Friday, September 26, 2008

Lebaran hanya sebatas Minuman Kaleng..

Setelah beberapa kali menikmati suasana Ramadhan dan Lebaran di Pulau Batam tercinta ini, akhirnya saya bisa memetik satu kebiasaan yang tidak pernah berubah, yaitu Minuman Kaleng..
Tadi pagi, sehabis mengantar istri ke kantornya di bilangan Batam Centre, tepat di depan mobil saya, melintas sebuah mobil minibus sarat dengan minuman kaleng Rasa Cincau merek Yeos..Mobil terlihat berat ke belakang [karena kelebihan beban kali ya..]

Sehari sebelumnya, disebuah parkir mobil, saya melihat sebuah mobil pick up tertutup terpal dan coba tebak..didalamnya puluhan kes minuman kaleng beraneka rasa..siap didistribusikan kepada beberapa orang yang memang datang menghampiri mobil itu.

Lebaran memang tidak bisa dilepaskan dari minuman kaleng..jadi layak bila kita sebut Lebaran sebatas Minuman Kaleng..Rasanya kok kurang afdol bila tidak mengirim minuman kaleng kepada handai taulan atau kerabat, tak peduli apakah minuman itu enak diminum atau tidak..yang penting, bisa membawa pulang satu kes dua kes minuman rasa soya atau cincau, sudah hebat lah tu..

Pernah, tahun lalu, saya melihat sebuah truk berisi penuh muatan minuman kaleng ini parkir di sebuah instansi pemerintah, dan beberapa petugas tampak menurunkan muatan ke dalam gedung..Kira-kira untuk siapa minuman itu..

Tapi yah, namanya juga kebiasaan, terus menerus akhirnya jadi tradisi. Bila sudah dekat nak habis puasa, maka sibuklah importir minuman kaleng itu kebanjiran order..Ada order yang dibayar, ada juga order yang gratis, tergantung siapa yang mengorder..
Kalo sekelas pejabat tinggi atau petinggi militer, pasti tidak perlu diorder, karena tawaran datang sendiri..

Hehehe..sungguh unik..
Dan ketika saya hendak masuk ke pelataran parkir kantor, sebuah motor bermuatan kurang lebih enam kes minuman kaleng terlihat ngebut memotong jalan..kayaknya dia terburu-buru mengantarkan pesanan dari seseorang..

BPK Batam dibentuk lebih cepat..

Berdasarkan surat keputusan bernomor: KPTS/6/DK/IX/2008, akhirnya Ketua Dewan Kawasan FTZ BBK mengesahkan pembentukan Badan Pengusahaan Kawasan (BPK) Batam. Pengesahan ini tiga bulan lebih cepat dari jadwal yang ditetapkan 31 Desember 2008.

Surat keputusan itu menetapkan Ketua Otorita Batam Mustofa Widjaya sebagai Kepala BPK Batam. Adapun posisi Wakil Kepala dipercayakan kepada Deputy Operasi OB Manan Sasmita. Selanjutnya, Deputy Pengawasan dan Pengendalian OB Asroni Harahap ditunjuk sebagai Anggota BPK bidang Pelayanan dan Promosi, Anggota Bidang Sarana dan Prasarana diisi oleh Wayan Subawa yang saat ini menjabat sebagai Direktur Pembangunan OB. Kemudian Deputy Administrasi dan Perencanaan OB Mochammad Prijanto mengisi posisi Anggota Bidang Promosi dan Program BPK Batam. Sedangkan pengembangan struktur teknis BPK Batam selanjutnya akan dilakukan oleh Ketua BPK atas persetujuan DK FTZ BBK.

Kerja cepat DK ini patut diapresiasi karena BPK Batam disahkan lebih cepat dari tenggat waktu 31 Desember 2008, ini artinya, DK ingin menunjukkan komitmen kepada pusat dan juga publik di Batam untuk mempercepat implementasi FTZ di kawasan ini.

Dan yang pasti penetapan para personil dalam BPK itu mementahkan berbagai spekulasi yang sempat beredar di kalangan internal OB terkait gerilya sejumlah pejabat untuk mengisi posisi tertentu dalam BPK.

Yang paling dominan mengenai posisi Wakil Kepala BPK Batam. Santer terdengar, posisi itu akan diisi oleh perwakilan dari Pemkot Batam. Ada dua pejabat yaitu Asyari Abbas dan Syamsul Bahrum, tapi ternyata DK lebih prefer memilih Manan Sasmita.
Saya melihat pertimbangannya, Manan Sasmita pernah menjadi Walikota Batam selama beberapa bulan sehingga bisa mewakili kepentingan Pemkot Batam terutama dalam hal konsep Otonomi Daerah dalam wilayah FTZ.

Dan dengan diakomodirnya semua pejabat OB dalam kepengurusan BPK, maka proses peralihan OB menjadi badan pengusahaan bisa berjalan lebih smooth dan lancar tanpa ada gejolak [kita harapkan tidak ada gejolak]. Persis sama dengan isi surat yang disampaikan DK kepada Menko Perekonomian beberapa waktu lalu.

So, selamat kepada DK, selamat bekerja buat BPK Batam..
Hayoo..mari berbenah demi batam yang lebih baik...
[asal jangan ada intrik dan skenario terselubung lagi ya..]

Thursday, September 25, 2008

Sudah Saatnya Pejabat Memble diganti..!!!

Artikel ini masih saya kutip dari batam pos..isinya bagus juga..
Mari kita dukung DPRD BAtam untuk menekan Walikota agar mengganti pejabat yang memble dan bermental tempe..

Ketua Komisi I DPRD Batam Ruslan Kasbulatov mengatakan, sudah cukup Wali Kota mengevaluasi para kadisnya. Wali Kota sudah saatnya bertindak, mengganti para kadis dan kepala badan yang tak cakap bekerja dengan mereka yang lebih mampu.Para kadis itu, katanya, tak seharusnya minta didukung dulu baru bisa kerja. ”Mereka yang seperti ini diganti saja. Bukti di lapangan sudah jelas. Banyak proyek tak jalan dan banyak kadis kurang inovatif. Mereka layak diganti,” kata Ruslan.
Ruslan menilai, dinas-dinas yang membutuhkan terobosan. Terutama yang terkait proyek, lanjut Ruslan, butuh orang-orang baru. ”Saya perkirakan, habis Lebaran nanti akan ada lagi pergantian kadis,” katanya.
Senada dengan Ruslan, Wakil Ketua Komisi III DPRD Batam M Zilzal mengatakan, ada sekitar sepuluh kadis di Pemko Batam yang harus diganti agar kinerja pemerintahan Dahlan-Ria membaik. ”Dua tahun terakhir ini terlihat lemahnya kinerja Pemko. Banyak proyek tak jalan dan tak pernah ada inovasi-inovasi,” tukasnya.
Pergantian pejabat, kata Zilzal, adalah ranahnya Wali Kota. Sehingga ia enggan menyebut pejabat mana saja yang harus diganti, terutama pejabat yang dari tahun ke tahun, kerjanya itu-itu saja. ”Yang jelas, yang harus diganti itu pejabat yang tak punya inovasi, dari sisi pelaksanaan program tak jalan, dan tak memiliki majerial yang bagus di SKPD-nya. Kalau dihitung sekitar sepuluh kadis layak diganti,” tukasnya.
Soal desakan agar Wali Kota mengganti kadisnya, Dahlan mengatakan, belum berniat melakukan reshuffle.
Hanya saja, katanya, ia terus melakukan evaluasi per tiga bulan. Adakah kadis yang dapat nilai merah? ”Ini bukan sekolah, tak pakai rapor merah segala. Yang jelas, ada yang greatnya tinggi ada juga yang rendah. Tapi, bukan berarti akan ada pergantian kadis. Kita masih terus evaluasi,” katanya.

Pejabat Pemkot Batam, Memalukan..!!

Dear blogger,
coba baca artikel yang saya kutip dari Batam Pos tadi, sungguh memalukan ya..Bisa anda bayangkan bagaimana jadinya kota ini bila dikelola oleh pejabat kacangan yang mau dapat gaji dan tunjangan gede, tapi memble dalam bekerja.

Untung Kota Batam ini dah kadung dibesarkan oleh Otorita Batam, sehingga ketika Pemkot Batam hadir, ya walikota hingga pejabat teknisnya ga perlu capek-capek kerja. Memikirkan konsep pembangunan berkelanjutan apalagi sampai mensejahterakan masyarakat.

Yang bisa mereka lakukan, ya menguras anggaran untuk kesejahteraan pegawai, atau menghambur-hamburkan uang untuk membantu organisasi sosial dalam rangka tebar pesona dan menjilat.

Coba anda lihat, apa yang sudah mereka lakukan untuk membangun sarana infrastruktur?? Jalan berlubang lebih banyak ditangani oleh Otorita Batam. Sementara pemkot beralasan, tidak ada anggaran. Edan gak tuh, jadi ngapain aja Dinas Pekerjaan Umum tiap tahun nyusun anggaran tapi tidak mencantumkan anggaran perawatan jalan???

Entahlah, capek juga kalo sudah ngomongin kualitas kerja pemkot ini..
Tolonglah pak Wali, cobalah berubah sedikit, cari donk pejabat yang mau kerja, jangan mau uang saja. Ingat, ini uang rakyat yang harus dipertanggungjawabkan tidak saja di dunia, tapi juga diakhirat..

Pesan saya buat OB, tolong uang bagi hasil Rp20 miliar dalam pengelolaan bandara dan pelabuhan tidak dibagikan dulu ke Pemkot, lebih baik disimpen aja dulu, toh uang itu nanti digunakan tidak benar oleh mereka, ga jelas penggunaannya..

Maaf bila posting ini terlalu keras..tiada maksud apapun selain ingin agar kota ini berubah dan berbenah..dan yang lebih penting, aparatur pemerintahan kota juga berubah dan menjadi lebih berkualitas dalam berpikir dan bertindak..
Masak tiap tahun ga berubah sih..malu donk ma umur..!!!

Inilah Bukti Kualitas Pejabat Pemkot Batam..Mental Tempe Semua!!

Entah apanya yang salah. Gaya kepemimpinan Wali Kota Ahmad Dahlan yang terlalu kaku, atau para kepala dinasnya yang terlalu manja. Hingga para pejabat itu merasa kurang suntikan dukungan untuk bekerja.
Banyak proyek tak jalan atau terlambat dikerjakan karena kepala dinasnya merasa kurang didukung Wali Kota. Akibatnya, masyarakat juga yang merasakan. Banyak proyek tak bisa dinikmati tepat waktu. Pemasangan 5.500 penerangan jalan umum (PJU) misalnya, dijanjikan selesai akhir tahun ternyata diperkirakan baru menderang-benderangkan Batam tahun 2009, nanti.
Pemicunya, adalah kasus ditahannya seorang kepala bidang di Dinas Pekerjaan Umum karena menyimpang dalam menangani proyek drainase. Sahdan, Wali Kota tak betul-betul memberi dukungan penuh terhadap anak buahnya itu. Rusdi Ruslan, sang pejabat tak pernah dijenguk Wali Kota.
Sejumlah kadis yang terutama berkaitan dengan proyek fisik menumpahkan uneg-unegnya itu, saat ditanya anggota Panggar, terkait banyaknya proyek yang jalan di tempat.
”Ada yang ngomong langsung kalau kurang dukungan dari Wali Kota, ada yang hanya bisik-bisik di belakang. Terutama kadis yang berkaitan dengan pembangunan,’’ kata anggota Panggar DPRD Batam Ruslan Kasbulatov.
Namun, Wali Kota menampik jika disebut kurang memberi dukungan. Dalam rapat-rapat koordinasi internal, katanya, ia memberi dukungan sepenuh hati terhadap anak buah-anak buahnya itu. ”Saya katakan, kalau menemui kendala kita cari jalan keluarnya bersama. Kalau segan mau koordinasi dengan pejabat eselon II lainnya, di forum itu kepada saya mereka ini bisa ngomong langsung,’’ katanya.
Dalam apel pagi dan pertemuan-pertemuan, kata Dahlan, ia terus memberi semangat untuk bekerja sebaik-baiknya. ”Saya mendukung penuh. Kalau sudah bekerja dengan baik, saya akan jadi jaminan kalau ada apa-apa,’’ tukasnya.
Kata-kata harus bekerja dengan baik inilah yang menurut sumber Batam Pos dianggap para kadis itu kurang memberi dukungan. ”Para kadis itu takut, kalau ada salah langsung diperiksa aparat. Mereka maunya, Wali Kota bisa melobi Muspida seperti kejaksaan agar tak terjadi lagi kasus seperti Rusdi,’’ katanya.
Tapi, menurut Wali Kota bukan dukungan moral yang kurang. Melainkan persoalan-persoalan teknis seperti kekurangan personil di bidang teknis. Seperti kekurangan tenaga-tenaga ahli di bidang proyek, hukum dan lainnya. Hal seperti ini, tak bisa langsung dipenuhi karena pegawai Pemko Batam juga terbatas.
”Kalau dulu kan personil di bidang teknis didrop dari pusat. Sekarang, di masa otonomi seperti ini sudah berkurang. Dinas yang tak menangani fisik, sekarang menangani pembangunan fisik. Makanya, kita saat ini butuh tenaga-tenaga seperti itu,’’ ujarnya.
Di era reformasi ini, tukasnya, banyak pejabat di daerah lain yang tersangkut hukum. Pengalaman ini, sedikit banyak mempengaruhi mental para pejabat Batam. ”Kita harus akui banyak teman-teman yang berhati-hati. Namun, asal berjalan dengan benar, saya jamin,’’ katanya.
Didukung atau kurang didukung Wali Kota, bukanlah soal. Karena pejabat harus tetap bekerja sesuai tugasnya. Mereka tak boleh manja minta dukungan segala macam. Kalau tidak, seperti kata Sekdako Batam Agussahiman, mereka yang takut bekerja, berhenti saja jadi pejabat. ”Kalau takut, berhenti saja jadi pejabat,’’ kata Agus.
Kepala Bapedalda Batam Dendi N Purnomo tersenyum saat ditanya, apakah ia termasuk pejabat yang mengadu kurang didukung Wali Kota atau tidak. ”Kalau itu saya tak komentar, itu politis. Saya baca di koran, pak Aris yang bilang itu ya. Yang lain saja yang ditanya,’’ katanya

Monday, September 22, 2008

90 PMA baru abaikan aturan ketenagakerjaan

Mayoritas penanaman modal asing (PMA) yang masuk ke Batam pada 2007 hingga semester I/2008 diketahui tidak mencantumkan pemakaian tenaga kerja asing dalam izin investasinya.

Berdasarkan data dari Pusat Pengolahan Data dan Sistem Informasi Otorita Batam, selama 2007 terdapat 83 aplikasi investasi PMA baru yang masuk ke Batam.Selain itu, berdasarkan rekapitulasi surat persetujuan penanaman modal dari Badan Koordinasi Penanaman Modal semester I/2008, tercatat ada 7 PMA baru dan 15 PMA yang mengalami perubahan status atau perubahan penyertaan.

Dari kedua sumber data itu, hampir seluruh perusahaan asing tidak mencantumkan pemakaian tenaga kerja asing (TKA) meskipun tenaga kerja lokal yang diserap tercatat sebanyak 11.287 orang. Berbeda dengan data yang dimiliki oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) yang menyebutkan jumlah TKA di Kota Batam tercatat lebih dari 3.347 orang.

Pemakaian TKA hanya tercatat di empat perusahaan meski dan cuma mencantumkan 4 orang TKA sedangkan 90 PMA lainnya bahkan tidak mencantumkan sama sekali.Keempat perusahaan itu adalah PT APMS Indonesia (1), PT Flexi Scan (1), PT Vista Trisada Nusantara (1) dan PT Vista Maritim Indonesia (1).

"Jumlah TKA di perusahaan asing itu tidak begitu saja sesuai kenyataannya karena data tersebut masih perkiraan dari isian aplikasi permohonan izin investasi," ujar Kabiro Humas Otorita Batam Dwi berkilah data perusahaan asing yang dimiliki Otorita Batam berdasarkan data yang dikeluarkan oleh BKPM Perwakilan Batam di Pusat Pelayanan Perizinan Satu Atap.

Adapun data mengenai jumlah TKA yang bekerja di perusahaan-perusahaan tersebut dimiliki oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam.Meskipun Joko menyatakan bahwa data tersebut masih berupaya perkiraan, tetapi berdasarkan pengamatan Bisnis, sejumlah PMA besar yang telah beroperasi bahkan merekrut hingga puluhan TKA.

PT Epcos Indonesia misalnya, perusahaan manufaktur yang memiliki investasi sebesar US$11 juta itu mempekerjakan setidaknya 30 orang TKA berasal dari Singapura, Malaysia, China, dan India.Koordinator Pusat Pelayanan Satu Atap Kota Batam hingga kini tidak bersedia memberi keterangan resmi terkait dengan keharusan pengisian jumlah pemakaian TKA dalam aplikasi permohonan investasi.

Sementara itu, Kepala BPS Batam Mawardi Arsyad mengungkapkan hingga akhir 2007 TKA yang bekerja di Kota Batam tercatat sebanyak 3.347 orang. Seluruh TKA itu diserap pada sembilan sektor ekonomi yang ada di Batam antara lain pertanian, pertambangan,industri, listrik, gas & air, bangunan, perdagangan & hotel, pengangkutan & komunikasi, keuangan dan jasa.

'Gerilya' Pejabat berebut posisi di BPK Batam [2]


Kita tinggalkan dulu perebutan kursi Wakil Kepala BPK Batam oleh para pejabat pulau ini. Mari kita alihkan perhatian kepada para petinggi di Jakarta yang berminat mengisi posisi Deputi BPK Batam nantinya.

Konon, setelah Benyamin Balukh yang bintang dua di TNI AL meninggalkan posisi Deputi OB pada dua tahun lalu, rupanya, petinggi TNI dan Polri masih berminat menempatkan wakilnya dalam struktur BPK Batam.

Pertimbangannya, untuk menegakkan wibawa BPK, paling tidak ada pejabat militer aktif yang dikaryakan di BPK sehingga memberikan kesan tegas bagi lembaga tersebut. Hmmmm...menarik sekali bukan..!!

Tapi persoalannya, siapa diantara empat angkatan dan Polri itu yang layak maju menjadi wakil militer dalam BPK? Apakah dari AU, AL, AD, atau Polri? Dan bagaimana nanti koordinasinya dengan Dewan Kawasan yang sebenarnya sudah mengakomodir keempat angkatan itu sebagai anggota di dalamnya??

Jin yang saya tugaskan untuk menerawangi kejadian masa depan belum sanggup menembus tirai kabut sutra ungu yang menyelimuti tabir BPK Batam.
Yang pasti ini sangat menarik untuk diikuti..Publik tentu perlu tahu, siapa kira-kira personil dari kalangan militer yang akan menempati posisi Deputi BPK Batam. Tentu saja, siapa juga tiga Deputi lainnya dari kalangan sipil.

Mari kita berhitung. Dari empat kursi Deputi yang diusulkan, Deputi 1 akan diisi oleh Mr X dari OB, Deputi 2 oleh Mr X dari OB, Deputi 3 oleh Mr X dari OB, dan Deputi 4 oleh Mr X dari TNI/Polri.
Untuk tiga posisi deputi dari OB, satu kursi mungkin masih milik Mr. Prj, deputi saat ini. Satu kursi milik Mr. MS sepertinya akan diganti karena yang bersangkutan sudah sakit-sakitan. Satu kursi milik Mr. AH juga akan berganti karena berseberangan dengan Ketua DK.

Lalu, siapa yang akan menggantikan dua deputi yang lengser tadi?? OB sepertinya punya banyak stok pegawai yang bisa dipromosikan naik jadi eselon dua. Atau kalo DK mau aman, kemungkinan akan diisi oleh 'orang dekat' yang bisa saja berasal dari dalam OB atau dari Pemprov Kepri.
Tapi semua harus difilter dulu oleh DK, karena siapapun yang duduk di BPK Batam nantinya --mulai dari Kepala, Wakil Kepala, dan Deputi--adalah orang-orang yang memang harus taat dan tunduk dengan Ketua DK.

Berani melawan, siap-siap ditendang..!!!

'Gerilya' Pejabat berebut posisi di BPK Batam [1]

Dear blogger..
Diam-diam, ternyata proses pembahasan siapa saja yang akan duduk dalam Badan Pengusahaan Kawasan (BPK) Batam terus berlangsung, tidak saja oleh para pejabat internal Otorita Batam, tapi juga pejabat dari luar Batam dan Kepri.

Posisi yang diperebutkan kini tak lain adalah kursi Wakil Kepala dan Deputi BPK yang konon formasinya masih dalam perdebatan.

Hasil penerawangan saya tadi malam (dibantu informasi dari 'orang dalam') mengungkapkan, tim percepatan FTZ Otorita Batam telah mengusulkan formula struktur organisasi BPK sama dengan struktur OB saat ini, yaitu Ketua, 3 Deputi, dan Direktur. Usulan itu--katanya--sudah disetujui oleh Menteri Perekonomian.

Padahal, dalam UU FTZ No. 36/2000 jo UU No. 44/2007, disebutkan struktur BPK adalah Kepala, Wakil Kepala, dan Anggota. Pada Bab III Pasal 7 ayat 1 berbunyi : Dewan Kawasan membentuk Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Badan Pengusahaan.

Ayat 2: Kepala dan Anggota Badan Pengusahaan ditetapkan oleh Dewan Kawasan.
Ayat 3: Masa kerja Kepala dan Anggota Badan Pengusahaan selama lima tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan.
Ayat 4: Badan Pengusahaan bertanggung jawab kepada Dewan Kawasan.
Ayat 5: Ketentuan mengenai struktur organisasi, tugas, dan wewenang Kepala, Wakil Kepala, dan Anggota Badan Pengusahaan, diatur lebih lanjut dengan Keputusan Ketua Dewan Kawasan.

Dari lima ayat dalam pasal 7 itu, jelas sekali dijelaskan bahwa struktur Badan Pengusahaan terdiri dari Kepala, Wakil, dan Anggota. Ini artinya, bila nantinya Otorita Batam berganti baju menjadi Badan Pengusahaan, maka struktur organisasi OB saat ini yang terdiri dari Ketua dan Deputi, maka nanti akan berganti menyesuaikan undang-undang.

Dan bila ternyata, Menko menyetujui usulan OB soal struktur BPK, maka itu sama saja melanggar undang-undang. Tapi, semua tergantung Ketua DK, bila DK merasa 'nyaman' dengan struktur OB saat ini maka bukan tidak mungkin akan disahkan.

Nah, bila struktur BPK sama seperti struktur OB, maka calon pejabat yang bakal duduk di posisi Wakil Kepala BPK tentu akan bergeser. Seperti yang sempat ramai dibincangkan, kalo bukan Syamsul Bahrum atau Asyari Abbas yang akan mewakili Pemkot Batam di kepengurusan BPK Batam. Berarti, satu dari dua pejabat itu akan mengisi posisi Deputi BPK Batam.
Sisa tiga kursi deputi lainnya akan diperebutkan oleh pejabat deputi incumbent OB saat ini.

Apakah pejabat Pemkot Batam rela duduk sebagai deputi? Saya merasa kok mereka ga rela, soalnya posisi deputi kurang ekslusif dibandingkan Wakil Kepala BPK. So, asumsi ini sepertinya masih perlu perdebatan lagi.

Benar!! informasi itu masih terlalu dini, mengingat ada lagi seorang pejabat Provinsi Kepulauan Riau yang saat ini getol memperjuangkan FTZ dengan harapan diakomodir dalam kepengurusan BPK nantinya.

Hasil penerawangan dan bocoran dari dalam menyebut nama Jon Arizal, Kadisperindag Kepri saat ini. Dia berminat untuk duduk sebagai Wakil Kepala BPK mendampingi Mustofa Widjaja sebagai Kepala.
Lhaaaa, berarti struktur BPK kembali seperti UU donk??? Ya, itu bisa jadi, karena demi mengakomodasi keinginan JA duduk di posisi Wakil Kepala. Dan itu memungkinkan, apalagi Jon saat ini duduk sebagai Sekretaris DK alias second striker setelah Ismeth, sang Ketua DK.

Hmmm...berarti ada dua pejabat yang berminat untuk duduk di posisi Wakil Kepala, antara Syamsul Bahrum/Asyari Abbas atau Jon Arizal. Makin pusing nih Ketua DK memilih satu diantara tiga pejabat tersebut.

Friday, September 19, 2008

Apa Itu Badan Layanan Umum??

Salah satu agenda reformasi keuangan negara adalah adanya pergeseran dari pengganggaran tradisional menjadi pengganggaran berbasis kinerja. Dengan basis kinerja ini, arah penggunaan dana pemerintah tidak lagi berorientasi pada input, tetapi pada output. Perubahan ini penting dalam rangka proses pembelajaran untuk menggunakan sumber daya pemerintah yang makin terbatas, tetapi tetap dapat memenuhi kebutuhan dana yang makin tinggi.

Penganggaran yang berorientasi pada output merupakan praktik yang telah dianut luas oleh pemerintahan modern di berbagai negara. Pendekatan penganggaran yang demikian sangat diperlukan bagi satuan kerja instansi pemerintah yang memberikan pelayanan kepada publik. Salah satu alternatif untuk mendorong peningkatan pelayanan publik adalah dengan mewiraswastakan pemerintah. Mewiraswastakan pemerintah (enterprising the government) adalah paradigma yang memberi arah yang tepat bagi sektor keuangan publik. Ketentuan tentang penganggaran tersebut telah dituangkan dalam UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara.

Selanjutnya, UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja di lingkungan pemerintah. Dengan Pasal 68 dan Pasal 69 Undang-Undang tersebut, instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip-prinsip pokok yang tertuang dalam kedua undang-undang tersebut menjadi dasar penetapan instansi pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU). BLU ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.

Definisi
Instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
(Pasal 1 UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara

Kriteria BLU
1. Bukan kekayaan negara/daerah yang dipisahkan, sebagai satuan kerja instansi pemerintah;
2. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi;
3. Berperan sebagai agen dari menteri/pimpinan lembaga induknya:
- Kedua belah pihak menandatangani kontrak kinerja,
- Menteri/pimpinan lembaga bertanggungjawab atas kebijakan layanan yang hendak dihasilkan,
- BLU bertanggungjawab untuk menyajikan layanan yang diminta

Pengelolaan Keuangan BLU
Pengelolaan Keuangan BLU (PK BLU):
Pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Praktik bisnis yang sehat:Proses penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan.

Institusi yang dapat menerapkan PK BLU:
- Instansi yang langsung memberikan layanan kepada masyarakat (organic view);
- Memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif.

Mengapa BLU
Di lingkungan pemerintahan di Indonesia, terdapat banyak satuan kegiatan yang berpotensi untuk dikelola secara lebih efisien dan efektif melalui pola BLU. Ada yang mendapatkan imbalan dari masyarakat dalam proporsi yang signifikan terkait dengan pelayanan yang diberikan, dan ada pula yang bergantung sebagian besar pada dana APBN/APBD.

Satuan kerja yang memperoleh pendapatan dari layanannya dalam porsi signifikan, dapat diberikan keleluasaan dalam mengelola sumber daya untuk meningkatkan pelayanan yang diberikan.Peluang ini secara khusus disediakan bagi satuan kerja pemerintah yang melaksanakan tugas operasional pelayanan publik. Hal ini merupakan upaya peng-agenan aktivitas yang tidak harus dilakukan oleh lembaga birokrasi murni, tetapi oleh instansi pemerintah dengan pengelolaan ala bisnis, sehingga pemberian layanan kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif.

Mengapa kita memerlukan BLU?
- Dapat dilakukan peningkatan pelayanan instansi pemerintah kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
- Instansi pemerintah dapat memperoleh fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas dengan menerapkan praktik bisnis yang sehat;
- Dapat dilakukan pengamanan atas aset negara yang dikelola oleh instansi terkait.

Untuk Bisa Menjadi BLU
1. Persyaratan instansi pemerintah untuk menerapkan PK BLU:
Persyaratan SubstantifInstansi pemerintah yang menyelenggarakan layanan umum, berupa:
- Penyediaan barang dan/atau jasaPelayanan bidang kesehatan, penyelenggaraan pendidikan,
serta pelayanan jasa penelitian dan pengujian;
- Pengelolaan dana khususPengelola dana bergulir untuk usaha kecil dan menengah, pengelola
penerusan pinjaman, dan pengelola tabungan perumahan;
- Pengelolaan kawasan atau wilayah secara otonomOtorita dan Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu /Kapet.

2. Persyaratan Teknis
- Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan
pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh menteri/pimpinan
lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya;
- Kinerja keuangan satker yang bersangkutan sehat sebagaimana ditunjukkan dalam
dokumen usulan penetapan BLU.

3. Persyaratan Administratif
- Pernyataan Kesanggupan untuk Meningkatkan Kinerja
- Pola Tata Kelola
- Rencana Strategis Bisnis
- Laporan Keuangan Pokok
- Standar Pelayanan Minimal (SPM)
- Laporan Audit Terakhir atau Pernyataan Bersedia untuk Diaudit

Berdasarkan hasil penilaian atas persyaratan tersebut, Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota dapat menentukan apakah suatu unit dapat ditetapkan sebagai BLU dengan satus BLU Penuh atau Bertahap, ataupun ditolak.

Dokumen Persyaratan Administratif
Pernyataan Kesanggupan untuk Meningkatkan Kinerja
Pola Tata Kelola
Rencana Strategis Bisnis
Laporan Keuangan Pokok
Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Laporan Audit Terakhir atau Pernyataan Bersedia untuk Diaudit

Siapa, Apa, Dimana, Kapan, dan Mengapa BLU?
Siapa:
Satker pemerintah operasional yang melayani publik (seperti layanan kesehatan, pendidikan, pengelolaan kawasan, pengelolaan dana bergulir untuk usaha kecil dan menengah, lisensi, dll.) untuk membedakannya dari fungsi pemerintah sebagai regulator dan penentu kebijakan. Satker BLU (dapat berasal dari berbagai jenjang eselon atau non eselon) merupakan pengagenan (agentification) aktifitas (kegiatan) yang tidak harus dilakukan oleh lembaga birokrasi murni, tetapi diselenggarakan oleh instansi yang dikelola ala bisnis (bisnis like) sehingga pemberian layanan kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif.

Apa:
BLU adalah Satker yang menerima fleksibilitas pengelolaan keuangan sebagai format baru dalam pengelolaan APBN/APBD. BLU adalah wadah baru bagi pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Keberadaan BLU, harus diseleksi dengan tata kelola khusus, dimana menteri/pimpinan lembaga/satuan kerja dinas terkait membina aspek teknis BLU, sementara Menteri Keuangan/PPKD berfungsi sebagai pembina di bidang pengelolaan keuangan.

Dimana:
Kedudukan BLU adalah tetap berada dibawah kementerian negara/ lembaganya/ SKPD, dan tidak terpisah dari instansi induknya. Oleh karena itu seluruh pendapatan yang diperolehnya dari non APBN/APBD dilaporkan dan dikonsolidasikan dalam pertanggungjawaban APBN/APBD. Demikian pula dengan seluruh belanja BLUnya.

Kapan:
Satker BLU yang memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif diusulkan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD kepada Menteri Keuangan/ gubernur/ bupati/ walikota. Penetapan Menteri Keuangan/ gubernur/ bupati/ walikota satker diberikan berupa pemberian status secara penuh dan secara bertahap. Status BLU bertahap berlaku paling lama 3 tahun.Penerapan PK BLU berakhir apabila:
dicabut oleh Menteri Keuangan/gubernur/ bupati/ walikota sesuai kewenangannya.
dicabut oleh Menteri Keuangan/gubernur/ bupati/ walikota berdasarkan usul dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai kewenangannya.
berubah statusnya menjadi badan hukum dengan kekayaan yang dipisahkan.

Mengapa:
Untuk mempromosikan peningkatan layanan publik melalui fleksibilitas pengelolaan keuangan BLU, yang dikelola secara professional dengan menonjolkan produktifitas, efisiensi, dan efektifitas.BLU wajib menghitung harga pokok dari layanannya dengan kualitas dan kuantitas yang distandarkan oleh menteri teknis Pembina (melalui penetapan Standar Pelayanan Minimal dari BLU terkait)

Kuasa Pengguna Anggaran dan Bendahara Pengeluaran/Penerimaan pada Satker BLU
1. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada satker instansi pemerintah yang menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK BLU) harus dijabat oleh Pegawai Negeri, karena:
a. Pengelola penerimaan dan pengeluaran negara dalam DIPA BLU yang dilakukan oleh KPA
merupakan lingkup keuangan negara yang menjadi domain pemerintah, sehingga harus
dilaksanakan oleh Pegawai Negeri;
b. Pegawai non PNS yang diangkat sebagai tenaga profesional pada BLU (Pasal 33 PP No. 23
Tahun 2005) adalah dalam rangka mengelola bisnis BLU dan bukan mengelola DIPA BLU
karena pengangkatan tersebut lebih ditujukan untuk meningkatkan kinerja BLU sesuai
dengan kompetensi dan profesionalitasnya;
c. Pasal 35 UU No. 17 Tahun 2003 menyatakan bahwa "Setiap Pejabat Negara dan Pegawai
Negeri bukan Bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik
langsung atau tidak langsung yang merugikan keuangan Negara diwajibkan mengganti
kerugian dimaksud".

2. Bendahara Penerimaan/Pengeluaran sesuai dengan persyaratan pengangkatannya dijabat oleh PNS.

Masih Soal PP 63 [3]

Beberapa waktu lalu, seorang teman mengirimkan sms berisi: "lates news, Pengganti PP 63 on the way. Tinggal di Depkumdang untuk harmonisasi dg aturan lain.."
Terima kasih atas sms nya my friend, entah dari siapapun sms itu diforward, yang pasti saya agak heran, emang DK punya staf yang melototi pergerakan PP itu ya, mulai dari meja Menkeu sampai ke meja Menkumdang..hehehe..aya aya wae..

Bila memang pemerintah benar tengah mempersiapkan pengganti PP 63, maka itu sama saja makin menunjukkan kebodohan pemerintah dalam percepatan implementasi FTZ Batam, karena meladeni kebodohan orang di daerah [baca: DK].

Sekali lagi, bila dilihat dari sisi aturan hukum yang ada, antara PP 46/2007 soal FTZ Batam dengan PP 63/2003 soal pengenaan pajak untuk empat komoditi Batam, jelas sekali bertentangan, tapi keduanya sama sekali tidak saling mempengaruhi.

PP 46, mengatur soal kawasan perdagangan bebas, yang intinya memberikan kemudahan bagi pemodal atau investor yang masuk ke pulau ini.
Sedangkan PP 63, jelas sekali mengatur pajak dan bea masuk bagi barang-barang konsumsi [bukan barang modal] yang tidak bersentuhan dengan investor. Sekali lagi, SOAL BARANG KONSUMSI bagi konsumen di luar kawasan berikat alias masyarakat umum..

Karena dia dua hal yang berbeda, lantas kenapa selalu saja jadi fokus dari Dewan KAwasan??
Mengapa DK tidak berpikir yang lebih strategis dulu, seperti membenahi infrastruktur, birokrasi perizinan, hubungan antar instansi, kelancaran arus keluar masuk barang, dan kualitas buruh serta stabilitas harga.

Kalo semua itu bisa dibenahi maka itulah 'pemanis' atau insentif sebenarnya bagi investor yang masuk Batam, bukan PP 63. Investor dalam kawasan industri sudah mendapatkan semua kemudahan sebagai perusahaan dalam kawasan berikat.

Kini muncul pertanyaan, bila PP 63 benar-benar dicabut, apa yang bisa dilakukan oleh seorang Jon Arizal atau Ketua DK Ismeth Abdullah? Bisa gak mereka berdua membuat pola pengawasan yang tepat untuk menghalau aktifitas penyelundupan?
Saya yakin ga bisa, dan tidak akan pernah bisa. Bayangkan betapa panjang garis pantai wilayah Batam dan kepulauan yang ada..semua bisa jadi pintu masuk.
Bila tidak ada aturan yagn tegas mengatur maka Batam akan kembali menjadi surga penyelundupan, semua 'sampah' boleh masuk ke pulau ini. Kalo sudah demikian, apakah layak pulau ini menyandang gelar status FTZ??
Karena bukanya menarik bagi investor tapi justru bagi macan penyelundupan.

Marilah, kita kembali ke khittah. Masalah utama pulau ini bukan soal PP 63, tapi bagaimana kita menyelesaikan permasalahan yang ada di tingkat lokal seperti yg saya sebutkan di atas tadi. Fokus saja dulu di situ, nanti setelah semua lancar, barulah, PP 63 ditinjau ulang, dilihat sejauh mana dampak negatif dan positifnya. Kalo memang tidak berdampak apa-apa, ya biarkan saja dia tetap berlaku.

Pesan buat DK, cobalah serius bekerja. Pembentukan BPK Batam merupakan pertaruhan bagi DK untuk membuktikan kemampuannya mempercepat implementasi FTZ di pulau ini. Kalau gagal, maka anda tau konsekwensinya. Dan kalau bisa, no more one man show..
Walaupun FTZ BBK milik anda seorang, tapi jelas anda tidak bisa bekerja sendiri dan hanya dibantu orang sekelas kepala dinas.
Manfaatkanlah para pemikir dan pengusaha yang memang sudah ahli dibidangnya. Kalo masih juga ada kalkulasi politik dan kepentingan dalam FTZ BBK, maka kawasan ini tidak akan pernah maju berkembang. Ibarat tong kosong berbunyi nyaring. Nama BBK harum terdengar, tapi di dalamnya nothing..

Tuesday, September 16, 2008

Badan Layanan Umum (BLU) merupakan pengakuan dosa dari Pemerintah

Benarkah kebijakan pemerintah menerbitkan aturan soal Badan Layanan Umum (BLU) merupakan kebijakan salah kaprah dan keblinger?? Dimana saja letak kesalahan itu?? Ada baiknya anda baca tulisan dari blog tetangga berikut ini. Penulis aslinya bernama Wirawan Purwa Yuwana. Berikut opininya yang dikutip dari www.civitas-stan.com

Tulisan ini merupakan pengantar bagi para blogger, pemerhati blog BatamFTZPhobia sebelum kita memulai wacana pemilihan opsi BLU bagi Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas (BPK) Batam-Bintan-Karimun (BBK) .. Selamat menikmati..!!!

Pendahuluan

Reformasi keuangan negara telah membawa angin segar perubahan basis penganggaran dari penganggaran tradisional ke penganggaran berbasis kinerja. Penggunaan basis kinerja ini menunjukkan upaya pemerintah untuk memperjelas arah penggunaan dana. Penggunaan dana lebih diarahkan ke pembayaran terhadap apa yang dihasilkan (outputs). Jadi bukan lagi sekedar membiayai masukan (inputs) atau proses belaka.

Perubahan ini juga dipicu bahwa tingkat kebutuhan yang harus dipenuhi pemerintah semakin tinggi, sementara sumber dana yang tersedia terbatas. Katalisator yang lain adalah kenyataan bahwa pemerintah dituntut untuk mengurangi pembiayaan yang berasal dari hutang demi keadilan antar generasi. Dengan latar belakang tersebut, pemerintah menciptakan paradigma baru dalam keuangan sektor publik, yaitu mewiraswastakan pemerintah (enterprising government). Lagipula praktik ini telah berkembang di manca negara berupa upaya pengagenan (agencification) aktivitas yang harus dilakukan birokrat murni, tetapi dilakukan oleh instansi yang dikelola seperti bisnis (business like).

Upaya mewiraswastakan pemerintah tersebut dapat diketahui melalui pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) sesuai pasal 68 dan 69 Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.

Walaupun BLU dibentuk tidak untuk mencari keuntungan, akan tetapi letak enterprising-nya dapat dilihat pada pasal 69 ayat (6) bahwa pendapatan BLU dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja BLU yang bersangkutan. Pendapatan yang dimaksud itu dapat diperoleh dari hibah, sumbangan, atau sehubungan dengan jasa layanan yang diberikan.
Sebagaimana amanat pasal 69 Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara bahwa BLU akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah, pada tanggal 13 Juni 2005 pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum. Peraturan tersebut mengatur lebih rinci mengenai tujuan, asas, persyaratan, penetapan, pencabutan, standar layanan, tarif layanan, pengelolaan keuangan, dan tata kelola BLU.

Indulgensia

Max Weber menyatakan bahwa pemerintah memiliki dua tinjauan peranan penting. Pemerintah mempunyai fungsi sebagai regulator dan administrator jika ditinjau dari mechanic view. Jika ditinjau dari organic view pemerintah juga berfungsi sebagai public service agency dan investor yang harus dinamis. Idealnya kedua tinjauan itu dapat terlaksana secara simultan.
Namun rupanya untuk mencapai kondisi ideal tersebut di Indonesia bagaikan menegakkan benang basah.

Masyarakat sudah terlanjur memiliki persepsi bahwa pemerintah merupakan organisasi birokratis, tidak efisien, tidak efektif, dan lambat. Pada kenyataannya masyarakat memang sering dihadapkan pada birokrasi komplek pemerintah. Bahkan birokrasi komplek tersebut pada beberapa instansi telah melahirkan mata pencaharian baru, yaitu sebagai calo. Praktek percaloan ini tak jauh beda dengan praktek suap menyuap, kolusi, korupsi, dan extraordinary crime lainnya.

Dalam penjelasan PP 23 tahun 2005 dijelaskan bahwa pembentukan BLU diharapkan menjadi contoh konkrit penerapan manajemen keuangan berbasis kinerja sehingga mampu menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. Hal ini sebenarnya pemerintah secara tidak langsung mengakui adanya persepsi masyarakat tersebut. Dengan dibentuknya BLU, pemerintah mengakui tidak bisa menjalankan perannya sebagai mecanic view dan organic view secara simultan. Jadi PP 23 tahun 2005 tak ubahnya seperti surat indulgensia, surat pengakuan dosa, dari pemerintah kepada rakyatnya.Rencana Dosa

Rakyat mungkin akan memaafkan pengakuan dosa-dosa pemerintah itu. Namun apa jadinya jika BLU dimanfaatkan untuk merencanakan dosa-dosa lain yang justru menjadi legal karena keberadaan BLU yang diakui pemerintah. Pada kesempatan kali ini setidaknya penulis menemukan tiga rencana dosa dalam kaitan keberadaan BLU.

Pertama, pola pengelolaan kas BLU sebenarnya menghambat proses pembentukan Treasury Single Account sebagai mana diamanatkan UU Perbendaharaan Negara. Sesuai dengan pasal 16 PP 23 tahun 2005 BLU menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pengelolaan kas. Kegiatan itu antara lain: merencanakan penerimaan dan pengeluaran kas, melakukan pemungutan pendapatan atau tagihan, menyimpan kan dan mengelola rekening bank, melakukan pembayaran, mendapatkan sumber dana untuk menutp defisit jangka pendek, dan memanfaatkan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan. Aturan ini menjadi kelihatan tidak beres setelah dibandingkan dengan pasal 12 ayat (2) dan pasal 13 ayat (2) UU Perbendaharaan Negara. Ketentuan perbendaharaan negara menyebutkan bahwa semua penerimaan dan pengeluaran negara/daerah dilakukan melalui Rekening Kas Umum Negara/Daerah.

Permasalahan ini mungkin saja diperdebatkan, karena BLU membuat rencana kerja dan anggaran dalam menyelenggarakan kegiatannya. Namun juga harus diketahui bahwa rencana kerja dan anggaran merupakan fungsi planning dalam manajemen yang pada kenyataannya bisa menimbulkan varians. Demikian juga dengan BLU yang diberi kewenangan untuk memperoleh pendapatan selain dari APBN/APBD yaitu sehubungan dengan jasa layanan, hibah dan sumbangan. Dengan kondisi tersebut, penulis kira BLU tidak mungkin menjalankan anggaran secara mutlak, atau bisa dikatakan hampir pasti terjadi varians antara anggaran dengan realisasi kerja BLU. Lantas bagaimana jika varians yang terjadi bukan bagian dari fungsi planning? Kondisi ini yang dikhawatirkan penulis akan menjadi dana non budgeter atau dana taktis. Suryohadi Djulianto, penasehat KPK, dengan tegas menyatakan bahwa apapun alasannya perbuatan menghimpun dana non budgeter adalah perbuatan melawan hukum. Demikian juga BLU yang menghimpun dana di luar APBN dan APBD serta tidak mencantumkan dalam rencana kerja telah melanggar UU Perbendaharaan Negara.[1]

Kedua, BLU dapat menggunakan surplus anggarannya untuk kepentingan BLU tersebut. Hal ini dengan gamblang disebutkan dalam pasal 29 PP 23 tahun 2005
yaitu “Surplus anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas perintah Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, disetorkan sebagian atau seluruhnya ke Kas Umum Negara/Daerah dengan mempertimbangkan posisi likuiditas BLU”. Jika dibandingkan dengan pasal 3 UU Keuangan Negara, maka aturan mengenai surplus BLU tersebut telah menganakemaskan BLU sehingga tidak tercermin adanya keadilan.

Pasal 3 ayat (7) UU Keuangan Negara menyebutkan bahwa “Surplus penerimaan/negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara/daerah tahun anggaran berikutnya”. Selanjutnya pada ayat berikutnya dijelaskan “Penggunaan surplus penerimaan negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) untuk membentuk dana cadangan atau penyertaan Perusahaan Negara/Daerah harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPR/DPRD”. Berdasarkan ketentuan ini dapat diketahui bahwa kaidah perlakuan surplus adalah dimanfaatkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Peruntukan lain terhadap surplus anggaran ini harus memperoleh persetujuan DPR/DPRD. Perbandingan kedua aturan yang mengatur surplus angaran ini menunjukkan bahwa BLU memiliki daya tawar keuangan yang lebih tinggi dibandingkan Perusahaan Negara/Daerah.

Ketiga, keberadaan BLU sebagai bukan subjek pajak telah melanggar Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 stdtd Undang-undang Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Pada pasal 14 PP 23 tahun 2005 dijelaskan bahwa pendapatan BLU dilaporkan sebagai pendapatan negara bukan pajak kementrian/lembaga atau pendapatan negara bukan pajak pemerintah daerah. Beberapa penggagas BLU juga menyatakan bahwa BLU dibebaskan dari kewajiban membayar PPh Badan atas sisa anggaran atau hasil usaha/nilai tambah karena BLU bukan subjek pajak.

Apabila keberadaan BLU memang demikian adanya, maka telah terjadi pelanggaran terhadap pasal 2 UU PPh. Dalam ketentuan tersebut dinyatakan bahwa subjek pajak adalah orang pribadi; warisan yang belum terbagi sebagai kesatuan, menggantikan yang berhak; badan; dan bentuk usaha tetap. Selanjutnya terminologi badan jelaskan bahwa badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.

PPh merupakan pajak subjektif sehingga yang diperhatikan terlebih dahulu adalah kewajiban subjektifnya. Sebagaiman dijelaskan diatas bahwa badan merupakan salah satu subjek pajak, maka seharusnya BLU juga merupakan subjek pajak. Apabila BLU dikatakan bukan subjek pajak maka hal ini perlu dikonfrontir dengan pasal 3 UU PPh. Pada akhirnya juga diketahui bahwa BLU tidak termasuk golongan yang dikecualikan dari subjek pajak. Jadi berdasarkan aturan PPh BLU secara mutlak adalah subjek pajak.

Penutup
Ketiga rencana dosa yang dibuat PP 23 tahun 2005 tersebut sebenarnya telah menunjukkan bahwa peraturan yang mengatur tentang BLU ini adalah peraturan keblinger. Peraturan keblinger karena telah menentang kaidah hukum bahwa peraturan yang lebih tinggi mengalahkan peraturan yang lebih rendah. Berdasarkan pembahasan di atas telah diketahui bahwa substansi peraturan BLU tidak sesuai dengan undang-undang.

Lantas bagaimana solusi terhadap permasalahan BLU ini? Menurut hemat penulis, aturan-aturan mengenai BLU mulai terdistorsi pada tingkatan Peraturan Pemerintah. Oleh sebab itu seyogyanya PP 23 tahun 2005 tersebut dicabut dan direvisi substansinya. Substansi penting yang harus diperhatikan dalam penyusunan Peraturan Pemerintah mengenai BLU harus sesuai dengan asas-asas pengelolaan keuangan negara yang baik. Asas-asas sesuai dengan amanat UU Keuangan Negara antara lain : akuntabilitas berorientasi pada hasil; profesionalitas; proporsionalitas; keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara; dan pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.

Dengan berbekal asas-asas itulah kemudian disusun suatu aturan yang mencerminkan penganggaran berbasis kinerja tanpa melanggar ketentuan hukum lainnya. Setidaknya revisi terhadap PP 23 tahun 2005 agar lebih sesuai dengan ketentuan hukum lainnya bisa menunjukkan bahwa pemerintah menyadari kelemahan aturan ini. Untuk selanjutnya dibentuk BLU sebagai public service agency berdasarkan regulasi pemerintah yang tidak saling bertentangan dan sesuai dengan filosofi pengelolaan keuangan negara. Substansi filosofis yang terkandung dalam paket undang-undang keuangan negara dan ketentuan yang terkait harus di jabarkan secara teknis melalui aturan pembentukan BLU. Substansi filosofis tersebut harus menyentuh akar rumput. Jika tidak maka ia hanyalah seperti dewa yang melayang-layang di langit sambil menikmati pemandangan di bumi.
(sumber http://civitas-stan.com)

Friday, September 12, 2008

Masih soal PP 63 [2]

Dari beragam persoalan yang tadi saya sebutkan di artikel pertama, ada satu isu yang kini sedang hangat diperbicangkan di kalangan importir Batam, apalagi kalo bukan registrasi importer untuk mendapatkan Nomor Identitas Kepabeanan (NIK).

Beberapa importer yang saya jumpai, semua mengeluh, barang-barang tertahan di pelabuhan, tidak bisa keluar tidak bisa masuk.
"Kebijakan ini merupakan akal-akalan Bea Cukai untuk melawan FTZ yang sebentar lagi diterapkan,"demikian kata seorang pengusaha kepada saya tadi siang.

Sebenarnya registrasi importer ini bermaksud untuk menertibkan pengusaha itu sendiri. Artinya, BC ingin mendata mana perusahaan yang bertanggung jawab, lengkap alamat, dan keberadaannya. Bukan importer jadi-jadian yang bisa saja muncul seketika untuk memasukkan barang ilegal.
"Jadi bukan berarti FTZ terus importer bisa seenaknya dan merasa bebas sebebas-bebasnya. Ada aturan yang harus ditaati, agar pengusaha yang mendapat insentif merupakan perusahaan yang bertanggung jawab," ujar Aris Sudarminto, Kasi Bimbingan dan Kepatuhan KPU Bea Cukai Tipe B Batam.

Menurut dia, dengan melakukan registrasi importir ini, BC akan memberikan Batam para pelaku usaha yang patuh, jelas, bertanggung jawab, profesional, dan bukan pelaku bisnis seperti biasanya atau penjahat ekonomi [baca; penyelundup] yang memikirkan keuntungan sendiri apalagi keuntungan orang yang membekinginya.

Oke deh BC, apapun alasannya, yang jelas kini ada dua kubu yang saling bertentangan. Kubu pengusaha merasa diberatkan dengan registrasi ini dan kubu BC yang ingin menertibkan keadaan.
Pengusaha yang saya jumpai mengaku untuk melakukan registrasi ternyata tidak semudah yang dijanjikan oleh BC. "Prosesnya bahkan lebih rumit dibandingkan bila mengurus green card ke Singapura," ujar pengusaha tadi.

Walah..dalah...luar biasa..sedemikian parahkah proses administrasi di BC itu? Padahal, mereka sudah menggunakan sistem online lewat pendaftaran melalui website, tapi ya ternyata tidak jalan juga.

Bila sudah demikian, kemana para pengusaha ini harus mengadukan permasalahannya? Ke Otorita Batam kah, Pemkot Batam kah, Gubernur Kepri kah, Dewan KAwasan kah, atau ke Kadin??
Saya yakin, baik OB, Pemkot, Pemprov maupun DK tidak akan mampu menyelesaikan persoalan ini. Saya kok tidak melihat ada pejabat di tiga instansi itu yang paham dengan teknis keluar masuk barang di pelabuhan apalagi bersentuhan dengan dokumentasi BC.

Dewan Kawasan apa lagi, saya jamin tidak paham. Gimana mau paham, lha wong asyik ngurusin PP 63 doang, sehingga masalah lain terlupakan.
Jadi, ya importir paling tepat ngadu ke Kadin. Trus Kadin mau membawa masalah ini kemana. Pasti tidak ke tiga instansi di atas. Yang paling pas, Kadin buat surat ke Dirjen Bea Cukai di Jakarta untuk menyelesaikan masalah ini.

Kalo sudah demikian, lalu buat apa FTZ diimplementasikan di Pulau Batam? Betul kata seorang teman, mendingan Pulau Batam ini dijadikan daerah pabean saja, biar doing business tidak terganggu oleh aturan yang membingungkan.

C'mon pak Ismeth, wake up donk, jangan sibuk ngurus PP 63 aja..sekali2 main ke pelabuhan, lihat ada apa disana..
Maen ke BC, apakah proses yang dijalankan sudah benar dan business friendly..
Jangan anda buat bodoh para wartawan dan publik di Kepri ini dengan isu PP 63 yang sama sekali tidak relevan dengan upaya percepatan FTZ..

Masih soal PP 63 [1]

dear blogger,

Rasanya tidak pernah habis membicarakan soal PP 63 yang kini menjadi the most issues for Ismeth Abdullah and the gank. Saya kok melihat ada something wrong and something confidential yang kini tengah dijalankan oleh Ketua Dewan Kawasan beserta kurcacinya.

Apakah itu?? Mari kita ber-phobic analyze, maksudnya beranalisa dengan sedikit sentuhan phobia..halaahhh..
Kita pasti telah membaca berita di harian lokal mengenai desakan DK agar presiden mencabut PP 63. Tidak saja Ismeth yang mendesak, bahkan Jon Arizal, Kepala Disperindag Kepri yang notabene anak emas Ismeth juga ikut2an ngomong soal pencabutan PP 63. [padahal harus diakui, desakan itu seharusnya tidak muncul dari mereka..!!]

Tapi baiklah, dalam pemberitaan itu pasti selalu diakhiri dengan pernyataan, "...bagaimana FTZ BBK bisa cepat direalisasikan bila PP 63 tidak juga dicabut oleh pemerintah.."
Nah lho...apa-apaan ini..apa hubungannya percepatan FTZ dengan PP 63? Jelas sekali, ada skenario dari sekretariat DK FTZ untuk mengkambinghitamkan PP 63 sebagai biang kerok lambannya implementasi FTZ di wilayah ini.

Tidakkah mereka berpikir, percepatan FTZ tidak saja dipengaruhi oleh faktor PP 63, tapi lebih dari itu, ada banyak faktor lain yang harus diselesaikan oleh DK agar FTZ bisa segera terealisasi. Apa saja itu? Ya, bisa soal hubungan antar lembaga FTZ dengan pemerintahan otonom, kelancaran arus keluar masuk barang, soal buruh dan upah, soal birokrasi perizinan, soal infrastruktur yang kian memprihatinkan, dan yang paling penting, koordinasi keamanan baik antara kepolisian, TNI AL, dan Bea Cukai.

Apakah persoalan-persoalan itu sudah pernah dibahas untuk diselesaikan?? Hah, sama sekali belum. Bagaimana DK mampu menyelesaikannya, lha wong rapat antar pengurus DK saja belum pernah dilakukan. Belum ada grand design yang jelas dari Ketua DK untuk membawa lembaga DK itu dalam percepatan FTZ BBK.

Jadi logika berpikirnya, bila persoalan yang ada saja masih terbengkalai, lantas kenapa DK sibuk ngurusin PP 63?? Orang bodoh saja tau, pasti ada udang dibalik batu. Apa saja itu?
1. Bisa saja, DK membekingi para pengusaha penyelundup untuk kembali meraja lela di kawasan bebas Batam, Bintan, dan Karimun.
2. Bila penyelundup banyak masuk, maka setoran uang panas bisa segera mengalir ke para oknum yang lagi butuh banyak uang untuk persiapan Pemilu Tahun 2009.
3. Ya itu tadi, PP 63 jadi kambing hitam, untuk menutupi ketidakmampuan Ismeth and the gank dalam merealisasikan FTZ di BBK.
Jadi kalo publik bertanya, "Pak, kenapa FTZ ga bisa direalisasikan?", jawab DK, "Ya bagaimana mau direalisasikan, PP 63 aja belum dicabut." Nah lho....

Thursday, September 11, 2008

Wilayah Kepulauan Riau rawan Korupsi

Horeeee....
Akhirnya KPK menurunkan timnya ke Natuna, kabupaten baru yang kaya raya karena dana bagi hasil migasnya. Ini artinya, para 'maling' di pulau paling ujung Kepri itu tidak bisa lagi bersembunyi dari jerat hukum. Sudah saatnya KPK menggaruk koruptor yang selama ini bersembunyi di kabupaten itu.

Tapi menarik memang melihat fenomena korupsi di wilayah Kepulauan Riau ini. Mentang-mentang wilayah pulau, trus mereka pikir aparat penegak hukum tidak mengetahui tindak tanduk mereka di sini.

Tidak hanya di Natuna, Batam juga banyak yang bermasalah. Beberapa proyek pembangunan fisik maupun pengadaan diselewengkan. Di Karimun, sama saja. Di Lingga, hmmm..lebih parah. Sepertinya para maling di wilayah ini memanfaatkan faktor geografis untuk mengeruk uang rakyat. Berharap, KPK takut datang ke pulau, apalagi menerjang ombak..

Bagaimana dengan Provinsi Kepulauan Riau. Provinsi yang baru pandai jalan selama empat tahun ini saja juga sudah mulai main-main. Walaupun Pak Gubernur sudah susah-susah tampil setiap hari di media lokal untuk membuktikan dirinya sudah bekerja keras, tapi itu bukan jaminan.
Apalagi beberapa waktu lalu, Provinsi Kepri menayangkan iklan laporan keuangannya di sebuah harian lokal..Hmm..sungguh sebuah upaya transparansi yang patut diacungkan jempol, tapi apakah memang isi laporan itu benar????

Ismeth kayaknya sudah mulai tobat. Dia sudah merasakan betapa dinginya blower AC di ruang periksa KPK. Bayangin aja, dua kali dia periksa untuk dua kasus yang berbeda. Tentunya dia tidak mau diperiksa ketiga kali untuk kasus ketiga. Jangan sampai ya pak, kasian FTZ BBK kalau bapak masuk penjara.

Nah, untuk itulah, dia berusaha menampilkan advertorial tentang catatan pembangunan selama menjabat di Kepri, mulai dari bagi-bagi beasiswa, bangun sekolah, penyerahan bus pekerja, sampai silaturahmi dengna masyarakat pulau dan yang paling utama, upayanya merealisasikan FTZ BBK. Maksudnya supaya orang-orang di Jakarta tahu --ya..kalo dibaca pak...--bahwa Ismeth sudah bekerja untuk Kepri. So, please KPK, stay away from me..!!

Semoga KPK tidak salah paham lagi ya...hehehehehehe..
Hajar terus para koruptor di provinsi ini..

Desakan Pencabutan PP 63 kembali mencuat..

Dear blogger,

Detik-detik menjelang pengesahan Badan Pengusahaan Kawasan Batam (BPK Batam) kembali dimeriahkan oleh desakan Ketua Dewan Kawasan atawa Gubernur Kepulauan Riau Ismeth Abdullah agar PP 63/2003 tentang Pengenaan PPN, PPn BM terhadap 4 komoditi di Batam dicabut.

Bahkan, Sang Maha Ketua mengancam akan menggunakan kekuatannya sebagai Maha Ketua di FTZ BBK untuk mencabut sendiri PP 63 tersebut bila Presiden EsBeYe tidak juga mencabutnya.
Mantabbb tenan pak Ketua...Mentang-mentang Maha Ketua udah maen ancam aja, dan ngerasa paling kuasa pula..

Tapi ini menarik untuk dikupas, apakah kapasitas beliau sebagai Ketua DK bisa mencabut sebuah Peraturan Pemerintah atau ketentuan lain yang --menurut dia sih..-- bertentangan dengan semangat FTZ Batam.

Kira-kira dimana ya letak kewenangan DK itu? Apalagi kalo kita lihat dalam Keppres no. 9, 10, dan 11 tentang Dewan Kawasan BBK, sama sekali tidak dijelaskan kewenangan DK dalam membatalkan atau mencabut sebuah PP.
Dalam Keppres No. 9/2008 tentang DK Batam, dalam enam pasal yang tertera tidak satupun yang menegaskan wewenang DK dalam membatalkan sebuah PP. Dalam pasal empat, disebutkan 'dalam pelaksanaan tugasnya, DK memperhatikan kebijakan umum Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.'
Pasal lima, berbunyi 'DK melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Presiden secara berkala setiap enam bulan atau sewaktu-waktu diperlukan.'

Nah, bila dalam Keppres saja tidak mengatur soal kewenangan, trus mengapa Sang Maha Ketua merasa punya kewenangan lebih dalam mencabut PP yang kedudukan sedikit lebih tinggi dibandingkan Keppres?? Entahlah, hanya Tuhan yang tahu..

Dalam beberapa ulasan yang saya tampilkan dalam blog ini, sebenarnya hanya ada satu pertanyaan mengapa DK begitu ngotot untuk mencabut PP 63? Okelah, memang PP 63 telah bertentangan dengan semangat FTZ menyeluruh yang ditetapkan untuk Batam. Tapi khan, urgensinya bukan disitu.!!

Coba kita pikir, apakah Ismeth mau mengembalikan Batam seperti dulu lagi, ketika pulau ini banjir mobil, rokok, minuman beralkohol, dan elektronik?? Itu sama saja dengan menghidupkan para macan penyelundup.

Apakah Ismeth pikir, rakyat Batam sudah demikian merana sehingga perlu diberikan lagi fasilitas kebebasan pajak untuk empat komoditi itu? Sementara saat ini fokus masyarakat bukan lagi ingin memiliki mobil, tapi bagaimana bisa mendapatkan sembako murah dan harga tetap stabil.

Ahhh..entahlah, ..Pengusaha golongan mana yang diperjuangkan oleh DK ini? Padahal, DK perlu turun ke lapangan, menanyakan langsung ke para investor asing yang sudah lama maupun baru, apakah PP 63 sudah mengganggu operasionalnya atau belum?
Tim Riset FE UI sudah ada jawabannya. Dari sekian banyak pengusaha asing yang diwawancarai ternyata concern mereka bukan di PP 63, tapi soal tenaga kerja dan birokrasi perizinan yang tidak kunjung diperbaiki.

Lantas, bila pengusaha asing saja tidak merasakan dampak negatif dari PP 63, justru kok kalangan birokrat [baca: ISMETH dan JON ARIZAL] yang ngotot minta PP 63 dicabut segera?? Hahahahaha...kagak nyambung man....

Monday, September 8, 2008

Buat KTP Batam [masih] 2 Bulan???

Dear blogger,

Maaf sekian lama tak posting, pas posting malah ga relevan ama tema blog kita tercinta ini..ehehhhehe..
But anyway, saya harus menumpahkan semua kekesalan atas karut marut dan ketidakberesan sistem pelayanan publik khususnya KTP di kota Batam [yang katanya sudah hijau ini].

Betapa beta tidak kesale..buat katepe kok bisa sampai dua bulan..emang petugas kecamatan lagi banyak kerjaannya ya?? Apa dinas kependudukan lagi ngerjain banyak proyek sehingga ngurus sistem pembuatan katepe saja tidak bisa??

Dulu katanya ada SIAK, eh malah GATOT alias gagal total. Sistem informasi kependudukan hanya kiasan dan pemanis bibir belaka. Nyatanya, aparat di kecamatan makin bingung sendiri. Kalo saya lihat sih yang bingung itu yang mengeluarkan ide SIAK.. lha wong aparatnya masih demen pungli kok malah dikasi sistem komputerisasi.

Tolong donk pak Walikota, kok soal KTP aja rumit banget sih nyelesaikannya? Malu donk ama daerah lain. Katanya Batam itu daerah FTZ, baru saja dikasi gelar Digital Island, Intelligent Island, dan macem2 lah gelar lainnya. Tapi ngurus KTP, kok memble..!!!

Semoga saja, ketika artikel ini di posting, KTP dah bisa kelar lebih cepat. Ingat pak, dana yang bapak hambur2kan itu untuk kepentingan rakyat, bukan kepentingan pegawai bapak saja. Salah satunya, dengan memperbaiki layanan publik.

Sekali lagi maaf pemirsa sekalian..ini posting curahan hati..
secara KTP saya dah mati sejak tiga bulan lalu, tapi hati ini berat untuk memperpanjang..
Biar aja deh, sembari nunggu di razia satpol PP karena KTP dah mati..
hiks..hiks..