Tuesday, February 20, 2007

Apa itu Special Economic Zone??

Tanggal 25 Juni 2006 bisa jadi hari bersejarah bagi bangsa ini sekaligus momentum kedua bagi Batam-Bintan-Karimun. Hari itu, Menko Perekonomian Boediono dan Menteri Perdagangan Singapura Lim Hng Kiang menandatangani kerja sama pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Batam-Bintan-Karimun (Batam-Bintan-Karimun Special Economic Zone/BBK-SEZ) yang disaksikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.
Dalam sambutannya Presiden Yudhoyono mengatakan sejarah ini harus dirayakan. Karena, menurut Presiden, akan segera terjadi keajaiban ekonomi di Batam, Bintan, dan Karimun pasca penandatanganan tersebut.
Presiden juga mengatakan keberhasilan sistem pengaturan dan kebijakan di tiga pulau ini bisa dicontoh sebagai model untuk mengembangkan kawasan serupa di tempat lain di Indonesia. Namun apakah sudah berada di jalur yang benar Pemerintah RI dalam upayanya meningkatkan investasi asing dengan menerapkan konsep Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia (KEKI).
Banyak pendapat mengatakan pola KEKI yang akan dijalankan oleh Pemerintah belum jelas arahnya seperti apa. Sebab ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi jika suatu daerah dapat dijadikan KEK, seperti adanya penduduk asli, kemudian tidak berorientasi pada ekspor semata, lalu aktivitas ekonominya sudah terintegrasi dengan ekonomi domestik, serta memiliki multi sektor.
Menko Perekonomian Boediono menuturkan, diprioritaskannya Batam dan Bintan karena kawasan itu yang paling siap .”Ya, karena itu yang paling siap untuk kita tawarkan,” katanya.
Sedangkan menurut Mari Elka Pangestu, tidak semua daerah bisa menjadi KEK. Sebab, untuk menjadi KEK, suatu daerah harus memenuhi persyaratan-persyaratan minimal. Menurut dia, kawasan tersebut harus memiliki sarana dan prasarana untuk akses bahan baku industri. Kemudian, di kawasan itu mesti tersedia sumber-sumber yang diperlukan untuk berproduksi, yaitu akses tenaga kerja dan keberadaan kluster industri.
“Jadi, di daerah itu harus terdapat industri dan jasa penunjang. Kita akan memulai dari daerah yang memiliki kriteria-kriteria tersebut,” katanya. Soal konsesi bagi investor yang melakukan pembangunan infrastruktur, Mari mengatakan, itu nanti akan tergantung perjanjian.
Nantinya akan ditetapkan infrastruktur mana yang dibangun pemerintah dan yang dibangun investor. Namun, menurutnya, yang mengembangkan nantinya lebih banyak swasta. Mari menandaskan untuk menarik investasi swasta salah satu ciri yang harus dipenuhi daerah untuk menjadi KEK adalah adanya otoritas khusus atau otoritas kawasan.
Sehingga bisa menjalankan pelayanan terpadu, yaitu satu tempat untuk mengurus semua perizinan yang diperlukan. Kalau ada keluhan, tambahnya, akan diselesaikan badan yang ditunjuk pemerintah berdasarkan perjanjian pusat dan daerah.
Untuk itu Pemerintah harus membuat sistem perizinan satu atap di Batam dan Bintan untuk mendukung pendirian KEK di kawasan tersebut, hal itu diungkapkan Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Muhammad Lutfi. Dengan sistem satu atap itu, menurut Lutfi, perizinan investasi, tenaga kerja asing, dan kepabeanan yang seharusnya diurus di Badan Koordinasi Penanaman Modal Jakarta dapat diurus langsung di Batam, Bintan dan Karimun.
Penetapan status SEZ bagi Batam-Bintan-Karimun seolah menjadi antiklimaks di tengah pengharapan status FTZ bagi Batam. Perjuangan panjang selama hampir satu decade terakhir ini seolah terobati dengan kebijakan pemerintah yang baru tersebut.

***

Sukacita, sinis, dan bingung. Itulah sekilas gambaran hati para pengusaha di Batam ketika menggelar acara syukuran atas ditetapkannya Batam dan Bintan sebagai kawasan special economic zone (SEZ) pada 2 Mei 2006 lalu.
Sukacita, itu sudah pasti sebab penetapan status ini merupakan klimaks atas perjuangan panjang para tokoh pengusaha di pulau itu dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir. “Lupakan FTZ, kini kami bersiap menyambut SEZ,” demikian kira-kira isi hati pengusaha di sana.
Namun tidak sedikit yang sinis dengan rencana status baru itu. Jangan-jangan SEZ hanya janji surga pemerintah kepada Batam dan Bintan, seperti halnya ketika pemerintah menjanjikan FTZ pada delapan tahun lalu.
Tapi tunggu dulu. Seperti apa sih SEZ yang akan disahkan oleh pemerintah melalui penandatanganan nota kerjasama antara RI dan Singapura pada pertengahan Mei nanti.
Bingung, itulah pertanyaan yang muncul dari para pengusaha dalam acara syukuran itu. Kebanyakan mereka belum tahu persis seperti apa makhluk SEZ ini nantinya dan bagaimana implementasinya di tengah dualisme kepemimpinan di Batam.
Tidak ada yang mampu menjawab, baik Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Kepulauan Riau Abidin Hasibuan atau Gubernur Kepulauan Riau Ismeth Abdullah sekalipun. Kedua tokoh itu dan kebanyakan para pengusaha masih meraba-raba seperti apa nantinya SEZ itu.
Wajar saja pengusaha masih bingung, pasalnya pemerintah masih menggodok konsep SEZ Batam-Bintan ini yang konon akan menjadi proyek percontohan bagi tujuh kawasan khusus lainnya di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa.
Rencana penandatanganan nota kerjasama RI dan Singapura pun masih belum jelas kapan akan dilaksanakan. Sebelumnya sempat terbersit kabar kerjasama itu akan ditandatangani pada akhir April lalu, tapi batal dilakukan.
Gonjang ganjing mengenai SEZ ini memang ramai dibicarakan di Batam dan Bintan. Rencana pemerintah yang akan mengembangkan 10 kawasan khusus setingkat SEZ di tanah air memang mendapat sambutan hangat dari masyarakat di masing-masing daerah.
Batam dan Bintan yang akan dijadikan percontohan pun sudah buru-buru menggelar syukuran walaupun belum tahu seperti apa SEZ untuk Batam dan Bintan, apalagi di dua pulau itu kini sudah berlaku status bonded zone plus (BZP).

***

BZP, FTZ, ataupun SEZ hanyalah sekedar nama. Yang terpenting di dalamnya ada berbagai kemudahan kepabeanan, perpajakan dan perdagangan. Atau mungkin pemerintah sedang mempersiapkan jenis insentif tambahan di samping fasilitas yang sudah ada?
Dalam kunjungan Wapres Jusuf Kalla ke China beberapa waktu lalu, memang sempat muncul keinginan untuk mengadopsi konsep SEZ yang sudah dikembangkan di negari Tirai Bambu tersebut.
Wajar bila wapres terkaget-kaget dengan pesatnya pembangunan kawasan ekonomi khusus yang ada di negara itu, padahal Indonesia sebenarnya sudah lebih maju selangkah ketika mengembangkan Batam pada 1974 lalu.
Tapi entah kenapa, justru China kini menjadi yang terdepan dalam pengembangan kawasan ekonomi khusus di dunia dengan ratusan kawasan khusus.
Terlepas dari itu semua, sebenarnya apa yang menjadi kekhususan dari sebuah kawasan khusus atau SEZ ini. Apa perbedaannya yang paling mendasar dibandingkan dengan FTZ atau pun BZP yang kini sedang berlaku di Batam dan Bintan?
Dalam beberapa literature, kata special dalam special economic zone memiliki arti kekhususan dalam system ekonomi dan politik. Mengacu pada kebijakan pemerintah RRC dalam pengembangan SEZ, memberikan kebijakan khusus SEZ ini beserta aturan yang fleksibel, serta mengizinkan SEZ untuk menggunakan system manajemen ekonomi yang khusus pula.
Di antaranya special tax incentives bagi investasi asing dalam SEZ, kebebasan dalam aktivitas perdagangan internasional. Karakteristik ekonominya tercermin dalam empat prisip, 1) Menciptakan daya tarik bagi penanaman modal asing, 2) Bentuk usaha harus merupakan sino-foreign joint ventures dan kemitraan seperti foreign-own enterprises. 3) Produk yang dihasilkan harus berorientasi ekspor, dan 4) Aktivitas ekonomi harus dikendalikan oleh pasar.
China memiliki banyak istilah dan ragam zona bebas. Zona bebas pertama di China adalah SEZ yang dibangun di lima wilayah yaitu Shenzen seluas 327 km2, Shantou 52,6 km2, Zhuhai 121 km2 (ketiganya di Provinsi Guangdong), dan Xiamen seluas 131 km2 di Provinsi Fujian, dan Hainan seluas 34.000 km2 atau seluruh wilayah provinsi termasuk seluruh pulau tersendiri).
Tapi sebenarnya dari praktek di berbagai belahan dunia, ternyata penerapan konsep zone bebas sangat beragam baik dalam pemberian nama maupun isi. Dalam aspek penanganan terhadap barang, keragaman tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu warehousing (penyimpanan) dan atau transhipping (alih kapal), transforming (pengubahbentukan), dan processing (pemrosesan).
Seluruh zona bebas juga memiliki kesamaan lain yakni bahwa barang tersebut adalah barang transito, apapun bentuk penanganan yang dilakukan terhadapnya. Artinya, barang-barang tersebut setelah disimpan, ditransformasi, atau diproses, pasti akan dikirim ke luar zona bebas.
Oleh sebab itu, kemudahan arus keluar masuk barang menjadi suatu hal yang sangat penting. Kegiatan zona bebas akan terganggu bila terdapat hambatan dalam proses transito tersebut. Hambatan itu lazim dikenal sebagai hambatan tariff (tariff barriers) dan non tariff (non- tariff barriers) yang menjadi lingkup kewenangan kepabeanan.

***
Kebingungan para pengusaha di Kepri patut dimaklumi. Pulau Batam sejak kelahirannya memang kerap bertukar-tukar status yang membingungkan para pengusaha asing yang beroperasi di dalamnya.
Ketidakkonsistenan peraturan dalam kurun waktu 33 tahun terakhir di pulau ini telah memicu aksi protes para pengusaha dalam beberapa kesempatan, hingga akhirnya pemerintah mengambil sikap untuk mengembalikan wujud Batam seperti saat pertama di lahirkan sebagai kawasan berikat enclave dan beberapa kemudahan di sana-sini.
Nasib Batam Free Trade Zone pun tinggal kenangan ketika BZP disahkan pada Juli 2005. Pemerintah beranggapan Batam tidak butuh kebebasan yang terlalu besar sehingga cukup dipilah-pilah menjadi tujuh wilayah industri dalam pulau itu.
Penggunaan istilah yang berbeda untuk sebuah pengertian, seringkali merancukan pemahaman. Misalnya, penggunaan istilah X dan Y untuk pengertian Z. Terlebih lagi bila istilah yang digunakan tersebut dipakai juga oleh pihak lain untuk pengertian yang berbeda.
Penggunaan istilah yang tidak tajam juga menyebabkan kerancuan, misalnya istilah bonded zone bagi Batam dalam PP No.14/1990 tentang kawasan berikat. Bonded zone sebenarnya berarti sama dengan free zone, bergantung pada sudut pandang yang digunakan.
Bonded zone atau kawasan berikat adalah istilah dari sudut pandang adanya pemberlakuan batas-batas atau syarat-syarat tertentu terhadap suatu custom enclave. Sementara free zone atau kawasan bebas adalah istilah dari sudut pandang adanya kebebasan-kebebasan tertentu dalam suatu custom enclave. Bonded zone dan free zone adalah dua istilah yang berbeda untuk satu pengertian umum yang sama.
Belum lagi dengan dilakukannya perubahan definisi hukum untuk satu istilah yang sama, seperti terjadi pada istilah bonded zone di Indonesia. Pengertian bonded zone per defenisi PP 14/1990 berbeda substansi dengan pengertian bonded zone per definisi PP 33/1996.
Kasus-kasus seperti di atas banyak ditemukan dalam kajian terhadap free zone atau zona bebas. Karena itu untuk memahami zona bebas diperlukan pemahaman terhadap prinsip dan praktek yang dilakukan, dibalik istilah-istilah yang digunakan.
Hal-hal prinsip yang dimaksud adalah klasifikasi substansi zona bebas yang meliputi perlakuan istimewa kepabeanan, status kedaerahpabeanan yang berhubungan dengan prosedur, dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan didalamnya.
Apapun nama istilah yang akan digunakan, sebenarnya berpulang kembali pada prinsip kepebanan yang memegang peranan penting dalam pertumbuhan perdagangan internasional, khususnya di Pulau Batam yang akan dijadikan proyek percontohan.
Efisiensi dan efektifitas prosedur kepabeanan secara signifikan akan mempengaruhi daya saing ekonomi suatu wilayah khusus yang akan dikembangkan negara. Dalam era persaingan global, perdagangan internasional dan investasi akan berpindah dari lokasi yang dianggap birokratis dan sinonim dengan biaya tinggi, menuju ke lokasi yang efisien, kondusif, dan mendukung daya saing.
Sistem dan proses pabean harus tidak dibiarkan berperan sebagai hambatan bagi pertumbuhan perdagangan internasional. Mungkin pulau itu sudah capek bergonta ganti nama, padahal tujuan yang ingin diraih masih tetap sama.
Pesta menyambut SEZ itu pun bergulir hambar tanpa greget karena tidak ada satu pun yang mampu menjelaskan seperti apa SEZ Batam nantinya. “Apakah SEZ sama dengan FTZ atau malah lebih buruk dan memperpanjang proses birokrasi?” demikian sinisme sebagian pengusaha.
Lalu, bagaimana peranan pemegang otoritas SEZ dengan Pemerintah Kota Batam yang hingga kini belum ada aturan yang mengaturnya pembagian kewenangan keduanya. Dan banyak lagi pertanyaan yang masih menggantung di benak pengusaha yang larut dalam pesta malam itu.

No comments:

Post a Comment