Thursday, October 22, 2009

15 Pelsus di Batam terancam ditutup

Sebanyak 15 pelabuhan / terminal khusus yang beroperasi di Kota Batam terancam mengalami penutupan operasional karena hingga kini pihak pengelola belum mengajukan perizinan ke Kantor Pelabuhan.

Rocky Achmad, Kepala Kantor Pelabuhan Batam, mengungkapkan belum semua pengelola pelabuhan / terminal khusus (pelsus) mengajukan permohonan perizinan.

“Masih ada 15 pelabuhan lagi yang belum mengajukan perizinan,” ujarnya, kemarin.

Meskipun tidak memerinci perusahaan pemilik pelsus tersebut, namun dia mengatakan mereka akan mengalami penutupan operasional karena tenggat waktu yang diberikan oleh Dephub tinggal dua hari lagi.

Pada Agustus 2009 lalu, Sunaryo, Dirjend Perhubungan Laut, menegaskan kepada para pengelola pelsus di kota itu untuk segera mengurus perizinan karena batas waktu kebijakan sunset policy berakhir hingga 22 Oktober 2009.

Kebijakan itu sendiri dikeluarkan khusus untuk Provinisi Kepri karena banyaknya pelsus yang sudah beroperasi meskipun belum mengantongi izin, khususnya di kawasan industri galangan kapal Tanjung Uncang.

Sunaryo mengancam jika sampai dengan tanggal itu masih ada pengelola pelsus yang belum mengajukan perizinan maka pelabuhannya akan ditutup.

Per September 2009, Hubla mencatat ada 37 pelsus di daerah itu belum mengantongi izin dimana hampir seluruhnya digunakan untuk penunjang industri galangan kapal dan pendukung perminyakan.

Al. pelsus milik PT Tirta Artamina, PT Sumatera Timur Indonesia, PT Hasibel Nusantara, PT Daily Express, PT Batamindo Executive, PT Batamec / Batamans Jala Nusantara, PT Batam Expressindo Ship dan PT Bandar Abadi, PT Batam Mitra Sejahtera.

Kemudian pelsus milik PT Sintai Industrial Shipyard, PT Basindo Utama Karya, PT Batam Bahari Katulistiwa, PT Balcon Teknindo, PT Cahaya Nusantara Gemilang, PT Dharma Samudra Fishing dan PT Palindo Marine, PT. CitraShipyard dan PT Karyasindo Samudra Biru,

Berikutnya pelsus milik PT Latoka Eka Prasetya, PT Natwell Shipyard, PT Kacaba Narindo Laksana, PT Karya Pribumas, PT Batam Slop & Slop Sludge, PT Bintang Develatama dan PT Cahaya Fortuna Bahari, PT Sinbat Precast dan PT Pacific Atlantic

Lalu pelsus milik PT Jasindo Utama Raya dan PT Mustika Mas Sejati, PT Shopidak Industries, PT Batam Traiding, PT Skip Hilir Shipyard, PT TJK Power, PT Jagad Energy, PT Karya Tekhnik Utama, PT S & B Investama dan PT Bandar Abadi Shipyard.

Siap eksekusi
Rocky Achmad mengatakan Kanpel Batam saat ini sudah mempersiapkan diri untuk melaksanakan instruksi penutupan dari Departemen Perhubungan.

“Kami siap melaksanakan perintah penutupan karena yang melaksanakan kebijakan itu Dephub dan kami sebagai pelaksananya,” tegas Rocky.

Menurutnya, eksekusi penutupan itu merupakan bagian dari upaya penertiban pelsus yang telah dicanangkan oleh Ditjend Hubla di daerah itu sepanjang tahun ini.

Pelsus yang sudah ditutup, katanya, tidak diperkenankan lagi untuk melakukan aktivitasnya hingga pemilik atau pihak pengelolanya mengatongi izin.

“Tapi itu sulit karena mereka tidak akan mendapat kemudahan lagi oleh sunset policy, begitu juga untuk pelsus yang baru,” imbuhnya.

Artinya, mereka tidak boleh beroperasi terlebih dahulu sebelum izinnya keluar, berbeda dengan adanya sunset policy dimana mereka diperkenankan untuk tetap mengoperasikan pelsusnya sambil mengajukan perizinan.

Karena itu dia meminta kepada para pengelola yang belum mengajukan izin untuk segera melakukannya sehingga tidak mengalami penutupan operasional.

Kanpel sendiri, katanya, sejauh ini sudah melakukan sosialisasi dan upaya persuasi yang maksimal kepada para pengelola pelsus yang belum mengantongi izin.

Upaya sosialisasi dan persuasi itu a.l dilakukan dengan membuat pemberitahuan di media-media lokal dan menggelar berbagai pertemuuan dengan para pengelola pelsus.

Apalagi kebijakan sunset policy dari Ditjend Hubla sudah berjalan selama hampir tiga bulan sehingga menurutnya tidak ada lagi alasan bagi pengelola pelsus untuk tidak mengurus izin.

No comments:

Post a Comment