Tuesday, October 20, 2009

Nasibmu Otorita Batam

Sudah berulangkali pengelola blog ini menulis artikel soal nasib Otorita Batam pasca pengesahan FTZ melalui UU No. 44/2007 dan PP No. 46/2007 tentang FTZ Batam. Dalam artikel terdahulu yang bertajuk "Menanti Kejelasan Nasib Otorita Batam" sudah diulas dengan gamblang berbagai potensi konflik yang bakal muncul bila OB harus bubar dan beralih menjadi Badan Pengusahaan Kawasan FTZ Batam.

Kini isu itu bergulir kembali. Ada wacana yang berkembang bahwa OB akan dilikuidasi, karyawannya diberi pesangon, dan akhirnya bertransformasi menjadi BP Kawasan. Apakah bisa demikian?

Saya perlu hati-hati mengulas masalah ini. Karena memang persoalan transformasi OB ke BP Kawasan merupakan masalah yang kompleksitasnya tinggi dan sensitif. Bayangkan saja, walaupun Ketua Dewan Kawasan FTZ sudah menetapkan lima orang karyawan BP Kawasan, tapi tidak otomatis ribuan pegawai OB akan menjadi karyawan BP Kawasan.

Proses peralihan pejabat OB yang notabene memiliki eselonisasi dan ribuan pegawai yang tercatat sebagai PNS, ternyata tidak berlangsung mudah sebagaimana yang dibayangkan. Konon, Ketua OB a.k.a Kepala BP Kawasan masih bingung mencari jalan keluarnya.

Memang harus diakui, tidak gampang. Otorita Batam yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) ternyata harus gugur dengan sendirinya setelah Peraturan Pemerintah (PP) diterbitkan oleh Presiden SBY pada 2007 lalu. Oke, tidak ada masalah dengan itu. Secara kelembagaan, OB kini sudah menjadi BP Kawasan. Lambang pulau Batam dalam bundaran pun sudah berganti dengan kepala burung elang. Tapi apakah cukup sampai disitu?? Mari kita coba petakan beberapa potensi masalah dalam transformasi OB ke BP Kawasan.

1. Aset. Dalam PP No. 46/2007 pasal 3 ayat 1, dibunyikan "semua aset Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam dialihkan menjadi aset Badan Pengusahaan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, kecuali aset yang telah diserahkan kepada Pemerintah Kota Batam, sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan."

Tapi pasal itu tidak menjelaskan bagaimana proses peralihannya. Sebab, aset OB adalah aset milik pemerintah pusat yang tentu saja proses peralihannya harus mengacu pada undang-undang. Apalagi status BP Kawasan sampai saat ini belum jelas, apakah institusi daerah atau pusat.

Kalau mengacu pada UU FTZ, BP Kawasan adalah institusi daerah karena pimpinannya ditetapkan berdasarkan SK Ketua Dewan Kawasan, bukan lagi SK Presiden seperti halnya penetapan Ketua OB. Jadi, harus didudukkan dulu nih, BP Kawasan itu selevel BUMD, dinas teknis, atau apa?

Kalau BP Kawasan itu adalah institusi daerah, apakah masih layak Kepala BP Kawasan menggunakan mobil plat merah dan menggunakan standard eselonisasi. Begitu juga dengan jajaran pimpinannya. Sekali lagi, masalah ini juga tidak jelas penyelesaiannya.

2. Pegawai. Dalam PP No. 46/2007 pasal 3 ayat 2, dibunyikan: "Pegawai pada Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam dialihkan menjadi pegawai pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam."

Sekali lagi, pasal itu tidak menjelaskan secara rinci proses pengalihan pegawai OB menjadi pegawai BP Kawasan. Bahkan peraturan Menteri PAN sebagai turunan dari PP itu juga belum keluar sampai akhir jabatan si Taufik Effendy, sang Menneg PAN.

Untuk masalah ini sangat rumit karena semua pegawai OB adalah PNS yang nyantol di departemen di Jakarta, ada yang di Depag, Deptan, dll. Bagaimana ribuan pegawai itu mau beralih sementara status BP Kawasan sendiri belum jelas mau jadi apa dan setingkat apa.

Jika melihat hirarki organisasi dalam UU 44, maka BP Kawasan berada di bawah koordinasi DK FTZ. Sebab SK Kepala BP diterbitkan oleh Ketua DK. Nah, karena DK merupakan institusi daerah maka BP Kawasan pasti institusi daerah juga, karena berada dalam satu garis komando.

So, menurut hemat kami, BP Kawasan itu adalah institusi daerah yang mestinya ditanggung anggaran operasionalnya oleh DK a.k.a Gubernur Kepulauan Riau melalui APBD Kepri. Untuk masalah ini, juga tidak jelas. Karena BP Kawasan tetap mendapatkan anggaran dari APBN.

Tidak jelas, apakah nomenklatur OB dalam APBN telah diubah menjadi BP Kawasan, kalo memang benar, maka BP Karimun dan Bintan mestinya bisa mendapatkan fasilitas serupa.

3. Esolonisasi. Nah ini masalah yang paling krusial yang menjadi mimpi buruk para pimpinan setingkat Kepala, Deputi, dan Direktur di BP Kawasan. Anda bayangkan, apa jadinya para bos-bos tingkat tinggi ini jika peralihan terjadi. Mau ditempatkan dimana mereka? dan ikut standar gaji siapa?

Saat ini, mereka masih menikmati fasilitas gaji dan tunjangan Otorita Batam walaupun nama lembaga dan logo sudah berganti menjadi BP Kawasan. Mereka adalah pejabat eselon yang selevel dengan Sekretaris Daerah Provinsi Kepri. Tidak bisa saya gambarkan bagaimana nanti mereka bisa jadi pegawai rendah setingkat dibawah Dinas Teknis jika proses peralihan berlangsung.

Konon, berlarut-larutnya proses peralihan ini karena belum ditemui titik temu bagaimana menempatkan para pejabat tinggi OB dalam struktur BP Kawasan. Apakah mungkin, BP yang merupakan lembaga daerah tapi pimpinannya digaji dengan standar eselon pejabat pusat? Wah..wah..bisa-bisa Kepala BP Karimun dan Bintan akan demonstrasi ke Dewan Kawasan menuntut hal serupa.

Kesimpulan yang bisa kita ambil dari tiga poin diatas adalah ketidak jelasan. Jika institusinya tidak jelas, bagaimana kebijakan yang dihasilkan bisa memberikan pencerahan bagi pembangunan pulau ini ke depan.

Coba saja lihat, apa yang sudah dibuat lembaga ini sejak disahkan jadi BP Kawasan? Membangun gedung Pusat Teknologi Informasi. Apa relevansinya FTZ Batam dengan penguatan bidang TI? Maaf ini akan kita bahas tersendiri, karena banyak sekali masalah dan pemborosan dalam pembangunan fasilitas ini.

Ditengah kesimpang siuran, muncul wacana membayarkan pesangon ribuan pegawai OB dan kemudian merekrut kembali untuk masuk dalam strutktur organisasi BP Kawasan. Apakah nanti ada penurunan gaji, atau tetap seperti sedia kala? Rasanya saya perlu melakukan investigasi lebih lanjut.

Yang pasti, nasib OB a.k.a BP Kawasan berada dipersimpangan jalan atau bahkan dibibir jurang. Memang sih, kita tidak berharap yang terburuk. Bagaimanapun juga, kita berharap Mustofa Widjaja bisa menjadi pemimpin sejati yang mampu membawa gerbong perubahan yang membahagiakan semua pihak.

1 comment:

  1. Pak, saya tertarik dengan statement bapak tentang "relevansi FTZ Batam dengan penguatan IT nya ?"

    jika saya perhatikan menurut UU OB sudah berubah statusnya khan pak ? 2008 bukan ? nah pembangunan ICT disana dimulai thun berapa pak ? pastinya ada studi terlebih dahulu sebelum merencanakan pembangunan ICT tersebut. mungkin saja dengan kominfo.

    pertanyaan saya terlepas dari penting atau tidaknya IT disana adalah dengan status hukum yang sudah berubah tetapi kok proyek yang saya yakin besar jumlahnya itu (atau mungkin saja itu pinjaman dari negara lain) masih bisa dilaksanakan yach ? apakah ini project multi years ?

    sekian dulu pak

    "invinsible man"

    ReplyDelete