Tuesday, October 21, 2008

Pemerintah & DK serius di BPK Batam

Informasi terbaru menyebutkan Dewan Kawasan FTZ Batam telah menyurati Kantor Menteri Perekonomian dalam rangka tindak lanjut pembenahan BPK Batam pasca dibentuknya lembaga itu akhir bulan lalu.

Begitupun juga, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara juga menyurati Menko terkait BPK Batam. Saya memang belum tau isi suratnya, tapi yang jelas soal pengalihan pegawai Otorita Batam menjadi pegawai BPK.

Benang merah dari dua informasi di atas adalah, keseriusan DK dan pemerintah pusat dalam hal ini departemen terkait untuk mempercepat implementasi FTZ di Batam tanpa ada gejolak apalagi kekhawatiran dari pegawainya.

BPK Batam, patut bersyukur, dengan kesiapan pegawai dan infrastruktur kantor yang ada tentunya masih bisa melanjutkan pekerjaan. Tapi bagaimana dengan BPK Bintan dan Karimun. Dua BPK di luar Batam ini nasibnya agak memprihatinkan.

Kantor belum lengkap, pegawainya belum ada, tapi pekerjaan berat sudah menunggu. Coba kita lihat BPK Bintan. Rata-rata personil yang ditunjuk DK mengawaki BPK wilayah Bintan merupakan mantan camat dan pegawai kecamatan yang beruntung duduk di Bappeda Kabupaten Bintan.

Karena posisinya di Bappeda-lah, akhirnya mereka mendapat tugas baru menjalankan roda BPK Bintan. Entah apa yang akan mereka kerjakan, secara wilayah kekuasaan mereka saat ini masih hutan belantara.

Selain infrastruktur dalam FTZ Bintan yang belum terbangun sempurna, masalah lain yang tidak kalah peliknya adalah pembebasan tanah yang belum selesai hingga saat ini. Sungguh, ini tugas yang tidak ringan.

Bagaimana dengan BPK wilayah Tanjung Pinang? Kurang lebih sama, malahan lebih berat. Wilayah Senggarang yang masuk wilayah FTZ ternyata telah ditetapkan sebagai kawasan pemerintahan oleh Pemkot Tanjung Pinang. Walikota pun sudah mengusulkan untuk menggeser wilayah FTZ itu ke lokasi yang masih bebas.

So, seperti kata seorang tamu di chat box, BPK Bintan dan Karimun hanya akan menjadi pemanis belaka, sebab lokomotif utama tetap di Batam. Jadi wajar saja bila Bintan hanya dapat ampas karena kompleksitas masalah yang ada malah mengganggu program percepatan pembangunan wilayah FTZ di daerah itu.

Keep fight pak DK...

11 comments:

  1. *Apriori mode on...
    Tapi tetap berharap, semuanya akan menjadi lebih baik...
    Padahal berharap bahwa yg duduk di BPK benar2 orang yg berkompeten dan berprestasi dibidangnya... harusnya juga diberikan kriteria2 yang jelas siapa yg pantas duduk di BPK, terutama yg punya mindset.. how to develope this potential area and get more investor to come... Biarlah terlambat sedikit, tapi benar2 effective.. jangan2 "again" biaya tinggi tanpa prestasi....

    Blom apa2 udah pada ribut, koq ga dimasukin dalam jajaran BPK, aneh memang...

    *cross finger*

    ReplyDelete
  2. Oya. sebaiknya ilangin aja dech owner approval, bikin orang males buat comment disini.. percaya dech...

    ReplyDelete
  3. Bung Farhan,
    Dewan Kawasan adalah badan regulator yang dketuai oleh Gubernur, plus anggota unsur muspida Kepri.
    Benar, mereka adalah pemerintah daerah yang ex officio di dalam DK. Sedangkan maksud judul posting saya itu, 'pemerintah' merepresentasikan pemerintah pusat alias departemen terkait.
    DK hanya terfokus membuat kebijakan agar implementasi FTZ bisa berjalan lancar, sedangkan pemerintah pusat memback-up dengan peraturan strategis yang mendukung implementasi FTZ itu.

    ReplyDelete
  4. BPK Batam = Pemerintah di Daerah?

    ReplyDelete
  5. gud question bung farhan,
    Apakah BPK Batam sama dengan Pemerintah di daerah?
    Sama tapi beda, maksudnya, personel yg duduk di BPK Batam adalah dari kalangan birokrat yg dulu duduk di Otorita Batam. Mereka tidak tercatat sebagai pegawai daerah.
    Sesuai amanat UU FTZ No. 44/2007, ditegaskan tugas BPK adalah sebagai badan pengelola dan pengusahaan kawasan bebas. Tepatnya dia adl operator dalam menjalankan fungsi pembangunan di dalam kawasan bebas.
    Nah, artinya BPK bukan pemerintah di daerah, sebab BPK tidak memiliki fungsi regulator. Lantas bagaimana hubungan Pemkot Batam yang merupakan representasi pemerintah wilayah otonom dengan BPK Batam sebagai penguasa wilayah FTZ??
    Ini agak sulit dijawab, sebab pasti ada tumpang tindih kewenangan antara Pemkot dan BPK Batam. Saya hanya bisa memberikan solusi berupa harmonisasi hubungan kerja antara kedua instansi itu. Yang pasti, semangatnya untuk membangun Batam lebih baik, bukan jadi ajang perebutan kekuasaan. (Tapi saya kok yakin, semangatnya lebih kental ke perebutan kekuasaan..)

    ReplyDelete
  6. BPK Bintan&Karimun = Pemerintah di Daerah ?

    ReplyDelete
  7. Bung farhan,
    Anda adalah orang yang jeli, tapi sekali lagi, kita harus bedakan definisi BPK dan Pemda dimana kedua lembaga itu dbentuk atas dasar hukum yang berbeda dan tugas pokok fungsi yang berbeda.

    BPK itu sepert yg saya sampaikan terdahulu, dbentuk berdasarkan amanah UU FTZ. Tugas utamanya mengelola kawasan bebas.

    Sedangkan Pemda dibentuk berdasarkan UU Pemda sebagai penguasa daerah otonom. Tugasnya membangun daerah dan sosial kemasyarakatan.

    Pertanyaan anda, apakah BPK Bintan/Karimun sama dengan Pemda? Bisa ya bisa tidak. Bisa ya karena personal dalam BPK adalah PNS yang dulunya bekerja di Pemda masing2 kabupaten.
    Bisa juga tidak, karena tugas BPK itu terbatas hanya di wilayah FTZ yang ditetapkan dalam PP 47 dan 48.

    Lazimnya, BPK itu diisi oleh profesional yang memiliki visi dan misi yang jelas dalam pengelolaan sebuah kawasan bebas. Bukan PNS titipan yang tidak memiliki kecakapan personal untuk mengelola wilayah perdagangan bebas.

    Any other question??

    ReplyDelete
  8. ketua DK,Ketua BPK Batam,Bintan & Karimun = Jabatan Politis ?

    ReplyDelete
  9. Hmmm..saya kurang sepakat dengan sebutan jabatan politis kalo kita liat dalam tataran ideal sesuai UU FTZ yang memayunginya.

    DK dijabat oleh gubernur secara ex officio, artinya siapapun gubernurnya, maka dia akan menjabat Ketua DK. Secara gubernur adalah penguasa wilayah yang tentunya berkepentingan dengan pembangunan kawasan bebas di dalam wilayahnya.

    Dalam tataran ideal, mestinya Kepala BPK dijabat oleh kalangan profesional yang memiliki visi dan misi kuat dalam pembangunan kawasan bebas. Sesuai namanya, BPK = Badan Pengusahaan Kawasan, bukan Penguasaan, artinya, Kepala BPK harus memiliki jiwa enterprenuership dan melek bisnis sehingga mampu menjadikan BPK sebagai profit centre.

    Lalu, mengapa BPK BBK dijabat oleh PNS? Inilah anehnya, mempekerjakan PNS dalam jabatan profesional jelas beresiko. Karena pola pikir birokrat sangat berbeda dengan pola pikir pengusaha.

    Birokrat selalu melihat dari sudut pandang proyek yang berarti menghambur2kan anggaran, sedangkan pengusaha selalu dari sisi investasi, berapa uang ditanam berapa prediksi keuntungan.

    Tapi Ketua DK beralasan, penunjukkan birokrat dalam BPK karena pertimbangan efisiensi mengingat BPK ini badan baru sehingga akan lebih mudah mengalokasikan anggaran operasinya bila mempekerjakan PNS di kabupaten.

    Apakah ada alasan politis dibalik itu??
    Hmmm..saya kurang mengenal pejabat-pejabat yang duduk di BPK Bintan dan Karimun.
    Tapi kalo untuk Batam, saya merasakan betul aroma dagang sapi. Terlihat betapa kentalnya campur tangan Ketua DK dalam penentuan pejabat BPK Batam.

    Tapi sah-sah saja bila bung Farhan punya penilaian seperti itu. Sebab, penentuan pejabat BPK yang notabene berada dibawah kendali DK, pasti harus bisa berjalan beriringan dengan kepentingan Ketua DK. Yang melawan, siap-siap ditendang..

    ReplyDelete