Tuesday, July 17, 2007

Pungutan PPN ganda masih berlaku di Batam

BATAM: Pelaku industri pendukung sector perminyakan di Kawasan Industri Kabil masih mengeluhkan pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) ganda padahal pengelola kawasan sudah mengirimkan surat keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Penetapan status Batam sebagai kawasan perdagangan bebas (free trade zone/FTZ) diharapkan bisa menghapus berbagai hambatan kepabeanan yang cenderung mengganggu kelancaran usaha para perusahaan asing di kota ini.
OK Simatupang, General Manager Kawasan Industri Kabil, menegaskan keluhan yang disampaikan kepada instansi terkait sepertinya tidak pernah ada penyelesaian dan masih berlangsung hingga kini.
“Bahkan kami sudah menyurati Menteri Keuangan, tapi pungutan PPN ganda masih saja terjadi,” ujarnya kepada Bisnis kemarin.
Dia mengharapkan implementasi FTZ Batam nantinya bisa memberikan penyelesaian atas hambatan kepabeanan yang dialami oleh pemodal di pulau ini.
Masalah kepabeanan memang menjadi sorotan utama dari para tenant yang beroperasi di Kawasan Industri Kabil, Batam. Ketika kabar tentang FTZ Batam mencuat, para tenant yang kebanyakan berasal dari Singapura langsung memberikan ragam masukan kepada pengelola KI tersebut.
“Sebagian besar para PMA di sini menyoroti masalah kepabeanan. Saya yakin perubahan saat FTZ diperlakukan akan memberikan kemudahan bagi para pelaku industri di sini,” papar Simatupang.
Kontroversi pungutan PPN ganda ini sempat mencuat pada awal 2006 lalu, ternyata setelah ditelusuri, sebenarnya isu PPN ganda ini terkait dengan fasilitas Master List (ML) yang diberikan pemerintah kepada pengusaha yang terlibat dalam impor barang bagi keperluan eksplorasi minyak dan gas oleh pemegang kontrak bagi hasil (production sharing contract).
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.010/2005 tentang pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor tidak dipungut atas impor barang berdasarkan kontrak bagi hasil (production sharing contract) minyak dan gas bumi.
Tapi kenyataannya, PPN impor tetap dipungut saat barang masuk dan pungutan juga dicantumkan dalam invoice saat barang terkirim.
“Saya berharap PP mengenai FTZ Batam bisa segera disahkan namun saya juga khawatir aturan dalam PP itu belum terlalu kuat mengalahkan UU Pajak dan Kepabeanan,” tuturnya.
Simatupang menegaskan masalah kepabeanan merupakan factor vital yang harus dibenahi dalam implementasi FTZ Batam nantinya.
Dia mengusulkan agar Batam dipisahkan dari wilayah pabean Indonesia lainnya dengan perlakuan kepabeanan dan perpajakan khusus. “Jika isu ini sudah diatur dengan jelas dalam PP maka saya yakin banyak hal yang akan terselesaikan.”

Pengusaha Batam tolak opsi enclave

BATAM: Kalangan pengusaha di Batam menolak opsi enclave yang diusulkan pemerintah sebagai insentif dalam Kawasan Ekonomi Khusus-Batam Bintan Karimun (KEK-BBK).
Abidin Hasibuan, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Kepri, menegaskan opsi enclave ini merupakan kemunduran dalam pembahasan insentif kawasan ekonomi khusus di BBK.
“Saya tidak mengerti mengapa opsi [enclave] ini dimunculkan lagi, padahal beberapa tahun lalu opsi ini pernah mencuat dan mendapat penolakan dari pengusaha,” ujarnya kepada Bisnis kemarin.
Dia menilai semestinya sebuah kawasan ekonomi khusus harus mendapat perlakuan dan fasilitas yang juga khusus. Jika opsi ini yang dipilih pemerintah maka sama saja dengan mematikan iklim investasi di pulau ini.
Menurut dia, para calon investor masih menunggu fasilitas seperti apa yang akan diberikan pemerintah dalam konteks KEK-BBK, bila fasilitas yang ditunggu tidak seperti yang diharapkan maka investor akan memilih Malaysia yang juga sedang membangun sebuah kawasan perdagangan bebas.
“Yang jelas kami menolak opsi itu, dari pada enclave, lebih baik tidak usah ada payung hukum dan biarkan saja seperti saat ini,” papar Abidin.
Sementara itu Johanes Kennedy, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Kepri, menuntut agar pemerintah lebih konsisten dalam membuat peraturan bagi BBK.
“Kami minta pemerintah konsisten dengan apa yang sudah disepakati, kalau pemerintah tidak taat, bagaimana dengan swasta,” tanya dia.
Isu enclave ini kembali mencuat dalam rapat koordinasi KEKI yang dihadiri oleh Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas.
Pemerintah mengajukan dua opsi dalam pemberian insentif bagi KEK BBK, yang pertama adalah pemberlakuan insentif hanya pada lokasi industri tertentu (enclave) atau pemberlakuan insentif bagi seluruh wilayah Batam.
Seandainya opsi enclave yang dipilih pemerintah maka itu tidak akan merubah keadaan karena saat ini saja Pulau Batam masih berstatus Bonded Zone Plus (BZP) yang diatur dalam Paket Deregulasi Juli 2005 yang berisi dua Keputusan Menteri Keuangan mengenai Tempat Penimbunan Berikat dan satu Keputusan Menteri Perdagangan.
Pro bisnis
Abidin mengatakan pihaknya akan mengirimkan surat resmi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan menteri terkait mengenai penolakan opsi enclave ini.
“Ini aspirasi murni dari pengusaha, saya mohon kepada pemerintah agar lebih mengutamakan kepentingan dunia usaha, dan jangan ada lagi politisasi yang justru merugikan dunia usaha,” tuturnya.Aturan lanjutan mengenai status Batam sebagai kawasan perdagangan bebas akan diterbitkan dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) dalam waktu dekat, sementara draft Rancangan Undang-Undang KEKI yang berlaku umum akan mulai dikonsultasikan pada November mendatang

Pungli di OSS kian meresahkan

BATAM: Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Kepulauan Riau mensinyalir praktek pungutan liar oleh petugas di Kantor Pelayanan Penanaman Modal Terpadu (One Stop Service/OSS) masih marak terjadi dan kian meresahkan para pengusaha.
“Bahkan saat ini muncul istilah kalau tidak disetor tidak di-service, instansi berwenang di Batam harus membereskan masalah ini secepatnya,” ungkap Abidin Hasibuan, Ketua Apindo Provinsi Kepri.
Menurut dia, dibukanya konter layanan satu atap bukannya memberikan kemudahan bagi investor untuk mengurus perizinan tapi justru semakin menambah jalur birokrasi karena proses penyelesaian perizinan harus dikerjakan oleh dinas atau instansi di luar konter.
Dia mencontohkan untuk pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), pengusaha harus menunggu selama enam bulan, padahal janjinya izin tersebut bisa diselesaikan dalam waktu 14 hari.
Begitu juga untuk perpanjangan SIUP, pemilik usaha harus menunggu selama tiga sampai enam bulan.
“Apakah ini sengaja diperlambat, supaya pengusaha memberikan setoran bawah meja dan proses perizinan bisa dipercepat. Kalau begitu untuk apa OSS,” tambah dia.
Dia menghimbau pemimpin di Kota Batam bisa memperhatikan masalah ini karena bagaimanapun juga keberadaan Layanan Satu Atap ini untuk memberikan kemudahan bagi investor.
Selain itu, kualitas sumber daya manusia aparat pemda juga dipertanyakan dalam mendukung kelancaran proses perizinan di konter layanan itu karena sekecil apapun kesalahan yang dibuat akan merusak citra Batam sebagai kawasan ekonomi khusus.
“Saya harap pemerintah pusat segera mengambil langkah tegas kepada pemda yang menghambat iklim berusaha di daerah,” tutur Abidin.
Kantor Pelayanan Penanaman Modal Terpadu Batam yang berada di gedung Sumatera Promotion Centre terbagi atas tiga konter. Konter utama dikelola oleh BKPM pusat untuk izin PMA/PMDN, kemudian konter Otorita Batam mengurusi izin fatwa planologi dan lingkungan, dan konter Pemkot Batam yang mengurus izin-izin usaha seperti IMB, SIUP, SITU, dan sebagainya.
Sementara itu Rusliden Hutagaol, Kabiro Humas dan Pemasaran Otorita Batam, mengaku tidak bisa berbuat banyak dalam menyikapi keluhan para pengusaha mengenai pungutan liar dalam pengurusan izin.
Menurut dia, pihaknya kesulitan menelusuri dugaan praktek pungli yang dialami oleh para pengusaha karena pengusaha sendiri cenderung enggan mengakui bila dirinya mengalami pungli.
“Ini jadi kesulitan bagi pihak kami untuk memberantas dugaan pungli di konter layanan satu atap, pengusaha enggan mengakui begitu juga aparat di konter juga pasti tidak akan mengakui,” ujarnya.
Dia mengemukakan bagaimanapun masukan dari masyarakat terhadap dugaan pungli akan disikapi secara bijak oleh OB karena kasus ini jelas akan merusak citra Batam sebagai kawasan tujuan investasi.
“Yang sudah kami lakukan adalah menginventarisir keluhan yang disampaikan pengusaha berdasarkan laporan dari masyarakat dan pers, tapi kami juga berharap investor yang mengurus izin bisa lebih terbuka dalam membongkar praktek pungli ini,” tandas Rusliden.

Status FTZ Batam disambut gembira

BATAM: Pelaku bisnis di Batam optimistis status pulau ini sebagai kawasan perdagangan bebas (free trade zone/FTZ) akan memberikan daya tarik bagi calon investor yang selama ini masih menunggu kepastian hukum.
Johanes Kennedy Aritonang, Ketua Kadinda Provinsi Kepulauan Riau, menghimbau agar pemerintah segera menandatangani rancangan peraturan pemerintah tentang FTZ Barelang.
“Momentum ini harus tetap dijaga sebagai awal kebangkitan ekonomi dan investasi di Batam. Jangan sampai Batam mati suri lagi,” ujarnya kepada Bisnis kemarin.
Abidin Hasibuan, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Kepri, menegaskan keputusan pemerintah menetapkan pulau ini sebagai kawasan bebas merupakan sebuah kemajuan.
Menurut dia, opsi enclave seperti yang pernah diusulkan sudah tidak sesuai lagi dengan karakteristik Batam termasuk juga tata ruang di pulau ini yang sudah salah sejak awal.
“Selain itu Apindo siap membantu pemerintah mengawasi praktek penyelundupan yang dilakukan pengusaha hitam, sebagai bentuk komitmen untuk menjaga pulau ini dari praktek tersebut,” paparnya.
Namun dia juga berharap instansi terkait bisa bertugas optimal mengawasi setiap jengkal pulau ini dari bahaya praktek penyelundupan sehingga ketakutan pemerintah tidak terjadi.
Sementara itu Daniel Burhanuddin, Ketua Gabungan Pengusaha Forwarder dan Ekspedisi (Gafeksi) Batam, mensinyalir pemerintah masih menyimpan scenario lain di balik penetapan Batam sebagai kawasan perdagangan bebas menyeluruh.
“Secara logika, rasanya tidak mungkin seluruh pulau ini jadi FTZ menyeluruh apalagi ditambah Rempang dan Galang. Saya menduga ada rencana lain yang akan dijalankan pemerintah,” tuturnya.
Dia menilai FTZ Batam menyeluruh yang dimaksud pemerintah ini memiliki definisi kumpulan beberapa kawasan perdagangan bebas yang tersebar di Pulau Batam, Rempang, dan Galang. Prinsipnya sama ketika Batam ditetapkan sebagai bonded island, di mana pulau Batam terbagi atas beberapa kawasan berikat. “Saya pikir pemerintah tidak akan sebodoh itu menetapkan FTZ seluruh pulau.”
Tapi kebenaran analisa Daniel itu masih harus dibuktikan saat PP FTZ Batam disahkan. Karena dalam PP itu akan tergambar dengan jelas kemana arah status FTZ yang sudah diperjuangkan selama tujuh tahun itu.
Fasilitas
Penetapan status baru ini memang memberikan angin segar bagi dunia usaha dan pemerintah daerah yang sudah sejak lama berjuang menunggu keluarnya keputusan ini. FTZ Batam mestinya sudah berjalan pada 2004 bila Presiden Megawati mau menandatangani UU yang sudah disahkan DPR-RI.
“Tapi kebijakan ini belum akan memberikan pengaruh, sebab masih dibutuhkan waktu. Investor tentu harus diyakinkan dulu seperti apa fasilitas yang mereka dapatkan dalam FTZ Batam nantinya,” tandas Abidin.

Pulau Bintan berharap berkah dari Integrated Resort Singapure

“Dua tahun mendatang, daerah lain di Singapura bernama Marina akan dimeriahkan dengan kehadiran The Marina Bay Sands, sebuah resort mewah bertaraf internasional mencakup meeting dan convention center, berbagai restoran kelas atas, hotel berbintang lima, kasino, serta pusat perbelanjaan dan prasarana hiburan tiada batas.
Bermodalkan investasi sebesar lima miliar Singapore Dollar, The Marina Bay Sands merupakan resor kasino terbesar yang pernah dibangun sepanjang masa. Di sini terletak convention center seluas 110.000 meter persegi yang akan mengakomodasi lebih dari 50.000 orang yang berkepentingan bisnis, pertemuan, pameran, dan transaksi dagang.
Dengan menggabungkan enam komponen utama meliputi bisnis, hotel, pertokoan, restoran, restoran, kasino, dan hiburan dalam satu atap, The Marina Bay Sands dipastikan akan memberikan sebuah integrasi berbagai fenomena yang luar biasa menarik untuk menjadikan Singapura sebagai salah satu tujuan pilihan dunia.”
Demikian cuplikan iklan advertorial The Marina Bay Sands di Singapura pada Jumat, 30 Maret 2007 di sebuah harian lokal dan juga diterbitkan bersamaan di sebuah harian nasional terbesar.
TMBS merupakan salah satu proyek raksasa yang termasuk dalam integrated resort (IR) yang tengah dikembangkan oleh Pemerintah Singapura. Proyek lainnya dalam kawasan terpadu ini adalah Resort World di Pulau Sentosa dengan nilai investasi Sin$5,2 miliar.
Ya, industri pariwisata Singapura memang tengah bergeliat. Dua proyek raksasa yang salah satunya dikembangkan oleh Group Genting International itu secara tegas menunjukkan visi Singapura sebagai tujuan wisata kelas dunia.
Kedua proyek yang akan selesai pada 2009 untuk TMBS dan 2010 untuk Resort World ini jelas akan menyedot jutaan wisatawan mancanegara termasuk dari wisatawan asal Indonesia.
Untuk soal sedot menyedot ini, Singapura memang jagonya. Negara pulau itu memang terus membenahi berbagai sajian wisata bagi wisman yang datang ke negara itu. Tidak saja objek wisata yang diperbanyak, pusat-pusat belanja pun terus bermunculan dan semakin menyilaukan mata para orang kaya.
Diperkirakan sebanyak 50 juta orang turis dari seluruh dunia akan memadati Singapura setiap tahunnya bila integrated resort di dua kawasan itu selesai dibangun dan mulai dibuka untuk umum.
Menyikapi geliat Singapura itu, apakah pariwisata Indonesia khususnya Batam-Bintan akan terkena dampaknya? Jawaban untuk pertanyaan ini memang masih bisa diperdebatkan tergantung dari mana memandangnya.
Contoh terdekat adalah Kawasan Pariwisata Internasional Lagoi, yang dikembangkan sejak 1992 oleh PT Bintan Resort Cakrawala (BRC). Kawasan wisata di Pulau Bintan dengan luas areal 20.000 hektar ini menggabungkan wisata resort dan keindahan alam bagi wisatawan asing yang ingin mencari nuansa lain.
Berbenah
Seharusnya, dengan dibukanya IR di Singapura itu maka kunjungan wisman ke Lagoi otomatis akan berkurang apalagi hampir 40% turis yang berkunjung ke kawasan itu berasal dari Singapura. Tapi kenyataannya, bukan nada pesimis yang muncul melainkan sikap optimisme dari pihak pengelola.
Chin Chow Yoon, Vice President Director PT Bintan Resort Cakrawala, pengelola kawasan Lagoi, menegaskan kehadiran IR di Singapura justru akan memberikan pengaruh positif bagi Lagoi dan Pulau Bintan.
Alasan Chin sederhana. Jutaan wisman yang datang ke Singapura itu pasti akan bosan menikmati wisata belanja dan kasino saja. “Mereka juga butuh atmosfer lain seperti suasana pantai dan alam yang asri. Nah, dua faktor ini tidak dimiliki Singapura.”
Harus diakui, keindahan hutan tropis Pulau Bintan yang menyelimuti sebagian besar kawasan Lagoi menjadi faktor utama. Ditambah pesisir pantai yang berpasir putih dan menghadap langsung ke Laut China Selatan, wajar jika BRC tidak gentar dengan geliat IR Singapura tersebut.
“IR bukan ancaman bagi Lagoi, tapi justru menyokong keberadaan kami,” papar Chin.
Dampak positif dari geliat IR di Singapura itu adalah semakin prospektifnya kawasan Lagoi bagi para pemodal domestic maupun luar negeri. Berbondong-bondong, investor ingin membangun resor di kawasan itu untuk mengantisipasi luberan wisman dari Singapura.
Salah satu yang sudah bersiap adalah The Ritz-Carlton Hotel Co. melalui PT Pacific Place Jakarta yang membangun The Ritz-Carlton Bintan, sebuah resor mewah dengan 60 vila senilai US$65 juta. Proyek prestisius ini akan selesai pada akhir 2008.
Ritz tidak sendiri. Investor Malaysia Landmark Holdings juga berminat membangun sebuah kawasan terpadu Water Front City senilai Sin$900 juta yang terdiri dari kondominium, resor, taman air, dan sebagainya.
Pihak pengelola pun juga ikut berbenah dengan menyiapkan Lagoi Bay Village yakni sebuah kawasan pedesaan yang menawarkan areal murah bagi hotel-hotel bintang dua yang berbaur dengan pemukiman penduduk.
“Konsep ini mirip dengan kawasan Kuta, Bali. Kami harapkan melalui suguhan unik ini maka kunjungan wisman bisa semakin tinggi,” ujar Nia Firtica, Public Relation Officer PT BRC.
Diproyeksikan dalam pengembangan lima hingga 10 tahun ke depan, jumlah kamar di Lagoi akan bertambah menjadi 10.000-15.000 unit dari angka saat ini sebanyak 1.375 unit. Jumlah ini diperkirakan mampu menampung satu juta turis per tahun yang berkunjung ke kawasan itu pada 2012
Two in one
Strategi promosi yang dijalankan oleh pengelola Lagoi memang cukup unik sekaligus membuktikan keterkaitan tak terpisahkan antara Bintan dan Singapura. Mereka pun ikut terlibat dalam setiap program promosi bersama dengan Singapore Tourism Board (STB).
“Kami menawarkan one trip two destination kepada setiap wisman, artinya, bila mereka mengambil paket wisata ke Singapura maka biro perjalanan akan memasukkan rute tambahan ke Lagoi, Bintan,” papar Chin.
Potensi kunjungan wisatawan asing ke kawasan itu diperkirakan terus meningkat seiring dengan program pemasaran yang digelar untuk menjangkau pasar wisman baru dari Asia Selatan dan Timur Tengah.
Total kunjungan turis ke Lagoi mencapai 333.000 orang per tahun dengan mayoritas pengunjung atau 75,5% berasal dari Asia, dan sisanya dari Eropa dan Australia. Dari Asia tersebut, sekitar 32,3% berasal dari Singapura, Jepang 16,6% dan Korea 14,8%.
”Kunjungan wisman dari Singapura ke Lagoi bakal terus meningkat. Ini merupakan potensi yang menguntungkan kawasan ini ke depan,” ujar Tan Kian, President PT Pacific Place Jakarta.
Namun sayang, objek wisata yang menarik di Pulau Bintan itu belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh para wisman domestik, terbukti dari kecilnya jumlah turis lokal yang datang ke kawasan tersebut.
Faktor lokasi memang menjadi alasan, pasalnya, warga Singapura lebih mudah menjangkaunya dengan feri dibandingkan turis asal Jakarta yang harus terbang dulu ke Batam kemudian dilanjutkan dengan feri ke Lagoi.
Kecuali, penerbangan domestik sudah mulai berjalan dari dan ke kawasan itu.

Kenaikan Tariff Air Batam menuai Kontroversi

Sekelompok anak muda bermandikan cat warna hitam tampak beradegan teatrikal di depan gedung Otorita Batam. Seorang pemuda mengalungkan tali seolah-olah sedang gantung diri, yang seorang lagi berdiri mematung, juga berlumuran cat hitam.
Sementara itu dua orang lagi, satu memakai topeng hantu dengan dada bertuliskan “OB” dan satunya lagi memakai baju bertuliskan “ATB”, dia juga bertopeng hantu. Tak jauh dari tempat mereka berteatrikal, belasan spanduk bernada protes bertebaran di sekitar taman.
Aksi protes itu merupakan buntut dari rencana OB dan PT Adhya Tirta Batam (ATB) untuk menaikkan tariff air di kota ini. Rencana yang sejak beberapa bulan terakhir sudah menuai kecaman itu mencapai puncaknya ketika BPP-SPAM merekomendasikan kenaikan tariff tersebut.
Sosialisasi yang digelar lembaga tersebut di gedung OB pun tidak berjalan lancar. Puluhan massa dari Koalisi LSM Menolak Kenaikan Tarif Air memadati gerbang gedung OB pada Kamis pekan lalu.
Kenaikan tarif air ini bermula ketika PT ATB mengusulkan kenaikan tarif air rata-rata 30% untuk semua kategori pelanggan kecuali industri. Salah satu perusahaan air minum terbaik di Indonesia itu beralasan bahwa mereka butuh pendanaan yang cukup untuk melakukan ekspansi jaringan.
Namun usulan itu mendapat penolakkan dari dewan dan segera disikapi dengan menyusun tim panitia khusus yang meninjau kembali berbagai unsur dalam sistem pentarifan air di perusahaan tersebut.
”Usulan kenaikan air bersih oleh PT ATB sudah selesai kami bahas dan kini prosesnya dilanjutkan oleh Badan Pendukung Pengembangan Sarana Penyediaan Air Minum (BPP SPAM) di Jakarta,” papar Chablullah Wibisono, Wakil Ketua DPRD Batam beberapa waktu lalu.
Setelah kurang lebih dua bulan melakukan pembahasan di Jakarta, akhirnya BPP-SPAM mengeluarkan rekomendasi yang pada intinya mendukung rencana kenaikan tarif ini kecuali untuk pelanggan industri.
Tapi apa daya, rekomendasi ini mendapat perlawanan dari kalangan LSM yang menilai kenaikan tarif air akan berdampak terhadap kenaikan kebutuhan hidup lainnya seperti sembako dan tempat tinggal.
Aksi protes pun sudah digelar hampir satu minggu, berlokasi di bundaran taman OB. Ada yang mendirikan tenda, ada yang beradegan teatrikal, bagi-bagi selebaran, dan orasi.
Sayang, aksi tersebut tidak mendapat respon dari para pemimpin kota ini. Baik Ketua Otorita Batam, Walikota Batam, dan Ketua DPRD Batam, belum satu pun yang mengeluarkan pernyataan.
Kenaikan
Hasil rekomendasi yang dikeluarkan BPP-SPAM menetapkan kenaikan tarif air sebesar rata-rata 20%, angka ini lebih rendah dibandingkan usulan ATB sebesar 30%. Rekomendasi yang terlampir dalam surat nomor 45/BPPSPAM/IV/2007 dan perubahan Keputusan Ketua Otorita Batam Nomor 27/KPTS/VII/2002 itu menyebutkan tarif air non niaga termasuk sektor rumah tangga mengalami kenaikan 21,42% hingga 46,66%.
Kenaikan 21,42% tersebut, dihitung berdasarkan pemakaian air terendah 0-10 meter kubik. Jika tarif lama untuk pemakaian 0-10 m3 sebesar Rp1.400 per m3, kini mengalami kenaikan menjadi Rp1.700 per m3.
Tapi pemakaian sektor rumah tangga biasanya berada pada kisaran 21-40 m3, yang berarti mengalami kenaikan 46,66% dari tarif sebelumnya Rp3.750 menjadi Rp5.500. Sedangkan sektor industri, sama sekali tidak mengalami kenaikan.
Untuk kelompok pelanggan sosial mengalami kenaikan paling tinggi yakni 95,6% menjadi Rp1.800 per m3 untuk pemakaian lebih dari 40 m3 dibandingkan tarif sebelumnya sebesar Rp920.
Rekomendasi itu berlaku sejak 1 Juni 2007 dan akan masuk dalam nota tagihan bulan Juli mendatang. Walaupun sudah dipastikan berlaku, namun ATB belum bisa merealisasikan kenaikan itu karena harus menunggu surat keputusan yang ditandatangani Ketua OB.
Di tengah berbagai kontroversi itu, apakah sudah layak bagi ATB untuk menaikkan tarif airnya, lantas bagaimana kualitas pelayanannya selama ini kepada pelanggan terutama pelanggan baru?
Rentetan pertanyaan itu sebenarnya sudah dijawab oleh BPPSPAM sebagai lembaga independen yang melakukan kajian berdasarkan kondisi riil di lapangan dan karakteristik konsumen air di pulau ini. Sehingga keluarlah angka rata-rata 20%.
Imbalo Iman Sakti, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Muslim Batam (YLKMB), menegaskan tidak ada satu pun alasan kuat yang bisa dijadikan dasar bagi penyesuaian tarif air oleh ATB.
”Yang namanya penyesuaian bukan berarti harus naik, tapi bisa juga turun. Selain itu, selama ini ATB sudah untung jadi tidak perlu menaikkan tarif,” ujarnya.
Semua pihak mesti terbuka, karena ini menyangkut kepentingan publik. Apalagi, ATB merupakan satu-satunya perusahaan air yang memegang hak monopoli dan ini dibolehkan karena semata-mata demi kepentingan publik.
Kenaikan tarif ini, meskipun dinilai tidak akan terlalu menambah kas ATB, tapi tetap harus disikapi dengan bijak oleh semua pihak. Apa jadinya bila kualitas air tidak meningkat gara-gara ATB tidak mampu mengelola air minum dengan baik.
Konsesi
PT ATB merupakan perusahaan pengelolaan air bersih pertama di Indonesia yang berstatus swasta. Perusahaan yang dimiliki oleh swasta asing Cascal BV dari Inggris dengan swasta nasional PT Bangun Cipta Kontraktor ini mengelola air minum di Batam berdasarkan sistem konsesi dari Otorita Batam selama 25 tahun, mulai 1995 hingga 2020.
Berdasarkan prediksi sementara, sejak 1997 hingga 2008 nanti perusahaan itu akan mengalokasikan investasi jangka panjang mencapai Rp324,8 miliar.
Biaya investasi sebesar itu akan digunakan untuk optimalisasi kapasitas produksi direncanakan untuk pengembangan instalasi pengolahan air (IPA) Duriangkang tahap III. Adapun tahap I dan II sudah dalam pengerjaan sehingga nantinya dam tersebut mampu memproduksi 3.000 liter per detik.
Saat ini total produksi air PT ATB sebesar 2.195 liter per detik yang dihasilkan dari IPA Duriangkang 1.000 liter perdetik, IPA Tanjung Piayu 235 liter, IPA Sei Ladi 300 liter, IPA Muka Kuning 340 liter, IPA Sei Harapan 210 liter, dan IPA Nongsa 110 liter.
Imbalo menilai perusahaan itu cukup beruntung karena tidak perlu repot-repot mencari sumber air. OB sejak 1970-an sudah menyiapkan tujuh waduk sebagai sumber air baku lengkap dengan jaringan pipa. ATB hanya tinggal menambahkan jaringan baru dan mengolah air untuk disalurkan kepada pelanggan.
Kehadiran perusahaan itu pun dinilai berhasil mengatasi keterbatasan akses air bersih kepada masyarakat, di mana terjadi peningkatan jumlah pelanggan yang tadinya sebanyak 93.000 sambungan pada 2004 menjadi 120.000 sambungan pada 2007 ini.
Namun Imbalo melihat keberadaan ATB belum terlalu optimal karena ada kesepakatan dan perjanjian konsesi dengan OB yang belum direalisasikan oleh perusahaan tersebut.
”Dalam perjanjian disepakai ATB harus menyediakan air bersih yang bisa langsung diminum, tapi apa kenyataannya, perusahaan itu telah membohongi publik,” kata dia.
Kendati dirundung kontroversi dan penolakkan dari seluruh elemen, namun rekomendasi BPP-SPAM tidak serta merta bisa diimplementasikan dalam sistem pentarifan Juni ini.
Suara wakil rakyat dari DPRD Batam menuntut OB dan ATB agar membawa hasil rekomendasi itu ke sidang paripurna dewan untuk mendapatkan rekomendasi dari legislatif dan Pemko Batam.
Sementara itu Adang Gumilar, humas PT ATB, menegaskan pihaknya menyambut baik hasil rekomendasi yang dikeluarkan oleh BPP SPAM mengenai penyesuaian tarif ini.
”Kami hanya perlu menegaskan bahwa mengelola layanan publik itu tidak gampang, tidak semua orang bisa dan mau mengerjakannya,” ujarnya.
Penegasan Adang itu ada benarnya, tapi harus diingat satu hal, perusahaan penyelenggara layanan publik harus bersiap-siap rugi. Hak monopoli yang mereka peroleh tidak serta merta jadi jalan untuk menumpuk keuntungan besar dengan mengorbankan pelayanan kepada publik.
ATB harus bijak mendengar suara rakyat dan konsumen. Bila kenaikan ini justru memicu suasana makin ricuh maka sebaiknya ditunda saja. Perusahaan harus berani membuka laporan keuangannya secara lengkap dengan prediksi kenaikan maupun tanpa kenaikan tarif.
Selain itu, sosialisasi juga harus dilakukan agar publik mengerti kesulitan apa yang dihadapi oleh ATB terutama dalam kaitannya dalam pengembangan jaringan baru dan ekspansi lainnya.
”Memperoleh uang tunai untuk ekspansi tidak harus dengan menaikkan tarif, pemegang saham harusnya bisa menyetor modal baru untuk investasi,” tandas Imbalo.
Penolakkan masih terus berlanjut. Aksi teatrikal masih terus bergulir, warna cat si pelakon pun sudah berubah jadi putih dengan adegan yang masih sama. Publik masih menunggu, sampai kapan kontroversi ini akan berakhir, jangan sampai konsumen kembali jadi pihak yang dirugikan.