Bintan..

Wednesday, October 22, 2008

BPK Batam, akankah lebih baik???

Dear blogger,

Dari berbagai komentar yang masuk ke chatbox atau comment box, semua bersikap apriori dan nyaris apatis dengan kapabilitas personel yang dipercaya oleh Dewan Kawasan untuk membangun pulau Batam ke depan melalui lembaga Badan Pengusahaan Kawasan.

Memang sih, ke-lima karyawan BPK itu adalah orang-orang lama yang sudah makan asam garam plus cuka ketika duduk di Otorita Batam. Tapi apakah itu bisa menjamin, Batam ke depan akan lebih baik??

Aksi kasak kusuk para pejabat OB menjelang pengumuman struktur BPK Batam jelas membuktikan, masih ada mental 'ingin cari selamat sendiri' yang justru menjangkiti para pemimpin yang mestinya menjadi pengayom bagi ribuan pegawainya.

Para pegawai rendah, memang tidak terlalu ambil pusing dengan situasi ini [terbukti istriku tenang-tenang aja tuh..] tapi itu bukan berarti ada bom waktu yang siap menanti mereka. Peralihan status para pegawai OB yang merupakan PNS Departemen menjadi PNS daerah, adalam contoh nyata yang harus siap dicarikan solusi efektif agar tidak terjadi gejolak.
Kecuali bila memang tidak ada peralihan status apapun menyangkut ke-PNS-an mereka ketika duduk di BPK.

Apakah BPK akan menurun secara kualitas dan kuantitas? baik dari kualitas kinerja maupun kuantitas jumlah pegawainya?? Masih ditunggu gebrakan dari Ketua BPK Batam.
Tapi jangan ditunggu deh gebrakan BPK, lha wong masih menunggu instruksi dari Dewan Kawasan kok.

Trus bagaimana dengan DK sendiri. Bagi blogger yang membaca berita Batam Pos beberapa hari lalu, pasti senyum kecut. Mengapa kok seperti ini kualitas pejabat Provinsi Kepri yang mengaku Sekretaris DK FTZ Batam. [Tau gak, posisi Sekretaris DK itu tidak tercantum dalam Kepres 9, 10, 11 soal DK FTZ BBK..Itu hanya pinter-pinterannya Jon Arizal saja]

Dalam berita itu, Jon Arizal mengatakan DK masih menunggu petunjuk teknis yang masih digodok di Jakarta.. What d hell? Juknis apa lagi yang ditunggu, lha wong DK itu sudah jadi badan regulator FTZ se Kepri, mengapa masih saja menanti suapan kebijakan dari Jakarta.

Lagi-lagi soal PP 63. Selalu saja PP yang mengatur barang konsumsi impor itu yang jadi alasan lambannya implementasi FTZ. Padahal pemerintah sudah menghimbau untuk mengurangi impor, nah kalo PP itu dihapus, bukankah impor barang konsumsi akan semakin menggila.

Lebih baik, DK segera susun grand design kebijakan implementasi FTZ BBK. Jangan lagi tunggu ini itu..Saat ini BPK di BBK sudah terbentuk, semua masih menanti instruksi lebih lanjutPublik pun menanti gebrakan dari BPK.
Nah apakah grand design ini sudah disusun?? Seorang pengusaha mengaku belum pernah diajak oleh DK untuk rapat perumusan kebijakan strategis FTZ BBK ke depan. Ndak tau, apa lagi yang masih ditunggu.
Kalo alasannya karena krisis finansial di AS, hehehehhe, kok kayaknya ga nyambung ya.
Batam is the strategic island with all opportunity and competitive advantage inside. So, what we waiting for??

Menanti gebrakan 100 hari BPK Batam

Sore kemarin, saya berkesempatan berkumpul dengan para pengusaha Batam setelah mereka bertemu dengan Mr. Mustofa Widjaja, Ketua Badan Pengusahaaan Kawasan FTZ Batam.

Satu pengusaha mengeluh, betapa tidak, ketika mereka menanyakan apa gebrakan atau program 100 hari dari BPK Batam, justru Pak Mus menjawab ngambang. "Ya, semua tergantung Dewan Kawasan."

Ini semakin mempertegas posisi MW di hadapan IA, betapa DK dengan segenap power yang dimiliki telah menguasai relung sanubari Otorita Batam (baca: BPK Batam) dan para pemimpinnya. Ismeth memang makhluk super yang begitu ditakuti oleh orang-orang lemah yang ditunjuknya memimpin OB.

Memang, selama beberapa tahun belakangan ini, tidak terlihat gebrakan berarti dari Ketua OB pasca ditinggal Ismeth. OB makin kehilangan gigi, dan cenderung menjalankan program rutin sembari menanti nasib beralih menjadi BPK.

Pengusaha butuh kepastian atau paling tidak komitmen kuat dari pemimpin wilayah dalam hal ini Ketua BPK Batam yang akan menguasai roda pembangunan. Tapi itu tidak didapatkan dari sosok Mustofa. Ketergantungannya kepada Ketua DK justru menjadi kekhawatiran dari para pelaku industri terhadap kelanjutan pembangunan pulau ini.

Memang, BPK dibentuk oleh DK, tapi sebagai operator, setidaknya BPK bisa menyusun program strategis yang bisa dijual kepada investor, yang bisa menjamin kenyamanan berusaha dan berinvestasi.

Bila soal komitmen saja masih menunggu telepon dari Kantor DK, berarti benar selama ini, OB dan isinya masih menjadi boneka mainan IA. Jika demikian, salut buat pak Gubernur, dia benar-benar telah menancapkan kuku yang sangat dalam di bumi Batam..
hhahahahaha..

Tuesday, October 21, 2008

Pemerintah & DK serius di BPK Batam

Informasi terbaru menyebutkan Dewan Kawasan FTZ Batam telah menyurati Kantor Menteri Perekonomian dalam rangka tindak lanjut pembenahan BPK Batam pasca dibentuknya lembaga itu akhir bulan lalu.

Begitupun juga, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara juga menyurati Menko terkait BPK Batam. Saya memang belum tau isi suratnya, tapi yang jelas soal pengalihan pegawai Otorita Batam menjadi pegawai BPK.

Benang merah dari dua informasi di atas adalah, keseriusan DK dan pemerintah pusat dalam hal ini departemen terkait untuk mempercepat implementasi FTZ di Batam tanpa ada gejolak apalagi kekhawatiran dari pegawainya.

BPK Batam, patut bersyukur, dengan kesiapan pegawai dan infrastruktur kantor yang ada tentunya masih bisa melanjutkan pekerjaan. Tapi bagaimana dengan BPK Bintan dan Karimun. Dua BPK di luar Batam ini nasibnya agak memprihatinkan.

Kantor belum lengkap, pegawainya belum ada, tapi pekerjaan berat sudah menunggu. Coba kita lihat BPK Bintan. Rata-rata personil yang ditunjuk DK mengawaki BPK wilayah Bintan merupakan mantan camat dan pegawai kecamatan yang beruntung duduk di Bappeda Kabupaten Bintan.

Karena posisinya di Bappeda-lah, akhirnya mereka mendapat tugas baru menjalankan roda BPK Bintan. Entah apa yang akan mereka kerjakan, secara wilayah kekuasaan mereka saat ini masih hutan belantara.

Selain infrastruktur dalam FTZ Bintan yang belum terbangun sempurna, masalah lain yang tidak kalah peliknya adalah pembebasan tanah yang belum selesai hingga saat ini. Sungguh, ini tugas yang tidak ringan.

Bagaimana dengan BPK wilayah Tanjung Pinang? Kurang lebih sama, malahan lebih berat. Wilayah Senggarang yang masuk wilayah FTZ ternyata telah ditetapkan sebagai kawasan pemerintahan oleh Pemkot Tanjung Pinang. Walikota pun sudah mengusulkan untuk menggeser wilayah FTZ itu ke lokasi yang masih bebas.

So, seperti kata seorang tamu di chat box, BPK Bintan dan Karimun hanya akan menjadi pemanis belaka, sebab lokomotif utama tetap di Batam. Jadi wajar saja bila Bintan hanya dapat ampas karena kompleksitas masalah yang ada malah mengganggu program percepatan pembangunan wilayah FTZ di daerah itu.

Keep fight pak DK...

Friday, October 17, 2008

Pengusaha Batam terkepung kenaikan upah, listrik, dan air

Kasihan bener para pengusaha di Batam. Pada awal tahun depan, setidaknya tiga jenis tarif akan mengalami kenaikan, mulai dari kenaikan tarif listrik [berlaku mulai November], tarif air, dan upah minimum kota (UMK).

Masing-masing tarif memiliki alasan tersendiri sehingga memutuskan untuk naik. PLN Batam mengusulkan kenaikan tarif kepada Menteri ESDM karena tidak kuat menanggung biaya akibat kenaikan harga gas dan minyak.
Setelah DPRD Batam memberikan rekomendasi tanpa persentase pada akhir Agustus lalu, akhirnya Menteri ESDM menyetujui kenaikan tarif listrik Batam sebesar 14% atau lebih tinggi dibandingkan hasil hitungan PLN Batam sendiri sebesar 11,8%.

Keputusan sudah dikeluarkan, walaupun pengusaha ribut dan berencana melakukan class action atas kebijakan ini, namun tampaknya PLN Batam tidak bergeming. "Silahkan keberatan, kami hanya menjalankan keputusan dari pusat," demikian kira-kira tanggapan manajemen PLN Batam.

Pengusaha yang merasa terganggu cashflownya akibat kenaikan tarif listrik ini pun tidak terima bila PLN Batam --yang notabene perusahaan swasta--tidak memahami kesulitan yang dihadapi pengusaha.
Pengusaha yang tergabung dalam Kadin Provinsi Kepri, Kota Batam, PHRI, Asita, INCCA, REI Batam, dan HKI Batam, membentuk tim advokasi yang akan menggugat Peraturan Menteri ESDM yang mengatur tentang kenaikan tarif ini.
Selain itu, pengusaha sepakat untuk hanya membayarkan 60% dari total tagihan bulan depan karena alasan ketidaksanggupan perusahaan.

Di lain pihak, akibat kenaikan listrik ini jualah, PT Adhya Tirta Batam, pengelola air bersih Batam, tengah ancang-ancang untuk menaikkan tarif air pada tahun 2009 karena dipastikan biaya operasional membengkak.
Perusahaan itu masih membutuhkan pasokan listrik PLN Batam untuk menggerakkan turbin pengolah air bersih di enam waduk yang ada sehingga kenaikan 14% ini sangat mempengaruhi beban operasi mereka.

Berapa persen kenaikan tarif air tahun depan, PT ATB belum bisa memastikan, yang jelas, kenaikan tarif tidak bisa ditunda atau kalau tidak, perusahaan air itu akan kesulitan.

Persoalan tidak berhenti sampai disitu, pengusaha tampaknya harus siap-siap mengencangkan ikat pinggang lebih kencang lagi, kalo bisa sampai tercekik, karena dalam rapat pembahasan upah di Kantor Pemkot Batam beberapa hari lalu, muncul usulan untuk menaikkan upah minimum kota (UMK) Batam tahun 2009 menjadi Rp1,5 juta per bulan atau naik sekitar Rp600.000 dibandingkan upah tahun lalu sebesar Rp960.000.

Angka Rp1,5 juta itu sama dengan angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang berarti dengan angka sebesar itu, maka kebutuhan hidup pekerja bisa terpenuhi walau dalam batas minimal.

Adapun jumlah UMK Batam delapan tahun terakhir sebesar Rp350 ribu (2000),Rp425 ribu (2001), Rp535 ribu (2002), Rp555 ribu (2003), Rp602.175 (2004), Rp635 ribu (2005, Rp815 ribu (2006), Rp860 ribu (2007) dan Rp960 ribu (2008).

Kita bisa bayangkan dampak yang akan dirasakan oleh perusahaan di tengah gempuran kenaikan tiga tarif ini. Namun, terlepas dari itu, masalah besar yang siap muncul adalah inflasi yang kian terkerek tinggi.
Bayangkan, dalam kondisi tarif normal saja, harga kebutuhan pokok bisa naik seenaknya, apalagi bila upah, listrik, dan air juga sudah naik bersamaan. Bisa dibayangkan, seperti apa gejolak harga - harga barang di pasaran.

Mari kita tunggu saja, seperti kejutan-kejutan pada 2009 mendatang..!!

Pungutan Liar oknum Depag di Asrama Haji Batam

Mengapa ya, departemen yang paling bermoral seperti Departemen Agama tapi isinya justru orang-orang yang nyaris tidak bermoral..
Mungkin para blogger pernah baca bagaimana kasus-kasus korupsi dan pungutan liar yang dilakukan oknum pegawai Depag dalam mengelola keberangkatan calon jemaah haji di Indonesia.

Tadinya saya hanya membaca di koran tanpa pernah mengalaminya langsung, tapi ternyata apa yang diberitakan selama ini benar adanya. Praktek culas dan licik dari oknum Depag memang sudah mendarah daging. Mereka benar-benar memanfaatkan para CJH yang ingin berangkat haji dengan berbagai biaya-biaya tambahan diluar ongkos naik haji..Nauzubillah..

Kejadian ini dialami langsung oleh kakak ipar saya yang akan berangkat haji tahun ini bersama suami dan ibunya. Ketika dia akan mengambil jatah tas di Asrama Haji Batam, ternyata tidak semudah yang dibayangkan.

Mereka terlebih dulu di oper sana sini, mulai dari mendaftar di Kantor Pemkot Batam, trus mengambil tas nya di Asrama Haji. Emang brengsek tuh orang Depag, mengapa coba harus registrasi di Pemkot, lha wong semua urusan itu khan mestinya di Asrama Haji.
Akhirnya, CJH diwajibkan membayar Rp200.000 untuk setiap tas yang diambil, ini artinya kakak saya harus membayar Rp600.000 untuk tiga unit.

Tau gak, apa alasan orang Depag. "Uang ini untuk biaya pengganti ongkos angkut dan biaya pengamanan selama tas-tas ini ada di gudang."
Memang dasar maling ya pasti ada aja alasan..Padahal khan dalam ongkos naik haji yang sudah disetorkan sudah termasuk uang untuk biaya tas dan tetek bengek lainnya.
Setelah ditotal, ternyata kakak saya telah mengeluarkan uang lebih kurang Rp32 juta untuk satu orang padahal ongkos resminya hanya Rp30 jutaan saja. Ini artinya, sekitar Rp2 jutaan sudah dimakan secara liar oleh oknum Depag dengan dalih biaya ini itu.

Please God, ampunilah saudaraku di Depag ini...

Thursday, October 16, 2008

Menjelang HUT Otorita Batam yang terakhir..!!

Jika tidak ada halangan, pada tanggal 26 Oktober mendatang Otorita Batam akan menggelar peringatan Hari Ulang Tahunnya yang ke 37 secara besar-besaran di Lapangan Tumenggung Abdul Jamal.

Hmm..terlalu berlebihan bila dibilang besar-besaran, tepatnya lebih meriah dari tahun-tahun sebelumnya. Yang jelas, peringatan tahun ini lebih sakral.
Pertama, karena HUT tahun ini merupakan yang terakhir bagi instansi itu dengan nama Otorita Batam. Setelah 37 tahun berkiprah, akhirnya instansi itu harus rela berganti baju dan beralih status.
Kedua, HUT tahun ini sekaligus menjadi peringatan peralihan OB dengan nama baru sebagai Badan Pengusahaan Kawasan (BPK) FTZ Batam. Sebuah badan yang baru saja ditetapkan oleh Dewan Kawasan FTZ Batam.

Harus diakui, tanpa Otorita Batam maka pulau ini tidak akan jadi seperti sekarang ini. Bahkan, keberadaan Pemkot Batam pun bukan apa-apa dibandingkan kiprah OB selama 37 tahun sejak 1971.

So, kita harus memberikan apresiasi yang tinggi kepada instansi itu terlepas baik dan buruk serta lebih dan kurang selama hampir empat dekade membangun dan mengelola Pulau Batam menjadi salah satu daerah tujuan investasi potensial di regional.

Walaupun memasuki dekade terakhir ini ada banyak cerita yang merusak citra lembaga tersebut, baik oleh internal maupun eksternal, namun eksistensi OB tampaknya belum tergantikan oleh instansi manapun, apalagi oleh Pemkot Batam.

Konsistensinya dalam melanjutkan pembangunan hanya terganggu oleh munculnya otonomi daerah sehingga mau tidak mau beberapa kewenangan harus rela dilepaskan kepada pemerintahan otonom, dan ternyata, hal itu menjadi disinsentif bagi pembangunan iklim investasi yang kondusif di pulau ini.

Baiklah, kini OB sudah berganti menjadi BPK Batam. Dengan otoritas yang kurang lebih sama dalam pembangunan namun grade yang menurun dibandingkan saat masih menjadi OB yang berafiliasi ke pemerintah pusat. Tapi itu bukan alasan untuk tidak melanjutkan pengabdian dengan menjadikan Batam sebagai Land of Hope bagi masyarakat Indonesia.

Tapi tentu kita berharap, pak Kepala BPK Batam bisa menunjuk personel yang betul-betul kapabel dan qualified di bidangnya, agar tidak ada lagi oknum yang hanya memanfaatkan keadaan untuk memperkaya diri.
Semoga ke depan tidak ada lagi sebutan Mafia Lahan, atau mafia-mafia lainnya yang hanya merusak eksistensi lembaga itu.

Gud Luck Pak Mus, Pembangunan Pulau ini bergantung di pundak anda..

Thursday, October 9, 2008

BPK Bintan mulai keteteran

Sedih juga hati ini membaca berita dari sebuah harian lokal mengenai kinerja Badan Pengusahaan Kawasan (BPK) wilayah Tanjung Pinang. Apa yang dialami oleh Kepala BPK nya R. Izharuddin kurang lebih sama dengan yang dirasakan Kepala BPK wilayah Bintan dan Karimun.
Semua masih gamang dalam bertindak.

Mungkin kegamangan bukan dalam konteks kemampuan individual tapi lebih tepat dalam hal organisasi karena masih prematurnya lembaga itu sejak dibentuk satu bulan lalu. Karena masih bayi, maka wajar bila ada banyak persoalan yang dihadapi, mulai staf pendukung, hingga biaya operasional.

Dan wajar saja, BPK belum bisa berbuat banyak karena memang belum ada kejelasan dari mana alokasi dana operasional mereka. So, bagaimana mau membangun sarana fisik bila kantor saja belum beres.

Lalu, apa yang mesti mereka lakukan dalam kondisi serba terbatas itu? Ya, benahi dulu dong kantornya beserta perangkat kerjanya. Bila struktur organisasi sudah jelas, baru langkah selanjutnya menjalankan program kerja.

Apasaja programnya? Ya saya ga tau, tanyain ke masing-masing Kepala BPK bersangkutan, mudah-mudahan mereka sudah punya program konkret untuk pengembangan wilayah FTZ nya. Jangan cuma mengeluh tapi ternyata tidak punya program atau visi yang jelas.

Yang pasti, tugas utama BPK menyiapkan wilayah FTZ agar menarik bagi investor. Tidak saja soal prasarana fisik, tapi juga penyediaan layanan perizinan bagi investor dan tentu saja membuka kantor pemasaran di luar negeri.

Wah kalo gitu butuh duit banyak donk untuk nyewa ruangan di luar negeri? Ya itulah konsekwensinya. Masak kantor pemasaran dibuka di Dompak atau di Teluk Sebung sih, investor mana yang mau lihat? Secara pemodal masih menunggu, kira-kira mana daerah FTZ yang potensial?

Tapi ada cara yang hemat, tiga wilayah FTZ BBK ini bisa membuka kantor pemasaran bersama di luar negeri baik di Singapura, Tokyo, Shanghai, Hongkong, atau Dubai. Nah soal ini harus hati-hati, jangan hanya karena gengsi trus latah buka kantor di New York atau Washington DC. Secara AS masih digoncang krisis finansial, sehingga investor asal AS dinilai kurang prospektif saat ini.

Kalo boleh usul, garap tuh pasar di Dubai dan kawasan Teluk. Para raja minyak di sana masih mencari-cari tempat potensial untuk menanamkan uangnya. Begitu juga pemodal asal Eropa, secara Euro lagi tinggi-tingginya, dan tentu saja, pemodal asal Hongkong dan China.

Semua permasalahan itu akan terselesaikan bila DK bekerja cepat. Caranya dengan membenahi lembaga BPK nya dulu. Bila kantor beserta staf sudah siap, baru deh jalankan program selanjutnya. Soal dana, bisa dicarikan. Tergantung seberapa cepat DK ingin agar FTZ di Bintan dan Karimun bisa terealisasi. Kalo ingin cepat, maka siapkan dana besar untuk memulai program kerja.

Atau kalo mau slow but sure, ya ga perlu terburu-buru nyari dana gede. Alokasikan aja dana secukupnya setiap tahun dari APBD. Ya seperti pola di daerah otonom lah. Tahun ini bangun jalan 1 km, tahun depan 1 km lagi, jadi kira-kira 10 tahun untuk buat jalan 10 km.. hehehehhee..
Pas 10 tahun, kita baru siapkan jalan raya 10 km, daerah tujuan investasi lain pada tahun itu sudah melesat setinggi langit. Dan FTZ BBK hanya dapat ampas nya saja. Itu pun kalo masih ada ampas yang bisa dibagi..

Wednesday, October 8, 2008

Badan Pengusahaan bukan developer

Setelah Badan Pengusahaan Kawasan Batam, Bintan, Tanjung Pinang dan Karimun terbentuk, mestinya mereka sudah bisa mulai bekerja. Tapi tunggu dulu, untuk BPK Batam mungkin bisa tetap bekerja seperti biasa karena lembaganya merupakan peralihan dari Otorita Batam.

Tapi untuk BPK Bintan [Tanjung Pinang] dan Karimun, yang terbentuk baru personel kepalanya saja, belum organisasi utuh yang lengkap dengan struktur pelaksana tugas (operator) di lapangan. Mereka masih butuh kantor dan staf yang akan mengurus semua tetek bengek mulai dari perizinan, instrumen pendukung pembangunan lainnya.

Nah, kini muncul pertanyaan, mengingat wilayah FTZ yang dikelola oleh BPK Bintan dan Karimun merupakan lahan kosong, apakah BPK bisa berfungsi sebagai developer atau pengembang yang bisa membangun sebuah kawasan kosong menjadi kawasan industri dan commercial area?

Menurut saya sih tidak bisa, sebab BPK bukan perusahaan pengembang. Walaupun ia bertindak sebagai operator dalam pengusahaan sebuah kawasan bebas, tapi BPK jauh dari fungsi sebagai developer. Mengapa?

Ya, untuk mengembangkan sebuah kawasan, butuh dana yang tidak kecil. Apakah Dewan Kawasan punya dana untuk dikucurkan kepada BPK? Jelas tidak punya. Dari mana dana akan dialokasikan, sementara status BPK sendiri belum jelas, apakah BUMD atau Badan Layanan Umum (BLU).

Apakah bisa DK mengalokasikan dana APDB Provinsi Kepulauan Riau atau APBD Bintan/Tanjung Pinang dan Karimun untuk membiayai pembangunan infrastruktur di dua kawasan bebas itu?

Bisa saja, asalkan jelas dulu status BPK-nya. Kalo ia BUMD, maka bisa saja diambilkan dari APBD daerah bersangkutan, dan kalo ia BLU, maka bisa juga dimintakan ke pusat untuk masuk dalam pembiayaan Bappenas [baca: APBN].

Tapi sekali lagi, butuh dana tidak sedikit untuk membangun sarana infrastruktur pendukung di wilayah FTZ itu. Apalagi bila membangun infrastruktur kualitas dunia. Lha wong, membangun infrastruktur di luar kawasan FTZ saja kualitasnya jelek banget, apalagi di kawasan FTZ?

Akan lebih parah lagi, bila dalam membangunnya mental BPK tidak beda dengan mental aparat di wilayah otonom yang hanya mengejar target proyek tanpa memperhatikan kualitas. Akhirnya, program pembangunan dalam wilayah FTZ jadi perebutan para maling APBD dengan dalih proyek fisik. ck..ck..ck..

Inilah bedanya bila sebuah proyek dikerjakan oleh instansi swasta yang berorientasi profit dibandingkan pengerjaan proyek oleh lembaga pemerintah.
Tapi ada satu cara paling efektif, dan saya rasa ini sudah ada didalam perencanaan DK, yaitu mengundang investor untuk membangun kawasan.

Coba lihat bagaimana dulu Batam, Bintan, Karimun dikembangkan? Pemerintah pusat mengundang swasta yang dimotori Group Salim dan Sembawang Corp untuk membangun infrastruktur di Batam [Batamindo Industrial Estate], di Bintan [Lagoi International Tourism Area dan Lobam Industrial Estate], dan di Karimun [Karimun Sembawang Shipyard].

Bedanya, dulu Batam sudah ada Otorita Batam yang mendapat mandat dari pusat untuk membangun infrastruktur di pulau ini didukung oleh dana tanpa batas [dana non bujeter].
BPK Bintan dan Karimun yang merupakan lembaga baru, tentu tidak seperti OB saat mengembangkan Pulau Batam, apalagi tidak didukung oleh dana tanpa batas.

Nah, sembari menunggu kucuran dana operasional, ada baiknya bila BPK mulai membuat list investor potensial yang layak diundang untuk mengembangkan wilayah FTZ di Bintan dan Karimun. Bisa juga dengan menawarkan kepada investor yang sudah ada seperti Sembawang Corp di Lobam dan Karimun.

Prinsipnya, BPK mulailah mereformasi diri, tidak lagi memposisikan diri sebagai lembaga birokratis bergaya feodal yang ingin dihormati terus. Sudah saatnya kita menghormati para pemodal yang membawa uang masuk triliunan, kalo perlu menggelar karpet merah untuk menyambut mereka.

Mari kita berubah, atau selamanya kawasan FTZ Bintan dan Karimun menjadi hamparan hutan belantara. Bukan investor yang memadati, tapi monyet-monyet yang beranak pinak..
Jangan sampai lah ncek...!!!

Monday, October 6, 2008

Era Baru Batam

Dear all blogger..
Selamat Lebaran ya, saya mohon maaf kepada semua pihak yang merasa tersinggung atau tercabik2 ulu hatinya setelah membaca blog ini. Artikel yang dipost dalam blog ini tidak dibuat untuk menyinggung perasaan pihak tertentu, tapi hanya mencoba menganalisa dan menelusuri cerita dibalik berita..
Di atas semua itu, kita semua ingin agar Batam semakin jaya dan menjadi Land of Hope bagi para pendatang yang menggantungkan mimpi di pulau ini. Keep fight...(demikian kata Jaya Setiabudi..)

Oke, dengan penuh semangat baru, mari kita tatap Batam yang lebih baik. Apalagi Dewan Kawasan FTZ Batam sudah mengesahkan susunan personel BPK Batam, ini artinya, implementasi FTZ di pulau ini tinggal selangkah lagi.

Dengan ditunjuknya Mustofa Widjaja sebagai Kepala BPK Batam, maka harapan itu kita gantungkan dipundaknya semoga dia bisa membawa pulau ini menjadi lebih baik lagi dan bersinar di regional sebagai kawasan tujuan investasi.

Kita semua tahu, saat ini Singapura dengan Integrated Resort sudah berbenah menjadi destinasi wisata paling menawan di Asia Tenggara ini. Begitu juga, Johor dengan Iskandar Region juga sudah berambisi menyaingi Singapura tidak saja sebagai pusat bisnis dan industri, tapi juga pariwisata.

Nah, dimanakah Batam bisa menempatkan posisinya? Ikut berdarah-darah dalam persaingan Johor-Singapura atau mengambil sikap mawas diri dengan menjadi complimentary dari dua daerah pertumbuhan itu?

Terus terang, masih jauh sekali kalo Batam ingin tampil menjadi pesaing utama bagi Johor dan Singapura. Pantasnya, Batam hanya bisa jadi pelengkap dengan tidak melupakan program promosi untuk memikat investor asing dengan menyiapkan serangkaian pembenahan internal. Mulai dari infrastruktur, birokrasi, tenaga kerja, dan stabilitas harga. Tanpa itu semua, sulit bagi Batam untuk dilirik oleh pemodal bahkan untuk jadi pelengkap pun susah.

Mari pak Mus, jangan cepat puas dengan semua yang ada saat ini. Jalan raya di Batam harus dibenahi terus (yang ada saat ini masih jelek banget...), pelabuhan internasional harus segera digesa, pelabuhan tikus harus ditutup, birokrasi perizinan harus diperbaiki dengan menindak praktek pungli.

Ingat, kita bersaing dengan tujuan investasi sejenis. Walaupun hanya jadi pelengkap, tapi kita juga harus siap 'fight'. Kendati IDR emoh melirik kita sebagai pesaing, tapi keberhasilan Batam menjadi pusat shipyard terbesar di regional ini membuat iri Johor. Mereka telah menyiapkan kawasan khusus industri perkapalan di wilayah Tanjung Langsat untuk menampung industri shipyard yang ingin ekspansi usaha.

Jadi, mari kita bergerak bersama..menciptakan Batam yang lebih baik bukan hanya tugas BPK saja, tapi juga masyarakatnya ya termasuk saya, pengelola BatamFTZphobia..hehehehehhee..macam betul saje ye..!